7 July 2024 00:43
Opini dan Kolom Menulis

Impor Beras: Kebutuhan Atau Pelengkap

IMPOR BERAS : KEBUTUHAN ATAU PELENGKAP ?


OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Istilah impor pangan atau impor beras, memang sangat tidak populer dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di negeri ini. Impor beras misalnya, dianggap sebagai kegagalan dalam menyediakan produksi padi di dalam negeri. Impor beras identik dengan ketidak-mampuan Pemerintah dalam mengelola perberasan itu sendiri.

Kementerian Pertanian sebagai lembaga negara yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan produksi padi setinggi-tingginya menuju swasembada, termasuk ke dalam Kementerian yang paling getol menolak impor beras. Terkadang Kementerian Pertanian harus berbeda pandangan dengan oknun-oknum dari Kementerian/Lembaga yang memiliki syahwat untuk mengimpor beras. Serunya lagi perdebatan ini seringkali terjadi di ruang publik.

Sebagai negara yang memiliki sumberdaya pertanian cukup melimpah, mestinya Indonesia tidak perlu terjebak dalam kebijakan impor beras. Pertanyaan apakah impor beras dianggap sebagai kebutuhan atau hanya sebagai pelengkap pada situasi tertentu, seharusnya dapat kita jawab dengan tegas : bukan kebutuhan.

Persoalannya, apakah sekarang produksi dalam negeri yang dihasilkan para petani memang mencukupi kebutuhan, kelihatannya butuh pendalaman lebih lanjut. Mencermati data yang ada, produksi padi dalam negeri, memang masih menunjukkan surplus, sekalipun jumlah surplusnya memperlihatkan tren yang menurun. Yang belum dicermati lebih jauh, bagaimana dengan kebutuhan di dalam negeri sendiri ?

Sebab, bila kita amati kebijakan yang ada, ternyata beras yang kita produksi, bukan hanya untuk memenuhi konsumsi dan cadangan beras Pemerintah semata, tapi juga kita butuh beras dalam jumlah yang cukup besar untuk bantuan sosial bagi para penerima manfaat yang cukup besar. Kebijakan bansos beras, merupakan hal baru yang dilakukan Pemerintah, setelah progran Raskin, Rastra dan BPNT dimodifikasi pelaksabaannta.

Artinya, kalau hanya untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dan cadangan beras Pemerintah, boleh jadi produksi dari dalam negeri mencukupi, namun jika harus juga memenuhi beras untuk bantuan sosial, solusi terbaiknya, ya harus impor. Membaca fenomena yang demikian, tidak keliru jika impor beras, memang harus ditempuh. Sebab, tanpa impor, jelas tidak ada beras bantuan sosial.

Langkah Pemerintah mengimpor beras 2 juta ton untuk tahun ini, sepertinya bukan kebijakan mengada-ada, namun ada tujuan lain yang ingin dilakukan, yakni memberi bantuan sosial beras bagi masyarakat miskin. Tak terbayang, bagaimana jadinya, jika tidak dilakukan impor beras sejumlah 2 juta ton, padahal produksi beras di dalam negeri, terganggu oleh adanya El Nino.

Di beberapa negara sahabat, dampak El Nino sudah mulai terasakan. Beberapa daerah di negeri ini pun telah memperlihatkan gejala terendusnya dampak El Nino. Wakaupun belum terjadi bencana El Nino di seluruh Nusantara, namun kewaspadaan dalam menghadapinya, tentu perlu diantisipasi sedini mungkin. Ayo kita merapatkan barisan.

Jangan lagi kita menunggu sergapan nyata El Nino. Buang jauh-jauh kebiasaan untuk tampil sebagai pemadam kebakaran. Kini saatnya kita menerapkan pola dan pendekatan deteksi dini. El Nino harus ditangani secara multi-sektor. Tidak bolah lagi dijawab secara sektoral. Setiap Kementerian/Lembaga yang terkait dengan dampak El Nino, diminta untuk bersiap diri mendesain langkah nyata untuk menghadapinya. Stop wacana yang tak bersudahan.

Rumuskan langkah untuk membentuk kelembagaan non struktural atau ad hok yang diisi oleh segenap komponen bangsa. Dampak bencana El Nino penting dijawab dengan gerakan bersama diantara sesama anak bangsa. Gerakan Penta Helix, sudah sepatutnya dijadikan pilihan dalam melawan El Nino. Perjelas dan pertegas lembaga Pemerintah mana yang akan dititipi amanah ubtuk menjadi pembawa pedang samurainya.

Cepat atau lambat, dampak terburuk El Nino, pasti akan kita rasakan. Yang terkait dengan sektor pertanian adalah terganggunya ketersediaan pangan bangsa ini. Tekad untuk menggenjot produksi, jelas harus selalu membara. Produksi pertanian tetap harus naik. Tidak boleh terbersit pemikiran produksi bakal menurun. Inilah tugas mulia kita bersama. Kita butuh terobosan cerdas untuk mewujudkannya.

Kalau pun ujung-ujungnya kita harus impor beras, sepatutnya hal itu ditempuh sebagai pilihan terakhir dari kebijakan yang diambil Pemerintah. Selama masih ada harapan untuk menggenjot produksi, maka langkah itulah yang perlu diprioriraskan. Seabreg teknologi di bidang budidaya dan segudang inovasi hasil penelitian dan pengkajian di berbagai Perguruan Tinggi dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), perlu disosialisasikan kepada masyarakat.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, program pencetakan sawah yang digarap Pemerintah, kelihatannya masih jauh dari yang diharapkan. Banyak hasil pencetakan sawah yang terbengkalai karena tidak adanya pengairan, khususnya ketika musim kemarau tiba. Itu sebabnya, program pencetakan sawah penting untuk direvitalisasi. Lebih penting untuk direnungkan, mencetak sawah tidak sama dengan membuat kueh bandros.

Tak kalah strategisnya tentu saja terkait dengan “ruang pertanian” yang kita miliki. Pemerintah diminta tegas dan tanpa kompromi menolaknya, jika ada pihak-pihak tertentu yang ingin mengurangi ruang pertanian. Pemerintah, harus menjaga dan memelihara agar lahan pertanian pangan produktif tidak dialih-fungsikan, hanya dengan mengejar kepentingan sesaat.

Bagaimana pun juga, ruang pertanian merupakan investasi sumberdaya pertanian yang sangat berguna bagi nasib dan masa depan generasi mendatang. Andaikan, Pemerintah dapat membangun komitmen dan jaminan kuat untuk melestarikan ruang pertanian dengan konsekuen, kita optimis, yang namanya impor beras tidak perlu menjadi kebutuhan, tapi hanya pelengkap di kasus-kasus tertentu saja.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *