2 July 2024 09:14
Opini dan Kolom Menulis

KAPAN LAGI SWASEMBADA BERAS ?

KAPAN LAGI SWASEMBADA BERAS ?

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sangat memilukan, jika ada pertanyaan : “kapan lagi Indonesia akan meraih lagi swasembada beras” ? Lalu dijawab dengan singkat : ” ya kapan-kapan”. Jawaban ini, betul-betul tidak teknokratik. Dalam jawaban tersebut, jelas tidak ada nilai kejuangan bangsa Indonesia, yang dikenal sebagai pejuang handal dan mampu mengusir penjajah dari Tanah Merdeka ini.

Boleh jadi, jawabannya akan lebih keren jika terdengar “secepatnya”. Atau, “dalam tempo yang sesingkat-singkatnya” kita akan raih kembali swasembada beras. Jawaban seperti ini, tentu bukan mengada-ada. Pengalaman menunjukkan, Indonesia memang memiliki kemampuan untuk mewujudkannya. Bukan omong doang, bila Indonesia mampu berswasembada beras.

Dua kali Indonesia menyabet piagam penghargaan berkelas dunia, sebagai bangsa yang mampu berswasembada beras, sudah kita buktikan kepada bangsa-bangsa lain di dunia. Pertama, tahun 1984, yang ketika itu diberikan oleh Badan Pangan Dunia (FAO) dan kedua adalah tahun 2022, yang diberikan oleh Lembaga Riset berkelas internasional IRRI (International Rice Reasearch Institute).

Diterimanya piagam penghargaan berkelas dunia kepada negara dan bangsa ini, atas kisah sukses meraih swasembada beras, membuktikan Indonesia mampu meningkatkan produksi beras dengan angka cukup signifikan. FAO atau IRRI meyakini Indonesia mampu menggapainya, walau swasembada beras yang kita raih lebih bersifat “swasembada beras on trend”.

Semua tahu persis, swasembada beras on trend, bukanlah swasembada beras permanen. Artinya, yang dimaksud swasembada beras adalah tahun 1984 kita swasembada beras, namun beberapa tahun berikutnya, lagi-lagi kita harus impor beras dengan angka cukup besar. Begitu pun dengan swasembada beras tahun 2022. Tahun 2024nya, kembali bangsa kita melakukan impor beras, dengan angka sekitar 3,6 juta ton.

Begitulah makna swasembada beras on trend. Kalau iklim dan cuaca bersahabat dengan petani, sehingga tidak membuat gagal panen, tentu produksi beras akan meningkat, namun sebaliknya bila iklim dan cuaca tidak bersahabat atau tingginya serangan hama dan penyakit tanaman, maka produksi tidak akan meningkat sebagaimana yang diharapkan.

Pengalaman swasembada beras 2022, cukup menarik untuk dicermati lebih seksama. Bukan saja, hal ini memggambarkan belum sistemiknya Tata Kelola Sistem Perberasan, tapi juga memperlihatkan lemahnya dalam membaca tanda-tanda jaman yang kini tengah menggelinding. Jadi, tidak heran bila beberapa bulan setelah mendapat piagam penghargaan, maka Pemerintah langsung membuka lagi kran impor.

Dengan demikian, dapat ditegaskan, titik lemah utamanya terletak pada belum berkualitasnya perencanaan dan diperlukam integrasi kebijakan, baik antar Kementerian/Lembaga atau antara Pusat dan Daerah. Fakta menunjukkan, hingga detik ini pun, bangsa ini belum memiliki regulasi terkait dengan Perencanaan Pangan, termasuk di dalamnya komoditas beras.

Itu sebabnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Badan Pangan Nasional (BAPANAS), dalam waktu sesegera mungkin, perlu bersinergi dan berkolaborasi untuk merumuskan Perencanaan Pangan seperti diamanatkan Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Catatan kritisnya, mengapa Pemerintah seperti yang enggan menerbitkannya ?

Perencanaan Pangan yang akan disusun, mestinya mampu memberi solusi cerdas guna menciptakan “simpul koordinasi” pembangunan pangan, yang kini telah tercerai-berai seusai Dewan Ketahanan Pangan dibubarkan Pemerintah beberapa tahun lalu. Anehnya lagi, sampai saat ini pun belum ada lembaga yang sifatnya ad hok, namun memiliki keperkasaan dalam perumusan kebijakan di bidang pembangunan pangan.

Simpul koordinasi ini penting, karena pembangunan pangan yang kita garap, baik dalam upaya mewujudkan swasembada pangan, ketahanan pangan, kemandirian pangan dan kedaulatan pangan, tidak mungkin terwujud bila kita tetap mengandalkan pendekatan yang sifatnya sektoral. Pembangunan pangan sifatnya multi-sektor yang perlu digarap dengan banyak pendekatan.

Inilah pertimbangan pokok, mengapa sangat dibutuhkan adanya “integrasi kebijakan”, baik antar Kementerian/Lembaga atau antara Pusat dan Daerah, dalam tata kelola program dan kegiatan di lapangan. Catatan kritis yang perlu dicarikan jawaban cerdasnya adalah siapa atau kelembagaan negara mana yang akan diberi kehormatan dan tanggungjawab untuk menjadi “prime mover” dan pembawa pedang samurai nya ?

Sejak BAPANAS dilahirkan sekitar 3 tahun lalu, sebetulnya kita berharap agar Pemerintah benar-benar memberi dukungan optimal terhadap perjalanan dan perkembangan BAPANAS. Sayang, berdasarkan pengamatan yang ada, mana mungkin BAPANAS akan tampil sebagai lembaga negara uang menangani urusan pangan secara baik, bila tidak ditopang anggaran pembangunan yang layak dan memadai.

Ke depan kita berharap agar para penentu kebijalan keuangan negara, baik tingkat Pusat atau Daerah, mampu lebih cerdas dalam mengucurkan anggaran (APBN dan APBD) terhadap kebutuhan yang sifatnya strategis dan patut diprioritaskan. Pangan adalah salah satu sektor yang penting ditangani dengan serius. Sebab, pangan, khususnya beras, di negeri ini, jadi penentu mati-hidupnya suatu bangsa.

Andaikan beberapa catatan yang disampaikan diatas dapat dikelola dengan penuh kehormatan dan rasa tanggungjawab, kita optimis dalam beberapa tahun mendatang, bangsa ini, kembali akan dapat mencatatkan diri kembali sebagai bangsa yang berswasembada beras. Sebagai bangsa pejuang, kita harus mampu meraihnya. Ayo kita buktikan rame-rame !

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Munafik

MUHASABAH SHUBUHSelasa, 2 Juli 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUNAFIQ Saudaraku, ketahuilah bahwa sifat munafik adalah sifat yang merusak ahlak manusia,

Read More »

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 30 Juni 2024Awa Koswara, S.PdGuru SDN Cibeunying 2 Majalaya Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *