7 July 2024 00:27
Opini dan Kolom Menulis

JUJURLAH KEPADA PETANI

JUJURLAH KEPADA PETANI


OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

78 tahun merupakan waķtu yang cukup panjang bagi perjalanan sebuah bangsa. Begitu pun dengan Indonesia. Tidak lama lagi, bangsa kita akan memperingati hari kemerdekaan yang ke 78 tahun. Pemerintah sendiri telah meluncurkan logo resmi hari ulang tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia (RI). Logo HUT RI pada 2023 ini dipilih langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Logo Hari Kemerdekaan ke-78 RI ini mencerminkan rasa tegas, stabil, lugas, dan kesatuan.

Logo itu bermakna meneruskan laju pertumbuhan secara kolektif, mendorong seluruh elemen bangsa untuk memiliki sifat tanggung jawab bersama, dan bergerak secara harmoni menuju Indonesia Maju. Pembangunan tidak bisa lagi ditempuh hanya dengan pembangunan sektoral. Kini saatnya pembangunan dikemas dengan mengembangkan pendekatan multi-sektor.

78 tahun Indonesia Merdeka, di berbagai aspek kehidupan, rupanya masih menyisakan banyak tantangan dan masalah yang butuh penanganan lebih sungguh-sungguh lagi. Salah satunya yang berkaitan dengan nasib dan kehidupan kaum tani, khususnya petani berlahan sempit. Bagi mereka, 78 tahun Indonesia Merdeka, ternyata negara ini belum mampu hadir di tengah-tengah kehidupannya.

Walau mereka memiliki hak untuk hidup sejahtera dan bahagia, namun kewajiban Pemerintah untuk mensejahterakan dan membahagiakan mereka, sepertinya, belum mampu diwujudkan. Petani berlahan sempit masih saja hidup nelangsa dan tetap terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan yang tidak berujung pangkal.

Sebetulnya telah banyak kebijakan, program dan kegiatan yang ditempuh Pemerintah dalam mensejahterakan petani beserta keluarganya. Setiap Pemerintahan yang manggung di Tanah Merdeka ini, selalu menjadikan pembangunan pertanian termasuk di dalamnya pembangunan petani sebagai titik kuat strategi pembangunan yang dipilihnya.

Para penentu kebijakan bangsa kita sadar, yang namanya kaum tani, janganlah terus-terusan terjebak dalam kehidupan yang memilukan dan mengenaskan, sehingga terkesan sebagai korban pembangunan. Tapi, sesuai dengan hak yang digenggamnya selaku warga bangsa, mereka pun perlu secepatnya disejahterakan kehidupannya oleh Pemerintah. Negara dan Pemerintah penting memperlihatkan keberpihakan terhadap perwujudan kesejahteraan petani.

Petani berlahan sempit atau sering disebut sebagai petani gurem, memang belum pantas dikatakan sebagai penikmat pembangunan. Berbeda dengan para pengusaha sekelas konglomerat. Mereka tampak tengah merasakan bagaimana nikmatnya hidup di Tanah Merdeka. Fasilitas hidup mewah telah dimilikinya.

Kantor grup yang dipimpinnya terlihat menjulang tinggi. Rumah tinggalnya mentereng dan keren. Kendaraan sehari-harinya tergolong ke dalam deretan mobil mewah. Mereka pun terlihat tengah menikmati kemajuan teknologi informasi yang paling mutakhir. Tidak salah jika banyak yang memvonis, mereka inilah yang paling cocok disebut selaku penikmat pembangunan. 78 tahun Indonesia Merdeka, betul-betul mereka rasakan.

Ironisnya, di tempat lain masih kita temukan pula adanya warga bangsa yang suasana hidupnya sangat tojai’ah dengan yang dinikmati para konglomerat diatas. Mereka inilah yang kita kenali sebagai petani berlahan sempit. Pekerjaan yang mereka lakukan sehari-hari ternyata belum mampu mendongkrak kehidupannya ke arah yang lebih sejahtera dan bahagia.

Bahkan istilah hidup layak pun belum dapat mereka raih. Padahal, mereka termasuk golongan yang disebut selaku pahlawan pangan. Profesi yang digelutinya benar-benar penuh kemuliaan dan membuat nyawa anak bangsa tetap tersambung. Terbayang, jika para petani melakukan mogok kerja. Nanti, siapa yang akan memberi makan kita semua ?

Sebagai warga bangsa, petani berlahan sempit, perlu untuk diberdayakan dan dimartabatkan kehidupannya. Jangan sampai mereka hidup dalam suasana yang tidak senafas dengan cita-cita dimerdekakannya bangsa dan negeri tercinta ini. Kalau salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan umum, tentu di dalamnya termasuk para petani berlahan sempit juga.

Persoalannya adalah sampai sejauh mana Pemerintah serius untuk mewujudkannya ? Petani juga harus dibela dan dilindungi, sekiranya ada kebijakan yang nyata-nyata ingin meminggirkan mereka dari panggung pembangunan. Itu sebabnya, sekitar 10 tahun lalu, Pemerintah melahirkan Undang Undang No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Tidak lama lagi bangsa ini akan memilih Presiden 2024-2029. Artinya, kita akan memiliki RI 1 yang baru. Kita berharap agar Presiden NKRI ke depan adalah sosok yang berani jujur kepada para petani berlahan sempit. Bagaimana seorang Pemimpin dapat hadir dan mensolusikan betapa jelimetnya kebijakan pupuk bersubsidi ?

Ini berarti, kalau setiap tahun Pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar 25 trilyun rupiah, apakah hasilnya telah terasakan secara nyata oleh para petani ? Pemimpin yang diimpikan adalah sosok yang dapat menyediakan pupuk ketika petani membutuhkannya. Lebih jauhnya lagi, bangsa ini sangat merindukan adanya Pemimpin yang mampu bersuara lantang dan menyuarakan kecintaannya kepada petani.

Petani memang butuh kejujuran dari para pemimpin bangsanya. Pemimpin yang diharapkan, bukan sosok yang hanya mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Namun, bangsa ini butuh pemimpin yang mampu memahami apa keinginan dan kebutuhan bangsa. Kita percaya, pemimpin mendatang adalah sodok yang mengerti betul soal “felt need” warga bangsa, khusus nya petani berlahan sempit.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *