8 January 2025 18:35
Opini dan Kolom Menulis

JANGAN LAGI PETANI KESULITAN PUPUK SAAT MUSIM TANAM TIBA

JANGAN LAGI PETANI KESULITAN PUPUK SAAT MUSIM TANAM TIBA

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sekarang ini para petani padi, kelihatannya sedang harap-harap cemas. Menjelang panen raya tiba beberapa waktu ke depan, petani khawatir bila harga gabah kembali anjlok ke tingkat harga yang tidak mampu menutup biaya produksi yang telah dikeluarkannya. Gejala ke arah itu, kini sudah menampakkan sinyal. Harga gabah telah melorot ke angka Rp.6700,- per kg. Padahal, beberapa hari lalu, harga gabah masih diatas angka Rp.7000 – per kg.

Tidak hanya itu rasa was-was yang menyelinuti kehidupan petani. Ketakutan saat panen raya berlangsung di musim hujan karena sergapan La Nina, juga membuat petani ketar-ketir, karena ketidak-siapan mereka menyambut datangnya panen di musim penghujan. Kerisauan para petani padi ini, mestinya sudah diketahui oleh Pemerintah, sehingga telah tersedia jurus-jurus cerdas untuk mengatssinya.

Turunnya harga gabah saat panen raya tiba, mestinya sudah dapat diantisipasi oleh Pemerintah. Syahwat untuk menurunkan harga beras yang selama ini mengalami kenaikan dengan “ugal-ugalan”, jangan sampai membuat harga gabah juga ikut anjlok. Dalam hal ini, jika Pemerintah ingin berpihak ke petani dan berkehendak untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan lebih nyata, maka solusinua adalah “turunkan harga beras saat ini, tanpa harus menurunkan harga gabah”.

Pertanyaannya adalah strategi, kebijakan, program dan kegiatan seperti apa yang dapat ditempuh Pemerintah untuk mewujudkan harapan yang demikian ? Jawaban ini cukup menarik dan penting. Jalan keluarnya tidak bisa hanya digarap lewat pola pikir yang sifatnya biasa-biasa saja, namun sangat dibutuhkan adanya terobosan cerdas yang sangat luar biasa. Pemerintah dengan kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya, mestinya mampu mewujudkannya.

Hal yang tak kalah penting untuk dicarikan jalan keluarnya bagaimana agar pada saat musim tanam tiba, petani tidak mengeluhkan lagi soal kelangkaan pupuk bersubsidi. Petani ingin mendapat jaminan dari Pemerintah tentang ketersediaan pupuk ini. Petani tidak mau lagi di waktu musim tanam datang, pupuk bersubsidi hilang dari pasar. Wujud negara hadir dalan kesulitan petani, salah satunya pupuk bersubsidi betul-betul dapat dinikmati oleh para petanibdi lapangan.

Menghadapi musim tanam kali ini, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, memastikan Presiden Joko Widodo telah menyetujui penambahan kuantum pupuk pada anggaran 2024 sebesar 9,55 juta ton. Tadinya, jumlah kuantum yang ada hanya 4,5 juta ton. Dalam perjalanannya nanti, dengan penambahan jumlah ini, maka petani pun akan mendapat diskon pupuk subsidi sebesar 40 persen.

Kebijakan penambahan ini ditempuh mengingat Presiden Jokowi memiliki komitmen dan perhatian sangat besar terhadap sektor pertanian, terutama dalam menjaga produktivitas. Dengan adanya penambahan ini, para petani tak perlu risau akan ketersediaan pupuk. Mengapa ? Sebab, saat ini pupuk dalam kondisi cukup. Petani hanya fokus pada peningkatan produktivitas untuk mewujudkan swasembada pangan.

Pupuk, memang harus tersedia dengan jumlah cukup, sekiranya kita ingin menggenjot produksi dan produktivitas hasil pertanian setinggi-tingginya menuju swasembada. Pengalaman masa lalu, dimana petani selalu mengeluh kelangkaan pupuk bersubsidi, atau pupuk menghilang dari pasar, tatkala musim tanam tiba, jangan sampai terulang kembali di masa kini dan masa yang akan datang.

Catatan kritis untuk menyikapi hal demikian adalah mengapa langkah menambah jumlah pupuk bersubsidi ini, baru dilakukan sekarang dan tidak digarap sejak dulu ? Terlupakan atau memang belum ada niat untuk melakukannya ? Ya, inilah anehnya hidup di Tanah Merdeka. Pemerintah seperti yang telah terbius untuk memposisikan diri sebagai petugas “pemadam kebakaran” dalam menangani sebuah persoalan.

Langkah Presiden Jokowi menambah anggaran sektor pertanian sebesar 5,8 trilyun rupiah dan tambahan 14 trilyun rupiah untuk pupuk bersubsidi, menunjukkan berapa berpihaknya Pemerintah terhadap sektir pertanian. Ini berarti, kesimpulan yang nenyebut Pemerintah tidak berpihak ke sektor pertanian, tentu bakalan pupus dengan sendirinya.

Bagi kebanyakan petani padi, yang namanya pupuk dan pemupukan merupakan faktor yang sangat penting dalam menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada. Omong kosong, tanpa penggunaan pupuk yang berimbang, kita akan mampu menggenjot produksi. Itu sebabnya, sangat tepat kakau Pemerintah memberi atensi khusus terhadap pupuk bersubsidi ini.

Pengalaman yang menunjukkan betapa sulitnya membuat SATU antara kebijakan dan pelaksanaan, sebetulnya bukan hanya dirasakan dalam soal pupuk bersubsidi semata. Program lain pun mengalami hal yang sama. Sebut saja soal program diversifikasi pangan. Sebagai wujud kebijakan program ini cukup jelas, sayang dalam penerapan nya masih banyak kendala yang butuh penanganan lebih cerdas lagi.

Penjelasan PT Pupuk Indonesia yang membangun iklim transparansi secara nyata, setidaknya mampu membelalakan mata masyarakat terkait dengan gambaran riel kebijakan pupuk bersubsidi dari sisi ketersediaan dan perencanaan pupuk itu sendiri. Kini masyarakat tahu persis mengapa petani selalu mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi. Jawabannya, karena pupuknya memang kurang.

Untuk menutupi kekurangannya itu, Presiden Jokowi langsung menjawabnya dengan memberi tambahan anggaran 14 trilyun rupiah. Walau hal ini masih harus menunggu persetujuan DPR, kita yakin kalangan Wakil Rakyat pun bakal meng-acc-nya. Hanya jika tidak, apakah kita masih pantas untuk menyebut mereka sebagai “Yang Terhormat” ?

Persoalan berikutnya adalah apakah data yang digunakan untuk mengkalkulasi jumlah pupuk bersubsidi yang dibutuhkan petani berkualitas ? Atau datanya masih abal-abal, karena belum ditempuhnya revitalisasi dari proses penetapan data yang selama ini dilakukan ? Inilah sebetulnya, masalah lain yang butuh pencermatan kita bersama.

 

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *