13 April 2025 21:03
Opini dan Kolom Menulis

“KATEMPUHAN BUNTUT MAUNG”

“KATEMPUHAN BUNTUT MAUNG”

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

“Katempuhan buntut maung” dalam bahasa Sunda berarti “menanggung akibat dari perbuatan orang lain” atau “menjadi korban dari perbuatan orang lain”. Dalam konteks ini, “katempuhan buntut maung” menggambarkan situasi di mana seseorang harus menanggung akibat dari perbuatan orang lain, meskipun mereka tidak bertanggung jawab atas perbuatan tersebut.

Dalam mengarungi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di Tanah Merdeka ini, kerap kita saksikan adanya perilaku orang yang tidak bertanggungjawab atas kiprah yang dilakukannya. Sebut saja ada seorang suami yang menggadaikan rumah milik mertuanya. Dalam perkembangannya, akhirnya rumah itu dijabel karena tak mampu bayar utangnya.

Beberapa contoh lain peribahasa “Katempuhan Buntut Maung” dalam bahasa Sunda antara lain :
1. “Kuring katempuhan buntut maung, kudu tanggung jawab pikeun kesalahan batur” (Saya harus menanggung akibat dari kesalahan teman).
2. “Katempuhan buntut maung, urang kudu siap tanggung jawab” (Kita harus siap menanggung jawab jika terjadi kesalahan).

Contoh-contoh kalimat di atas, pada dasarnya menggambarkan situasi, di mana seseorang harus menanggung akibat dari kesalahan orang lain. Peribahasa ini mengajarkan kita untuk siap menanggung jawab dan tidak menyalahkan orang lain atas kesalahan yang terjadi. Dengan kata lain, peribahasa ini pun mengajak untuk bersikap kesatria.

Dari banyak pengalaman yang kita lalui, beberapa pelajaran yang dapat diambil dari peribahasa “Katempuhan Buntut Maung” adalah pertama tanggung jawab. Peribahasa ini mengajarkan kita untuk siap menanggung jawab atas kesalahan yang terjadi, bahkan jika kesalahan itu bukanlah kesalahan kita sendiri. Kedua adalah kesabaran. Kita harus sabar dan tidak menyalahkan orang lain atas kesalahan yang terjadi.
Ketiga, kerja sama. Peribahasa ini mengajarkan kita untuk bekerja sama dan saling membantu dalam menghadapi kesulitan. Keempat,
pengambilan pelajaran. Kita harus mengambil pelajaran dari kesalahan yang terjadi dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Mengambil hikmah kehidupan, bagian tak terpisahkan dari peribahasa ini.

Kelima, keadilan. Peribahasa ini mengajarkan kita untuk memahami bahwa keadilan tidak selalu berarti bahwa orang yang bersalah harus dihukum, tetapi juga memahami bahwa ada kalanya kita harus menanggung jawab atas kesalahan orang lain. Dan keenam, empati. Kita harus memiliki empati terhadap orang lain yang melakukan kesalahan dan tidak menyalahkan mereka secara berlebihan.

Dari berbagai pengalaman yang dapat kita petik, jelas tersirat dengan memahami pelajaran dari peribahasa “Katempuhan Buntut Maung”, kita dapat menjadi orang yang lebih bijak, sabar, dan memiliki tanggung jawab. Peribahasa ini menuntut kepada kita untuk selalu memahami apa yang menjadi kata hati orang lain. Disinilah sikap tenggang rasa dimintakan.

Namun begitu, tidak dapat dipungkiri, dalam mengarungi kehidupan, kita bisa saja mengalami katempuhan buntut maung. Untuk itu,
jika kita mengalami “Katempuhan Buntut Maung” (menanggung akibat dari kesalahan orang lain), maka ada beberapa sikap yang dapat kita ambil. Setidaknya ada 7 sikap yang sepatutnya kita tempuh, yakni :

Pertama, tetap tenang. Jangan terburu-buru atau marah. Tetap tenang dan pikirkan solusi yang tepat. Kedua, evaluasi situasi. Analisis situasi dan cari tahu apa yang terjadi. Identifikasi kesalahan yang dilakukan oleh orang lain. Ketiga, jangan menyalahkan. Sikap jangan menyalahkan orang lain secara berlebihan, perlu dipilih. Fokus pada solusi dan cara memperbaiki situasi.

Keempat, cari solusi. Artinya, cari solusi yang tepat untuk memperbaiki situasi. Jangan ragu untuk meminta bantuan jika diperlukan. Kelima, belajar dari kesalahan yang terjadi. Lalu, identifikasi apa yang dapat dilakukan untuk mencegah kesalahan serupa di masa depan. Keenam, jangan memikul beban sendirian. Bagi beban dengan orang lain jika memungkinkan.

Dan ketujuh, tetap profesional dan tidak membiarkan emosi mengganggu keputusan kita. Keseimbangan iman, akal dan rasa, tetap harus menjadikan landasan untuk bersiksp. Dengan mengambil sikap yang tepat, mestinya kita dapat mengatasi situasi “Katempuhan Buntut Maung” dengan lebih baik dan meminimalkan dampak negatif.

Semoga jadi bahan perenungan kita bersama. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *