5 October 2024 17:29
Opini dan Kolom Menulis

KEREN, BULOG BELI GABAH PETANI

KEREN, BULOG BELI GABAH PETANI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Tidak bisa dipungkiri, sejarah mencatat Bulog adalah “sahabat sejati” petani. Bersama petani, Bulog atau sekarang namanya Perum Bulog, berketetapan hati untuk membangun bangsa dan negeri tercinta. Selaku operator pangan, Perum Bulog ingin tampil sebagai pengemban tugas dan amanah yang baik dan bertanggungjawab.

Itu sebabnya, ketika Wakil Menteri Pertanian Sudaryono meminta Perum Bulog untuk membeli gabah/beras petani sebesar 600 ribu ton hingga 1 juta ton dalam musim panen kali ini, maka kepiawaian Perum Bulog akan diuji. Catatan pentingnya adalah apakah tepat bila Perum Bulog harus membeli beras dari petani, mengingat yang dimiliki sebagian besar petani hanya gabah kering panen ?

Sedangkan di sisi lain, kita juga memahami, mereka yang memiliki beras di lapangan, umumnya para bandar, tengkulak, pengusaha penggilingan, pedagang dan Perum Bulog sendiri. Jadi, akan terlihat lebih realistis, penugasan yang diberikan kepada Perum Bulog adalah membeli gabah petani. Bukan membeli beras petani.

Jujur kita akui, selama ini kata-kata Perum Bulog merupakan sahabat sejati petani, lebih mengedepan sebagai slogan atau jargon, ketimbang fakta di lapangan. Persahabatan Perum Bulog dengan petani, sepertinya kalah erat dibandingkan persahabatan bandar/tengjulak dengan petani. Ada suasana kebatinan yang berbeda antara petani dengan bandar/tengkulak, dari pada petani dengan Perum Bulog.

Sebagai gambaran, bandar/tengkulak terekam lebih mampu memberi solusi keuangan bagi petani, ketika mereka memerlukan uang yang sifatnya mendadak ketimbang Perum Bulog. Ketika ada anak petani yang mendadak sakit dan harus dirawat di Puskesmas, para bandar/tengkulak inilah yang pertama kali memberi uluran tangan untuk membantunya.

Akibatnya, suatu hal yang lumrah terjadi, jika sebelum panen tiba, padi yang ditanamnya telah digadaikan kepada para bandar/tengkulak. Tidak jarang, saat panen berlangsung, para petani hanya melongo menyaksikan hasil panennya dipetik oleh bandar/tengkulak. Para petani sendiri, hanya menikmati jerami yang tersisa. Mereka inilah yang disebut selaku petani jerami.

Persoalan seriusnya adalah langkah apa sebaiknya yang perlu digarap Perum Bulog agar kiprah dan gerakannya tidak kalah cepat seperti yang dilakukan bandar/ tengkulak ? Adakah jurus ampuh dari Perum Bulog untuk membangun “suasana kebatinan” yang lebih inten dan berkualitas dengan para petani padi di lapangan ? Perum Bulog memang harus tampil lebih “motekar” lagi.

Dilihat dari kepemilikan, umumnya gabah dikuasai petani dan beras dikuasai para pedagang, penggilingan padi, bandar, tengkulak dan bisa jadi Perum BULOG. Dalam kehidupan sehari-hari, yang kita dengar ada istilah “petani gabah” dan “pedagang beras”. Kita hampir tidak pernah mendengar ada sebutan “petani beras” atau “pedagang gabah”. Inilah fakta kehidupan yang harus kita terima keberadaannya.

Dalam usahatani padi, terdapat perbedaan nilai tambah ekonomi oleh mereka yang menguasai gabah dan menguasai beras. Pemilik gabah relatif akan memperoleh nilai tambah ekonomi yang lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang memiliki beras. Hal ini dapat dianalisis dari penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras. HPP Gabah diusahakan untuk selalu lebih rendah dari HPP Beras.

Di sisi lain, kita juga memahami, mengapa setiap panen, petani selalu menjual hasil usahatani padinya dalam wujud gabah ? Lalu, pertanyaannya berlanjut, mengapa tidak dalam bentuk beras ? Jawabannya tentu bisa macam-macam, tergantung di posisi mana dirinya berada. Padahal, diberbagai kesempatan telah diusulkan agar kita secepatnya merubah potret petani. Dari “petani gabah” menjadi “petani beras”.

Tanpa ada keberpihakan Pemerintah yang nyata dan tegas, mana mungkin para petani padi akan manpu merubah statusnya. Petani padi, tetap saja akan menghasilkan dan menjual dalam bentuk gabah, setiap panen padi berlangsung. Hasrat menggeser posisi dari petani gabah ke arah petani beras, rupanya tidak cukup dikemas dalam kemauan politik (political will) saja, namun yang lebih dimintakan adalah tindakan politillknya (political action).

Salah satu upaya menjadikan para petani padi mampu menjadi “petani beras” adalah dengan memberi bantuan langsung kepada para petani padi yang dikelola oleh Kelompok Tani atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), seperangkat penggilingan padi skala mini (huller). Bantuan Langsung, yang selama ini lebih banyak berupa alat mesin pertanian (alsintan) untuk menggenjot produksi, kini sudah waktunya dilengkapi dengan bantuan langsung alat untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi para petani.

Mesin penggilingan padi skala mini yang dalam pengelolaannya ditempuh oleh Gabungan Kelompok Tani atau Koperasi Petani, sebetulnya merupakan langkah nyata Pemerintah dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan petani. Mesin penggilingan padi skala mini ini, jika dapat dikelola dengan baik, akan menjadi kekuatan utama para petani padi dalam melepas hasil panennya dengan harga yang lebih menjanjikan.

Jujur untuk disampaikan, dalam suasana perberasan nasional, yang kini terekam sedang tidak baik-baik saja, sangat dibutuhkan adanya terobosan cerdas dari para penentu kebijakan di bidang perberasan untuk mencarikan jalan keluar terbaik nya. Penurunan jumlah surplus beras dari tahun ke tahun, ditambah dengan kenaikan harga beras yang dinilai ugal-ugalan, pada dasarnya telah tampil menjadi masalah serius yang perlu digarap dan ditangani dengan segera.

Jangan biarkan komoditas politis dan strategis sekelas beras menjadi liar dan tak terkelola dengan baik, khususnya dari sisi produksi dan harga di pasaran. Pemerintah perlu mampu menggenjot produksi yang setinggi-tingginya untuk menjamin kebutuhan beras yang diperlukan sekaligus mampu mengendalikan harga beras agar berada pada tingkat yang wajar. Beras jangan sampai defisit dan harganya harus terjangkau masyarakat.

Perum BULOG sebagai operator pangan, sudah waktunya memposisikan diri sebagai “sahabat petani”, yang selalu menunjukkan keberpihakan dan kecintaannya kepada petani. Perum BULOG, pasti tahu persis, sebagian besar petani padi di negeri ini, akan menjual hasil panenan mereka dalam bentuk gabah, bukan dalam wujud beras. Mereka kurang memiliki kemampuan dalam mengolah gabah menjadi beras.

Dihadapkan pada kondisi seperti ini, tidaklah salah jika Perum BULOG lebih fokus membeli gabah hasil panen petani dengan tingkat harga yang wajar, ketimbang membeli beras, yang umumnya dikuasai para pedagang beras. Ini penting disampaikan, karena keberadaan Perum BULOG sebagai BUMN mestilah mampu menyeimbangkan kedua fungsi yang merekat di dalamnya. Pertama adalah fungsi bisnis satunya lagi fungsi sosial.

Catatan kritisnya adalah pada tingkat harga gabah berapa para petani padi akan gembira dan bahagia ? Apakah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah yang ditetapkan sekarang ini (Peraturan Badan Pangan Nasional No. 4 Tahun 2024) memperlihatkan spirit ke arah itu, atau tidak ? Ah, rasanya tidak. Petani merasa riang, jika harga gabah mampu diatas angka Rp. 7000 – per kg
Sedangkan HPP Gabah sendiri dipatok pada angka Rp. 6000,- per kg.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *