4 July 2024 10:44
Opini dan Kolom Menulis

KETIKA PENYULUH PERTANIAN SENANG DI KANTOR

KETIKA PENYULUH PERTANIAN SENANG DI KANTOR

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Ketika sedang melakukan anjangsono ke rumah petani di Kabupaten Garut, Jawa Barat, penulis sempat diskusi cukup intens dengan beberapa petani padi. Mulai dari soal keengganan kaum muda perdesaan untuk berprofesi sebagai petani padi, hingga penilaian petani terhadap para Penyuluh Pertanian yang lebih senang berada di kantor, ketimbang bertemu dengan para petani di lapangan.

Soal menurunnya animo kaum muda untuk menjadi petani padi, sebetulnya bukan hal baru dalam dunia pertanian di negeri ini. Sejak tahun 1980-an, gejala ini telah berkembang dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di negeri ini. Artinya, lebih dari 40 tahun silam, fenomena kaum muda tidak tertarik jadi petani padi, memang telah terjadi.

Ketidak-tertarikan kaum muda untuk berprofesi sebagai petani padi, sebetulnya dapat kita pahami. Bukan saja sekarang menjadi petani padi identik dengan memasuki kehidupan yang penuh dengan kondisi miskin dan melarat, namun jadi petani padi saat ini, dianggap sebagai profesi yang kurang senafas dengan situasi dan kondisi hidup kekinian.

Regenerasi petani padi, saat ini menjadi soal serius yang butuh penanganan sesegera mungkin. Masalahnya jadi semakin kompleks, manakala muncul fenomena baru di perdesaan, para orang tua yang sekarang berprofesi sebagai petani padi, melarang anak mereka untuk bekerja sebagai petani. Profesi petani padi terekam sangat tidak menjanjikan.

Para orang tua, yang sekarang bermata-pencahadisn sebagai petani padi, lebih ikhlas menjual sawah yang dimilikinya agar anak-anak mereka terbiayai untuk menempuh sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka meyakini, hanya dengan menempuh sekolah yang lebih tinggi, anak-anaknya akan terbebas dari masa depannya sebagai petani padi.
Selanjutnya, bagaimana penilaian para petani terhadap kinerja para Penyuluh Pertanian di lapangan ? Hal ini pun menarik untuk dijadikan bahan diskusi. Di banyak daerah, para petani berterus-terang, sekarang ini mereka cukup kesulitan untuk bertemu dengan para Penyuluh Pertanian. Sistem kerja “latihan dan kunjungan” hampir tidak terjadi lagi di lapangan.

Para Penyuluh Pertanian sendiri, sepertinya lebih senang kerja di kantor sambil membantu mengerjakan proyek eselon 1 di Kementerian. Hal ini cukup rasional, karena selain Penyuluh Pertanian tidak harus keliling desa untuk bertemu petani, ternyata dengan membantu mengerjakan proyek, dirinya pun mendapat honor tambahan cukup lumayan untuk menambah pendapatannya.

Di benak kaum tani, Penyuluh Pertanian masih dipersepsikan sebagai guru nya petani. Petani tetap berharap agar para Penyuluh Pertanian dapat menularkan ilmu dan teknologi terkini, yang dihasilkan para peneliti dan akademisi di Perguruan Tinggi. Itu sebabnya, para Penyuluh Pertanian jangan sampai tertinggal oleh perkembangan dan kemajuan inovasi.

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, para Penyuluh Pertanian harus selalu aktif berselancar di dunia internet. Banyak informasi dan teknologi yang dihasilkan para peneliti dan pemulia tanaman di dunia. Penyuluh Pertanian mesti selalu “up date” dengan perkembangan dan kemajuan iptek yang ada, sehingga tidak kalah pintar dibanding dengan para petani.

Turunnya produksi beras yang tengah kita hadapi saat ini, mestinya mampu “memanggil” para Penyuluh Pertanian untuk berjuang habis-habisan bersama petani guna menggenjot lagi produksi padi setinggi-tingginya. Penyuluh Pertanian perlu tampil sebagai pembawa pedang samurainya sekaligus selaku “prime mover” dalam upaya pencapaiannya.

Tujuan Penyuluhan Pertanian adalah merubah perilaku (cara pandang, sikap dan tindakan) petani ke arah yang lebih baik, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Penyuluhan Pertanian merupakan proses pembelajaran yang berlangsung seumur hidup dalam rangka memberdayakan dan memartabatkan petani untuk tampil sebagai bangsa yang merdeka.

Bila tujuannya seperti itu, sangat keliru, sekiranya para Penyuluh Pertanian lebih senang bekerja di kantor, ketimbang berkomunikasi dengan para petani di lapangan. Sebagai guru petani, Penyuluh Pertanian harus selalu lebih pinter dari petaninya. Penyuluh Pertanian, tidak boleh berhenti dalam menimba ilmu. Penyuluh harus selalu bergerak dan berkarya bagi kemajuan pertanian dan petani Indonesia.
Diputuskannya Penyuluh Pertanian sebagai aparat daerah, jelas membawa kelebihan dan kekurangan dalam perkembangannya. Suara sumbang tentang Penyuluh Pertanian kerap terdengar. Terlebih setelah Pemerintah menerbitkan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Selain UU ini memporak-porandakan kelembahaan Penyuluhan di daerah, juga menurunkan kinerja Penyuluh Pertanian di lapangan.

Sebagai aparat daerah, Penyuluh Pertanian harus loyal terhadap Kepala Dinas yang menjadi kepanjangan tangan Kepala Daerahnya. Tidak sedikit Penyuluh Pertanian yang diminta membantu proyek-proyek Dinas yang bersumber dari APBD. Akibatnya, program Penyuluhan Pertaniannya sendiri kurang tergarap dengan baik. Praktis kinerjanya jadi menurun cukup signifikan.

Penyuluh Pertanian, tidak seharusnya betah di kantor. Sebagai obor yang diminta untuk menerangi kehidupan petani, Penyuluh Pertanian, mesti selalu aktif membangun komunikasi yang intens dengan para petani. Penyuluh Pertanian adalah sahabat sejati. Statemen ini sebaiknya jangan dilupakan. Tapi, dijadikan pegangan utama di masa kini dan mendatang.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

 

Jangan Sembunyikan Ilmumu

WASILLAH SHUBUHKamis, 4 Juli 2024. BismillahirahmanirahimAssallamu’alsikum wr wbrkt JANGAN SEMBUNYIKAN ILMUMU. Saudaraku…Ketika saya menyampaikan postingan tentang agama, itu tidak berarti

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *