19 April 2025 02:26
Opini dan Kolom Menulis

“HOG HAG”

“HOG HAG”

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Dari berbagai bahan bacaan yang ada, dalam bahasa Sunda, ‘Hog Hag’ artinya saling berbantah. “Hog Hag” dalam budaya Sunda juga dapat berarti “saling adu alasan” atau “saling adu argumen. Dalam konteks ini, “hog hag” menggambarkan situasi di mana dua orang atau lebih saling adu alasan, membantah, atau tidak setuju satu sama lain.

Hog hag bisa terjadi dimana saja dan dalam suasana apa pun. Dalam kehidupan rumah tangga misalnya, kita sering temukan ada suami dan hog hag dengan isterinya, karena berburuk sangka. Si isteri merasa curiga melihat suami nya pergi ke hotel. Setelah itu, si isteri semakin was-was ketika di loby hotel ditemukan suaminya sedang ngobrol dengan wanita lain.

Dengan rasa gundah dirinya cepat-cepat pulang ke rumah karena ingin menanyakan kepada suaminya, siapa wanita yang ngobrol di loby hotel tadi. Sesampainya di rumah, ternyata sang suami belum pulang. Di benak sang isteri pun muncul dugaan-dugaan yang negatif. Jangan-jangan suaminya memang selingkuh dengan wanita tadi. Atau, bisa-bisa sekarang suaminya lagi jalan-jalan di Mall.

Kecurigaan itu wajar terciptq, karena jarang-jarang suaminya pulang telat. Hari itu, sang suami telah terlambat tiga jam, tanpa kabar beritanya. Sambil merenung sang isteri pun berpikir yang tidak-tidak. Apa yang terjadi dengan suaminya ? Terlebih siang tadi kepergok sang suami sedang bicara-bixara dengan seorang wanita bahenol di loby hotel.

Waktu terus berjalan. Sudah lebih dari tujuh jam suaminya terlambat pulang ke rumah. Di telpon ke HPnya, tidak diangkat. Ditanya kepada teman-teman kantornya, juga tidak ada yang tahu. Di tengah kegalauannya, tiba-tiba terdengar ada suara mobil yang masuk ke halanan rumah. Sang isteri berpikir bahwa suaminya telah pulang. Dirinya dengan sigap membukakan pintu.

Betul saja, yang datang adalah suami nya. Dengan wajah cemberut sang isteri menatap tajam kepada sang suami. Lalu mempertanyakan mengapa pulang telat tanpa ada kabar beritanya. Sang isteri ingin jika suaminya menelpon, ada apa sampai terlambat pulang. Akibatnya, malam itu pun terjadi “hog hag” diantara pasangan suami isteri tersebut.

Hog hag rupanya paling sering terjadi di dalam kehidupan rumah tangga. Seorang suami yang dicemburui isterinya sering kewalahan untuk menjelaskan duduk persoalan yang sesungguhnya. Sebut saja contoh yang digambarkan diatas. Belum lagi sang suami menjelaskan kondisinya, sang isteri langsung menghujat suaminya dengan kata-kata cukup menyakitkan.

Dalam dunia politik, hog hag perbedaan pandangan pun sering kita dengar di berbagai kesempatan. Para pemain politik, sepertinya cukup kesulitan untuk membebaskan diri dari perilaku hog hag. Seolah tanpa hog hag, bagi politisi, sama saja dengan sayur asam tanpa garam. Hog hag pun menjadi semacam ‘mata pencaharian’ yang menguntungkan bagi perjalanan karir politiknya.

Beberapa waktu lalu, kita mendengar ada yang dinamakan dengan “Vokalis Senayan”. Mereka dinilai sebagai Wakil Rakyat yang terkesan getol menyuarakan kepentingan rakyat. Mereka seringkali hog hag dengan pihak Pemerintah ketika sedang berlangsung Rapat Paripurna DPR. Selain itu, mereka pun tampak berani mengkritisi kebijakan Pemerintah yang kesannya tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat.

Sayang, suasana hog hag tersebut, kini tidak bisa kita nikmati secara utuh. Apakah betul hal tersebut disebabkan oleh suasana para Wakil Rakyat sekarang, umumnya merupakan “pasukan Pemerintah”, sehingga mereka kesulitan untuk menyatakan tidak sepakat dengan kebijakan yang dilahirkan Pemerintah ? Atau karena kualitas para Wakil Rakyat yang berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya ?

Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, hog hag diantara para politisi sebenarnya merupakan proses pendidikan politik yang sangat penting bagi masyarakat. Rakyat tentu akan mengetahui bagaimana sikap politik para Wakil Rakyat dalam kemampuannya menyuarakan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan rakyatnya secara politik.

Dalam dinamika demokrasi, hog hag antara Pemerintah dan Wakil Rakyat adalah sebuah kebutuhan. Rakyat akan memiliki pengetahuan politik yang cukup berharga dalam meningkatkan kesadaran politiknya. Namun begitu, rakyat pasti akan kecewa jika hog hag politik tersebut terlalu direkayasa sehingga menjadi dagelan politik yang tidak nyaman untuk dinikmati oleh rakyat.

Betapa rakyat tidak kecewa ! Di layar kaca mereka tampak berbeda pandangan dan saling mengkritisi, tapi setelah pimpinan Partai Politik berkumpul, mereka terlihat biasa-biasa saja, seolah tidak pernah tetjadi perdebatan yang terjadi. Rakyat akhirnya merenung apakah ketika para Wakil Rakyat merupakan wakil Partai Politik, maka jangan harap bangsa ini akan mendapat perjuangan para politisi yang berpihak kepada rakyat ?

Semoga jadi bahan perenungan kita bersama ! (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *