8 January 2025 16:38
Opini dan Kolom Menulis

Kok Tega, Pagu Anggaran Pertanian Terus Menurun?

KOK TEGA, PAGU ANGGARAN UNTUK PERTANIAN TERUS MENURUN ?

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Lewat wawancaranya di televisi, anggota Komisi 4 DPR RI, Daniel Djohan menyatakan politik anggaran Pemerintah untuk sektor pertanian dari tahun ke tahun terus menurun. Pertanyaannya adalah mengapa hal ini dapat terjadi ? Ada apa sebetulnya dengan dunia pertanian di negeri kita ? Betulkah dengan menurunnya anggaran seolah-olah menjadi ukuran lemahnya keberpihakan Pemerintah terhadap sektor pertanian ?

Suasana yang demikian, tentu saja banyak melahirkan pertanyaan dari berbagai kalangan. Bukankah akan lebih masuk akal, bila anggaran untuk pertanian, baik APBN atau APBD itu ditingkatkan jumlahnya secara signifikan ? Terlebih dengan adanya pengakuan banyak pihak terkait dengan keperkasaan pertanian dalam menghadapi bencana kemanusiaan yang kita alami selama ini ?

Ketika Covid 19 menyergap misalnya, hampir semua sektor utama pembangunan, mengalami pertumbuhan negatif. Namun, sektor pertanian tetap mampu tumbuh positip. Beberapa orang penentu kebijakan malah menyebut sektor pertanian merupakan penyelamat perjalanan ekonomi bangsa. Sektor pertanian menjadi bantalan ekonomi bangsa, guna menjawab sergapan Covid 19.

Di sisi lain, kita juga tidak boleh menutup mata atas perkembangan produksi dan produktivitas jasil pertanian tanaman padi. yang terjadi selama ini. Dalam beberapa tahun ke belakang, ada indikasi produksi beras tengah mengakami leveling off. Produksi beras kita terekam menurun cukup signifilan. Hal ini terlihat dari jumlah surplus beras yang semakin menyusut.

Masalahnya menjadi semakin rumit, manakala kita kaitkan dengan adanya sergapan El Nino yang membuat produksi dalam negeri terganggu, sehingga mengacaukan angka ketersediaan pangan yang dimiliki. Pemerintan sendiri, sebagaimana yang disampaikan Menteri Pertanian meramalkan, gagal panen padi karena ada El Nino, dapat mencapai angka 1,2 juta ton gabah kering panen.

Puncak El Nino yang menurut BMKG terjadi di bulan Agustus 2023, betul-betul patut disikapi dengan serius. Walau puncaknya telah lewat, namun masalah utamanya bakal terjadi 3 atau 4 bulan setelahnya. Hal ini menandakan, kita memang tidak boleh main-main dalam menanganinya. Termasuk dalam menetapkan politik anggaran untuk sektor pertanian itu sendiri.

Salah satu solusi yang penting ditempuh menghadapi penurunan produksi beras, tidak bisa tidak, kita harus menggenjot produksi beras seoptimal mungkin. Langkah menambah luas tanam sebesar 500 ribu hektar di berbagai daerah sentra produksi beras, memang menjadi solusi. Kehilangan produksi karena gagal panen, tentu akan terjawab lewat penambahan luas tanam ini.

Persoalan seriusnya adalah apakah langkah menambah luas tanam 500 ribu hektar ini telah direncanakan dengan cukup matang, sehingga seabreg kendala yang menghadang akan dapat dituntaskan dengan baik ? Apakah benih yang dibutuhkan sudah sisp ? Lalu bagaimana dengan pupuk, pemberantasan hama dan penyakit tanaman dan kecukupan air di tengsh El Nino ini ?

Belum lagi soal kualitas Penyuluhan Pertanian di lapangan, yang sekarang ini terekam cukup merisaukan. Para Penyuluh senior sudah banyak yang pensiun, sedangkan Penyuluh Pertanian THLTBPP (Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantuan Penyuluhan Pertanian) sendiri, kelihatan seperti ysng masih hsrus banyak menimba ilmu Penyuluhan Pertaniannya lagi. Padahal kehadiran mereka sangat dibutuhkan.

Dihadapkan pada kondisi seperti ini, akan lebih keren jika kebutuhan strategis untuk menggenjot produksi tersebut dipenuhi Pemerintah. Ini perlu disampaikan, karena jika apa yang disampaikan anggota Komisi 4 DPR benar adanya, mana mungkin kita akan mampu menjawab sergapan El Nino diatas dengan hasil yang gilang gemilang. Jangan-jangan gagal panen diikuti pula oleh gagal tanam.

Walau sektor pertanian sering dianggap sebagai sektor “dunia akherat”, mengingat tidak mampu menghasilkan investasi dengan cepat, namun jika dilihat dari nilai strategis dan politis yang dikandungnya, sektor pertanian, jelas tidak boleh diabaikan keberadaannya. Pemerintah tidak boleh menanganinya dengan setengah hati. Itu sebabnya keberpihakan Pemerintah sangat dimintakan.

Jujur harus diakui, sekalipun sektor pertanian memiliki nilai keperkasaan yang cukup tinggi dalam menghadapi segudang tantangan, tzpi bila kita cermati kocoran APBD, baik Provinsi mau pun Kabupaten/Kota, tampak masih belum memadai. Bahkan terkesan hanya sekedar menggugurkan kewajiban belaka. Dari lebih 500 Kabupaten/Kota, sangat jarang yang APBD nya mengalokasikan anggaran untuk pertanian di atas 4 %.

Para pengambil kebijakan di daerah, lebih senang memberi alokasi yang cukup besar untuk sektor fisik dan infrastruktur dasar. Alasannya ? Ya, tentu saja, selain “hasil” nya jelas dan menjanjikan, jangka waktu menerima hasilnya pun cukup cepat (quick yealding”). Kalau sekedar untuk mengganti biaya ksmpanye pada saat Pilkada, sektor pertanian, bukanlah jawaban yang tepat untuk dijadikan solusinya.

Semakin menurunnya anggaran untuk sektor pertanian dalam politik anggaran pembangunan, sudah saatnya butuh pengkajian yang lebih nyata lagi. Para Wakil Rakyat di Komisi 4 DPR RI, dapat melakukan “penggugatan” kepada Pemerintah, mengapa makin ke sini anggaran pertanian makin berkurang. Hsl yang sama, dapat juga dilakukan oleh anggota DPRD ke Kepala Daerahnya masing-masing.

Mencermati kondisi yang tengah tercipta sekarang, sebuah kekeliruan cukup fatal, jika Pemerintah menurunkan anggaran untuk pertanian. Jika Pemerintah ingin menggenjot produksi padi setinggi-tingginya menuju swasembada, mestinya anggaran untuk pertanian ditingkatkan. Andaikan setelah dinaikkan anggaran, namun hasilnya masih memble, penting digugat, ada apa dengan dunia pertanian di Tanah Merdeka ini ?

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *