7 July 2024 00:33
Opini dan Kolom Menulis

IMPOR BERAS : DIBENCI NAMUN DIRESTUI !

IMPOR BERAS : DIBENCI NAMUN DIRESTUI !

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Ada yang beranggapan, bagi bangsa kita, yang namanya impor beras identik dengan kalimat : “dibenci namun direstui”. Dibenci karena semestinya bangsa ini tidak perlu impor mengingat berlimpahnya sumberdaya yang kita miliki dan direstui karena saat ini Pemerintah tidak mampu berbuat banyak dalam menjawab tingginya kebutuhan beras yang ada. Satu-satunya jalan keluar yang bisa diambil hanyalah impor beras.

Sebagai wujud kesiap-siagaan, untuk tahun 2024 ini Pemerintah merencanakan impor beras sebesar 3,6 juta ton. Angka ini sangat besar, sehingga melahirkan pertanyaan untuk apa impor beras yang cukup besar tersebut ? Apakah karena adanya peningkatan kebutuhan yang semakin membengkak atau karena produksi beras petani dalam negeri yang semakin menurun ?

Semua kemungkinan itu bisa saja terjadi. Yang pasti, adanya sergapan El Nino membuat banyak negara yang mengalami penurunan produksinya. Terlebih bagi negara yang langsung terdampak dengan adanya musim kering yang berkepanjangan ini. Di beberapa sentra produksi padi dilaporkan banyak yang gagal panen. Pemerintah menengarai gagal panen sekitar 380 ribu ton – 1,2 juta ton beras.

Memasuki tahun 2024, kebutuhan beras, rupanya semakin menunjukkan peningkatan dengan angka cukup terukur. Kebutuhan bukan hanya untuk pemenuhan konsumsi masyarakat yang tetap tinggi, mengingat laju mengerem konsumsi belum memberi hasil yang optimal, namun Pemerintah pun membutuhkan untuk mengokohkan cadangan beras Pemerintah dengan angka yang tidak kecil.

Selain itu, kebutuhan yang cukup besar pun datang dari kebijakan Pemerintah terkait dengan Program Bantuan Pangan yang diberikan kepada 22 juta rumah tangga penerima manfaat atau sekitar 88 juta jiwa anak bangsa dengan besaran 10 kg beras per bulan. Kalau program ini bergulir selama 12 bulan, maka kita butuh beras sekitar 2,64 juta ton.

Sebetulnya, kalau hanya sekedar memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, data yang dirilis Badan Pusat Statistik, untuk tahun lalu kita masih mengalami surplus. Produksi beras yang dihasilkan jauh diatas konsumsi masyarakat. Hanya, bila dibandingkan dengan tahun-tahun senelumnya, surplus beras yang diraih mengalami penurunan jumlah dari tahun ke tahunnya.

Belum lama ini Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, untuk produksi padi bulan Mei 2024, BPS memperkirakan akan ada 1,12 juta ha luas panen dengan taksasi produksi mencapai 5,54 juta ton GKG. Pada Mei 2022, luas panen tercatat hanya sekitar 830 ribu ha dengan produksi 4,23 juta ton GKG. Dan di Mei 2023 tercatat produksi sebesar 4,96 juta ton GKG, dihasilkan dari luas panen sekitar 970.000 ha.

Terkait potensi surplus beras, terlihat bahwa Januari-April 2024, kita akan mengalami surplus beras. Juga bulan Mei. Mungkin yang perlu waspada adalah bulan Juni akan terjadi defisit kalau kita bandingkan produksi dengan konsumsi bulan itu. Pada periode Januari-April 2024, Indonesia berpotensi surplus beras sebanyak 850-an ribu ton dan di bulan Mei 2024 ada potensi surplus sekitar 620 ribu ton.

Di bulan Juni 2024, BPS memproyeksikan ada potensi defisit sekitar 450.000 ton. Perhitungan ini belum memperhitungkan impor, hanya mengacu data produksi dan konsumsi domestik. Surplus dan defisit adalah hal biasa dalam perhitungan ekonomi. Hanya bagi kita, mestinya istilah defisit beras harus dibuang jauh-jauh. Kita perlu berjuang untuk selalu surplus. Ironis bila harus defisit.

Surplus dan defisit lebih ditentukan oleh aspek produksi dan konsumsi. Kalau produksi lebih besar dari konsumsi artinya kita surplus. Sebaliknya, jika konsumsi lebih besar dari produksi, artinya defisit. Situasi perberasan yang kita hadapi sekarang, produksi beras dalam keadaan menurun. Salah satu penyebabnya karena adanya dampak iklim ekstrim, yang disebut dengan El Nino.

Selain El Nino, tentu ada penyebab lain, seperti belum dimilikinya perencanaan sistem perberasan yang utuh, holistik dan komprehensif. Kita sendiri, tidak tahu dengan pasti, mengapa Pemerintah seperti yang penuh keraguan untuk merumuskannya. Padahal, bila kita memiliki perencanaan perberasan lengkap dengan Roadmap pencapaiannya, maka kita akan mampu mengantisipasinya dengan baik.

Di sisi lain, penanganan terhadap sisi konsumsi terekam masih ala kadarnya, sehingga hasilnya terkesan jalan ditempat. Kemauan politik Pemerintah untuk meragamkan pola makan masyarakat agar tidak menggantungkan diri hanya kepada satu jenis bahan pangan pokok yakni beras, terlihat belum digarap secara sungguh-sungguh. Kalaupun ada baru sebatas menggugurkan kewajiban.

Akibatnya, jika kita telaah data BPS soal konsumsi masyarakat terhadap beras tahun 2023, tercatat masih cukup tinggi yaitu sebesar 30,20 juta ton. Sedangkan produksi beras ada di angka 31,10 juta ton. Data ini memang menyimpulkan, kita masih surplus sebesar 900 ribu ton. Hanya patut diingat, kebutuhan beras dalam negeri, bukan hanya untuk konsumsi. Kita juga butuh untuk cadangan dan program bantuan sosial, yang jumlahnya tidak sedikit.
Yang perlu jadi perhatian kita bersama adalah apakah angka impor beras sebesar 3,6 juta ton ini hanya dilakukan untuk tahun 2024 ? Atau bisa saja ditempuh lagi untuk tahun-tahun berikutnya ? Dihadapkan lada suasana seperti ini, penentu kebijakan sendiri, sebaiknya berani bersikap tegas untuk betul-betul menggenjot produksi beras sekaligus mengerem laju konsumsi masyarakat terhadap nasi.

Kalau saja kedua hal ini dapat diwujudkan dan memberi hasil yang gemilang, maka tidak salah kita pun ramai-ramai mengumandangkan teriakan “stop impor beras”. Catatan kritisnya adalah apakah ada kemauan politik untuk menggarapnya ? Terlebih untuk langkah mengerem laju konsumsi masyarakat terhadap nasi. Mari kita lihat dengan seksama perkembsngan nya.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *