12 January 2025 12:16
Opini dan Kolom Menulis

ISU PANGAN DALAM POLITIK

ISU PANGAN DALAM POLITIK

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Ada pertanyaan mendasar yang penting dijawab. Apakah benar kondisi pangan di negeri ini terlihat sedang baik-baik saja ? Atau tidak, dimana saat ini terekam bantak hal yang mutlak dibenahi lebih dalam lagi. Dari sisi produksi misalnya, bukankah kita sedang risau dengan diduganya bakal ada El Nino ? Lalu, kita juga dibuat was-was dengan terjadinya “levelling off” dari berbagai jenis komoditas pangan ?

Selanjutnya, banyak infrastruktur pertanian seperti irigasi yang sekarang tampak banyak mengalami kerusakan, mengingat terbatasnya anggaran, baik ABPN mau pun APBD untuk memelihara irigasi ? Tak kalah pentingnya untuk dicermati secara seksama adalah soal kualitas infrastruktur jalan dari sentra produksi ke pasar yang semakin memburuk.

Tidak hanya dari sisi produksi kita perlu was-was. Dari sisi harga pun terekam suasana yang mengkhawatirkan. Salah satu yang mencengangkan adalah merangkaknya harga beras di pasaran. Setelah naik, ternyata harga beras seperti yang ngak mau turun. Pemerintah benar-benar seperti yang tak berdaya melawannya.

Berbagai langkah untuk menurunkan harga beras, telah diupayakan Pemerintah. Usaha itu terkesan sia-sia. Operasi pasar beras murah hampir setiap saat dilakukan. Penggelontoran beras impor juga telah dilaksanakan. Masalahnya menjadi semakin rumit, ketika menjelang Hari Lebaran tiba. Sebab, secara psikologis di saat menjelang Hari Hari Besar Keaganaan dan Nasional tiba, harga kebutuhan bahan pangan, cenderung akan naik.

Tak kalah pentingnya juga dari sisi konsumsi. Program penganekaragaman pangan, kelihatan belum memberi hasil yang memuaskan. Laju konsumsi beras per kapita per tahun masyarakat masih cukup tinggi. Masyarakat rupanya belum mampu mengerem hasrat untuk mengkonsumsi nasi.

Masyarakat masih doyan makan nasi dan belum mampu menggantinya dengan jenis bahan pangan non beras. Pemerintah sendiri sebaiknya berkaca diri. Apakah langkah dan pelaksanaan diversifikasi pangan telah berjalan secara sistemik, atau masih parsial ? Apakah Pemerintah masih akan mengandalkan pendekatan proyek atau akan mulai menerapkan pendekatan gerakan ?

Isu pangan sebagaimana digambarkan diatas, terlihat sangat sexy untuk dijadikan bahan kampanye dan debat politik antara para Calon Presiden. Hal ini penting, karena siapa pun yang berkeinginan untuk menjadi RI 1, dirinya perlu memiliki wawasan politik pangan yang kuat. Presiden NKRI, berbeda dengan Pemimpin bangsa-bangsa lain.

Bukan karena Presiden NKRI memikul beban untuk dapat mewujudkan swasembada, ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan, namun dirinya pun dituntut untuk selalu menunjukkan keberpihakannya terhadap pangan. Atas gambaran yang demikian, tidak ada salahnya bila kita sebagai rakyat mencoba untuk menguji Calon Presidennya, melalui diskusi hangat terkait komitmennya terhadap pembangunan pangan itu sendiri.

Betul apa yang dikatakan Proklamator bangsa Bung Karno, sekitar 70 tahun lalu. Pangan identik dengan mati-hidup nya suatu bangsa. Bagi bangsa kita, pangan merupakan sumber kehidupan dan penghidupan sebagian besar masyarakat. Pangan inilah yang membuat nyawa kehidupan warga bangsa tetap tersambung.

Menyadari betapa penting nya pangan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, maka siapa pun yang diberi mandat oleh rakyat menjadi pengelola bangsa dan negara, jangan pernah terpikirkan dalam benak mereka untuk bermain-main dengan urusan pangan atau mengelola nya dengan setengah hati.

Alhamdulilah, bagi bangsa kita, setiap Pemerintahan yang berkuasa, selalu memperlihatkan keberpihakan nyata terhadap pembangunan pangan. 77 tahun Indonesia merdeka, setiap Presiden NKRI selalu memposisikan pangan sebagai sektor pembangunan yang perlu ditangani secara serius.

Sejak Presiden Soekarno hingga ke Presiden Jokowi, soal pangan selalu menjadi prioritas untuk ditangani dengan baik. Hal ini terlihat dari setiap Rencana Pembangunan Jangka Panjang atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah nya. Dalam APBN/APBD sendiri, soal pangan selalu memperoleh perhatian utama.

Bahkan sejak lahir nya UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam PP No. 18/2016, pangan telah diposisikan sebagai urusan wajib Pemerintahan yang tidak terkait dengan pelayanan dasar. Pangan berbeda dengan sektor pertanian, perikanan, perdagangan, perindustrian dan lain-lain, yang diposisikan sebagai urusan pilihan.

Keputusan Pemerintah untuk menjadikan pangan sebagai urusan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar, sebetul nya dilandasi oleh pemikiran agar setiap Pemerintah Daerah memberi politik anggaran yang pantas untuk kebutuhan pembangunan pangan, khusus nya dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan ysng kokoh.

Dukungan anggaran yang memadai untuk pembangunan pangan sebenar nya dikunci dengan kalimat urusan wajib. Apa pun alasan nya, yang disebut dengan urusan wajib, memang perlu disiapkan program nya sekaligus dicukupi anggaran nya. Inilah yang membedakan dengan urusan pilihan.

Sangat logis dan masuk akal, penetapan pangan sebagai urusan wajib. Pangan memang pantas diprioritaskan. Pengalaman menunjukkan, banyak negara yang bubar jalan Pemerintahan nya dikarenakan kekurangan bahan pangan, namun tidak ada satu pun Pemerintahan yang berantakan bila negara tersebut kelebihan bahan pangan.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *