4 October 2024 15:34
Opini dan Kolom Menulis

LP2B DAN LSD

LP2B DAN LSD

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan peringatan keras kepada setiap kepala daerah baik di tingkat provinsi, maupun kabupaten atau kota agar mempertahankan lahan sawah produktif di daerahnya. Sebab, mungkin bakal banyak godaan berupa lobi-lobi dari pengusaha untuk mengalihkan lahan-lahan sawah jadi wilayah komersial ataupun permukiman. Untuk itu, jangan sampai kepala daerah menuruti tawaran-tawaran tersebut, apalagi apabila lahan yang ditawarkan sangat produktif.

Dari pada tidak sama sekali, ya leboh baik telat. Begitu pula yang terjadi dengan keberadaan lahan pertanian dan sawah yang kita miliki. Sejak Indonesia merdeka, selama kurang lebih 64 tahun bangsa ini membangun, kita tidak memiliki regulasi sekelas Undang Undang, yang mengatur soal perlindungan lahan pertanian. Baru pafa tahun 2009, kita memiliki UU No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan.

Tidak hanya itu. Regulasi terhadap lahan sawah pun terkesan begitu telat. Pemerintah secara tegas baru mengaturnya sejak tahun 2020, melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.12/2020 tentang TATA CARA PELAKSANAAN VERIFIKASI DATA LAHAN SAWAH TERHADAP DATA PERTANAHAN DAN TATA RUANG,
PENETAPAN PETA LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI, DAN PEMBERIAN
REKOMENDASI PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH PADA LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI.

Berdasarkan Undang Undang No.41/2009, yang dimaksud dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah bidang lahan yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Sedangkan, Peta Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) adalah peta yang memuat data lahan sawah yang dipertahankan fungsinya dalam rangka ketahanan pangan nasional.

LP2B dan LSD sendiri merupakan langkah nyata Pemerintah untuk melakukan pengendalian dan perlindungan lahan pertanian pangan juga sawah, agar tidak dengan seenak-jidat dialih-fungsikan, demi mengejar kepentingan jangka pendek yang sifatnya sesaat. Mereka lupa di lahan pertanian pangan inilah ditanam bahan pangan pokok yang paling dibutuhkan guna menyambung nyawa kehidupan warga bangsa.

Catatan kritisnya adalah apakah dengan telah diterbitkannya UU dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, maka alih fungsi lahan pertanian pangan dan sawah betul-betul mampu dikendalikan lebih baik ? Atau tetap saja, walaupun regulasi telah diterbitkan, ternyata alih fungsi lahan masih marak berlangsung, bahkan di daerah tertentu terekam semakin membabi-buta ?

Jawabnya jelas, alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi non pertanian, masih saja ramai berlangsung. Pemerintah sendiri, tampak masih belum mampu menerapkan aturan yang ada secara tegas. Sebagai gambaran, penggerusan lahan pertanian produktif di Kabupaten Tangerang, Banten yang digunakan untuk proyek Pantai Indah Kapuk-2, menjadi bukti alih fungsi masih terus terjadi.

Membengkaknya petani gurem tentu ada kaitannya dengan tingginya alih fungsi lahan yang terjadi. Selama 10 tahun terakhir (2013-2023), jumlah petani gurem (petani berlahan sempit dengan kepemilikan rata-rata 0,25 hektar) membengkak dengan angka yang cukup signifikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyimpulkan jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) Gurem tercatat sebanyak 16,89 juta.

Dengan kata lain, mengalami kenaikan sebesar 18,49% dari catatan jumlah RTUP Gurem pada 2013 yang jumlahnya hanya sebanyak 14,25 juta. Hal ini, mengindikasikan, lahan pertanian untuk bercocok tanam semakin sempit di berbagai wilayah Indonesia. Atau bisa juga dikatakan telah terjadi penggerusan terhadap lahan pertanian dengan angka yang cukup terukur.

Perlindungan terhadap lahan pertanian produktif, kelihatannya tidak boleh lagi hanya tampil sebagai wacana. Kini, sudah waktunya, regulasi yang ada, betul-betul diterapkan dalam kehidupan nyara di lapangan. Pemerintah sendiri perlu tegas menyikapinya. Penggerusan atas lahan pertanian perlu dijadikan kebijakan super prioritas dalam pembangunan pertanian ke depan.

Terbitnya UU LP2B dan PERMEN LSD, tentu bukan hanya sekedar asesoris regulasi. Kita ingin aturan tersebut mampu menjadi solusi atas perlindungan lahan pertanian yang ada. Harapannya, lahan pertanian atau lahan sawah yang tersisa, mesti dapat dipertahankan untuk keperluan generasi mendatang. Kita jangan sampai menggerusnya secara ugal-ugalan.

Pada saat penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, perbincangan soal Sawah Abadi, muncul jadi bahan perdebatan yang menghangatkan. Di satu sisi ada yang berpandangan, Undang Undang yang akan dilahirkan sebaiknya diberi judul Undang Undang Sawah Abadi.

Namun, di sisi yang lain ada juga yang mengusulkan, sepatutnya dicari judul lain yang lebih senafas dengan pembentukan Undang Undang itu sendiri. Diskusi panjang disertai perdebatan yang cukup mengasyikkan, pada akhirnya disepakati judul dari Undang Undang tersebut diberi judul Undang Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Munculnya semangat untuk membuat Undang Undang ini, lebih dilandasi oleh adanya fakta di berbagai daerah, khususnya di sentra produksi pertanian, tengah berlangsung alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi non pertanian yang semakin marak dan membabi-buta. Kesadaran untuk menjaga dan melestarikan lahan pertanian, sudah semakin memudar.

Para pengambil kebijakan, baik Pusat atau Daerah, kelihatannya semakin kesusahan untuk melindungi “ruang pertanian” dari sergapan oknum-oknum yang ingin mengalih-fungsikan lahan pertanian ke non pertanian. Sekalipun regulasi sekelas Undang Undang dan Peraturan Daerah telah diterbitkan, proses alih fungsi dan alih kepemilikan lahan pertanian ke non pertanian masih tetap berlangsung.

Ini benar-benar memilukan !

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *