7 July 2024 00:49
Opini dan Kolom Menulis

Ketahanan Pangan Berkualitas

KETAHANAN PANGAN BERKUALITAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Badan Pangan Dunia (FAO) telah mengingatkan, kekokohan ketahanan pangan suatu bangsa, akan ditentukan oleh tiga indikator pokoknya. Ke tiga indikator tersebut adalah ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan dan pemanfaaran pangan. Ke tiganya merupakan satu kesatuan, yang satu dengan lainnya memiliki keterkaitan erat. Itu sebabnya, jika kita akan membincangkan ketahanan pangan, maka pendekatannya mesti utuh, holistik dan komprehensif. Tidak boleh parsial apalagi setengah hati.

Ketersediaan pangan sendiri, kini tampak dalam kondisi sedang tidak baik-baik saja. Sesuai Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketersediaan pangan sangat ditentukan oleh hasil produksi petani di dalam negeri. Lalu, kedua dipengaruhi oleh kondisi cadangan pangan Pemerintah. Ketiga dilakukannya impor, jika produksi petani dan cadangan tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat. Tiga hal inilah yang menjadi penentu ketersediaan pangan yang berkualitas.

Produksi pangan hasil petani dalam negeri, khususnya padi, dalam beberapa waktu belakangan, terekam cukup mengkhawatirkan. Ini terjadi, bukan hanya disebabkan oleh sergapan El Nino, namun juga ada faktor-faktor lain, yang erat kaitannya dengan menurunnya produktivitas. Produksi padi yang cenderung menurun, tentu tidak boleh kita biarkan. Sebagai bangsa yang berpengalaman meraih swasembada beras, jelas kita harus mampu menanganinya dengan baik.

Masalah turunnya produksi padi, perlu dicermati dengan seksamz. Apalagi bila dikaitkan kebutuhan Pemerintah yang makin meningkat terhadap beras. Pemerintah sendiri, ternyata membutuhkan beras dengan volune yang semakin besar. Bukan cuma untuk mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat, tapi juga untuk keperluan cadangan beras Pemerintah dan kebutuhan beras bantuan sosial. Agar akurasi kebutuhan ini terukur, sangat diperlukan adanya perencanaan pangan yang tepat.

Produksi petani padi di dalam negeri, akan dapat digenjot, sekiranya dilakukan langkah dan terobosan cerdas, yang betul-betul dapat memberi keyakinan para petani dalam menggarap usahatani padinya di lapangan. Inovasi dan teknologi budidaya yang disuluhkan, harus mampu meyakinkan petani akan terjadinya peningkatan produksi padi yang dihasilkan. Sekarang, petani butuh bukti dan tidak lagi sekedar janji.

Tak kalah seriusnya untuk disolusikan adalah terkait dengan penyiapan cadangan beras Pemerintah yang harus dipenuhi. Dengan banyaknya peringatan yang disampaikan banyak pihak atas bakal terjadinya krisis pangan, tentu hal ini menuntut kita untuk memiliki cadangan beras yang kuat dan kokoh. Segera tinggalkan pengelolaan cadangan beras yang sifatnya gali lobang tutup lobang. Lakukan pengelolaan cadangan yang terukur dan akuntabel.

Penanganan cadangan beras Pemerintah tidak boleh digarap dengan setengah hati. Atau hanya dijadikan sebagai gugur kewajiban. Terlebih jika digunakan data bodong dalam perhitungannya. Cadangan beras Pemerintah, tidak boleh lagi dirumuskan hanya untuk membuat asal bapak senang (ABS). Namun belajar dari pengalaman masa lalu, pengelolaan cadangan beras Pemerintah, mesti digarap secara profesional sekaligus dapat menjawab apa yang jadi “felt need” masyarakat itu sendiri.

Tahun lalu, kita “kecolongan” dengan cadangan beras Pemerintah yang kini dikelola Perum BULOG. Beberapa bulan sebelum tutup tahun, kita dikejutkan oleh keterangan yang disampaikan seorang pejabat di Badan Pangan Nasuonal. Dikatakan, cadangan beras Pemerintah sangat merisaukan, karena jauh dibawah angka yang disyaratkan. Saat itu dilaporkan, cadangan beras Pemerintah tinggal 280 ribu ton. Padahal angka ideal yang disarankan, cadangan beras Pemerintah sekurang-kurangnya harus 1,2 juta ton.

Ketersediaan pangan, dapat juga diisi oleh beras impor yang kita datangkan dari negara-negara sahabat. Dalam regulasi kita, impor beras tidak diharamkan. Impor beras dibolehkan, sekiranya produksi petani di dalam negeri, tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan beras, baik untuk keperluan konsumsi, untuk cadangan atau pun untuk keperluan bantuan sosial beras. Apa yang kita lakukan tahun lalu, merencanakan impor beras 2 juta ton, lebih mengemuka sebagai bentuk kewaspadaan dalam membaca tanda jaman yang tengah terjadi.

Ini menarik dicermati. Sebab, bagaimana jadinya, jika kita tidak mengagendakan impor beras, padahal produksi padi petani dalam negeri jadi turun, karena mengalami gagal panen, sebagai resiko adanya sergapan El Nino. Akan tetapi, perlu disampaikan, dalam suasana yang berlangsung saat ini, bukan hanya bangsa kita yang mengalami masalah beras. Bangsa-bangsa lain pun mengalami hal yang sama. Banyak produsen beras yang sementara waktu menutup kran ekspornya.

Faktor penentu yang kedua dalam mengokohkan ketahanan pangan adalah terwujudnya keterjangkauan pangan yang baik. Keterjangkauan ini penting, karena apalah artinya pangan yang ada dan tersedia, tapi tidak mampu “dijangkau” masyarakat, mengingat harganya yang tinggi, sedangkan daya beli masyarakat relatif rendah. Aspek keterjangkauan ini butuh penanganan yang serius, agar tidak menjadi kendala dalam menciptakan ketahanan pangan bangsa yang berkualitas.

Selanjutnya, berkaitan dengan aspek pemanfaatan pangan. Hal ini sebetulnya lebih berkaitan dengan sisi konsumsi masyarakat. Kecanduan terhadap satu jenis bahan pangan karbohidrat, jelas sebuah nasalah masa depan yang perlu ditangani dengan seksama dan berkelanjutan. Itu sebabnya, upaya meragamkan pola makan masyarakat agar tidak tergantung kepada nasi, menjadi pekerjaan beras yang tidak boleh ditunda-tunda lagi.

Banyaknya kalangan yang merisaukan ketahanan pangan bangsa, tentu patut disikapi dengan seksama. Pertimbangannya, tentu bukan hanya terkait dengan keinginan meraih lumbung pangan dunia tahun 2045, tapi hal ini pun akan berhubungan dengan kemampuan kita dalam menjawab sergapan El Nino. Artinya, mana mungkin Indonesia akan menggapai lumbung pangan dunia, jika menghadapi El Nino saja kita telah kelimpungan.

Langkah Pemerintah menggenjot produksi padi setinggi-tingginya menuju swasembada beras adalah upaya nyata untuk memberi bukti, kita tidak gentar dengan adanya El Nino. Hal ini tidak jauh berbeda dengan fenomena swasembada beras 2022. Betapa hebatnya para petani Indonesia. Di saat seluruh warga dunia diserang Covid 19, ternyata para petani kita mampu menggenjot produksi padi, sehingga mampu mencapai swasembada beras.

Kehebatan petani padi semacam ini, belum tentu dimiliki oleh petani bangsa lain. Fakta ini memberi gambaran kepada kita, betapa kerennya para petani padi dalam memacu produksinya. Tinggal sekarang, sampai sejauh mana para penentu kebijakan sektor pertanian negeri ini, mampu “mengarahkan” petani untuk mewujudkannya. Ketahanan Pangan yang berkualitas, bukan hal yang tidak mungkin untuk diraih.

(PENULIS, LETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *