4 July 2024 10:30
Opini dan Kolom Menulis

JANGAN BANGGA DENGAN IMPOR BERAS

JANGAN BANGGA DENGAN IMPOR BERAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Menarik pernyataan yang disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional Arif Prasetyo Adi. Ditegaskan, impor beras yang kita lakukan, bukanlah suatu kebanggaan. Impor beras terpaksa dilakukan, karena produksi petani padi di dalam negeri memang kurang dan tidak mampu memenuhi kebutuhan. Kita harus bangga jika tidak melakukan impor beras.

Sebagaimana yang kita kenali bersama, semangat Ketahanan, Kemandirian dan Kedaulatan Pangan seperti yang diamanatkan Undang Undang No. 18/2012 tentang Pangan, sebisa mungkin, kita tidak lagi menempuh kebijakan impor pangan. Bangsa ini berkewajiban untuk menggenjot produksi dan produktivitas setinggi-tingginya menuju swasembada.

Adanya sergapan El Nino dan dampak pandemi Covid 19 yang belum tertuntaskan, menjadikan sektor pertanian belum mampu tampil lebih prima. Masalahnya menjadi semakin menjelimet, ketika Menteri dan Sekjen juga salah seorang Direktur di Kementerian Pertanian terseret kasus korupsi. Hal ini membuat dunia pertanian kita semakin terpuruk dan memalukan.

Dampak nyata sergapan El Nino, menyebabkan produksi beras mengalami penurunan dengan angka yang cukup signifikan. Dibandingkan dengan tahun lalu, surplus beras tahun ini mengalami penurunan jumlah yang cukup signifikan. Tahun lalu, surplus beras kita masih tercatat sekitar 1,34 juta ton. Tahun ini diprediksi hanya sebesar 700 ribu ton.

Tanpa ada terobosan cerdas, boleh jadi untuk tahun-tahun berikutnya, surplus beras akan makin mengecil jumlahnya, bahkan tidak tertutup peluang akan defisit. Suasana ini, tentu tidak boleh dibiarkan. Bagaimana pun, yang namanya surplus beras harus kita raih. Betapa memalukan, sebuah negeri yang pernah berswasembada beras, kini harus mengalami defisit beras.

Sebetulnya, ada beberapa hal yang dapat digarap agar bangsa ini terbebas dari impor beras. Selain kita dituntut untuk terus-menerus menggenjot produksi, kita pun diminta untuk dapat mengerem laju konsumsi beras masyarakat. Kebutuhan konsumsi masyarakat perlu ditekan sedemikian rupa, sehingga kebutuhan beras untuk konsumsi dapat dikurangi.

Itu sebabnya, disamping saat ini Pemerintah menerapkan kebijakan penambahan luas tanam dan percepatan masa tanam, kebijakan penganekaragaman pangan pun, tetap harus ditempuh secara tersistem dan berkesinabungan. Meragamkan pola makan masyarakat supaya tidak tergantung kepada satu jenis komodit pangan pokok, saat ini tampil sebagai kebutuhan yang utama.

Pemerintah sendiri, sebetulnya telah berbuat banyak untuk menjalankan program diversifikasi pangan. Beberapa Kepala Daerah, malah mampu melahirkan banyak inovasi guna mendukung penerapan penganekaragaman pangan. Dulu kita ingat adanya Kepala Daerah yang menerapkan kebijakan di wilayahnya untuk melaksanakan.program.”one day no rice”.

Untuk beberapa waktu, program “satu hari tanpa nasi”, memang berjalan dengan baik. Setiap hari rabu, kita saksikan, kantin dan warung yang ada diseputaran Kantor Pemda, terlihat tidak menjual nasi. Mereka menghidangkan “nasi jagung” atau :nasi singkong”. Yang disayangkan, program seperti ini hanya berlangsung di saat waktu keproyekan tengah berjalan. Proyeknya selesai, berakhir pulalah kegiatannya.

Beginilah program diversifikasi pangan yang dikemas Pemerintah dalam bentuk keproyekan. Dalam pelaksanaan di lapangan, terkesan hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Atau bisa juga disebut sesuka hati saja. Diversifikasi pangan terlihat kalah pamor dengan program peningkatan produksi. Padahal, apalah artinya produksi yang meningkat jika laju konsumsinya tidak dikendalikan.

Di sisi lain, kita juga memahami, kebutuhan beras untuk bangsa ini semakin meningkat. Beras ysng dibutuhkan, bukan hanya untuk mencukupi keperluan konsumsi masyarakat, namun kebutuhan untuk menguatkan cadangan beras Pemerintah pun terekam semakin meningkat. Dulu, kita memproyeksikan cadangan beras Pemerintah cukup antara 1 – 1,5 juta tom.

Akan tetapi, dalam beberapa minggu lalu. Presiden Jokowi meminta agar stok beras kita ditingkatkan menjadi 3 juta ton. Menambah cadangan 1,5 juta ton, bukanlah hal yang mudah dilakukan. Terlebih di saat produksi beras dalam negeri melorot dan warga dunia diancam terjadinya krisis pangan global. Sangat diperlukan kerja cerdas untuk meluruskan keinginan Presiden Jokowi diatas.

Soal lain yang tidak terencana dengan baik adalah meningkatnya permintaan atas “beras politik” yang dikemas dalam bentuk bantuan langsung pangan/beras. Jumlahnya pun tidak kepalang tanggung. Kalau setiap bulan kita harus menggelontorkan beras sebesar 10 kg untuk sejumlah 21,3 juta penerima manfaat, dapat dihitung berapa kebutuhan beras yang haris disiapkan.

Setelah dihitung, untuk waktu 6 bulan saja, kita butuh beras sekitar 1,26 juta ton. Kalau diperpanjang sampai 12 bulan, maka kita butuh beras sekitar 2,5 juta ton. Catatan kritisnya adalah dari mana kita akan mendapatkan beras dalam jumlah yang cukup besar, padahal kita tahu, produksi beras dalam negeri tengah menurun dengan angka yang cukup signifikan, karena adanya dampak nyata dari El Nino ?

Jawaban gampangnya, ya impor saja. Benarkah kebijakan impor beras dinilai sebahai “dewa penolong” untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri, atau tidak, dimana impor beras merupakan pilihan terburuk untuk keberlanjutan perjalanan bangsa ke depan ? Namun begitu, menjadi salah besar jika ada pihak yang merasa bangga dengan impor beras yang kita lakukan.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Jangan Sembunyikan Ilmumu

WASILLAH SHUBUHKamis, 4 Juli 2024. BismillahirahmanirahimAssallamu’alsikum wr wbrkt JANGAN SEMBUNYIKAN ILMUMU. Saudaraku…Ketika saya menyampaikan postingan tentang agama, itu tidak berarti

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *