2 July 2024 09:09
Opini dan Kolom Menulis

HATI HATI SOAL “DARURAT BERAS”

HATI HATI SOAL “DARURAT BERAS”

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Walau ada diantara kita yang tidak rela dengan istilah “darurat beras”, namun fakta kehidupan di lapangan memang kondisi perberasan di dalam negeri sekarang, mengarah ke suasana tersebut. Produksi beras, turun cukup signifikan, sehingga guna mencukupi kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk mengokohkan cadangan beras Pemerintah, terpaksa mengandalkan impor.

Bukan hanya produksi beras yang cukup krusial. Soal harga beras di pasar pun tampak melejit tinggi dan mengalami kenaikan harga yang cukup “ugal-ugalan”. Pemerintah sendiri, cukup kewalahan dalam menanganinya. Berbagai upaya telah ditempuh. Anehnya harga beras tetap saja sulit untuk diturunkan. Pemerintah terekam seperti yang tak berdaya menghadapinya.

Yang lebih tidak tergarap dengan baik adalah penanganan dari sisi konsumsi. Hasrat untuk meragamkan pola makan masyarakat melalui program penganekaragaman pangan, kelihatan lebih mengedepan sebagai cita-cita politik, ketimbang fakta di lapangan. Pemerintah sendiri terkesan angat-angat tai ayam dalam melakukan program dan kegiatannya.

Berkaca kepada sisi produksi, harga dan konsumsi seperti yang dijelaskan diatas, tidak keliru, bila kita menyimpulkan, sekarang bangsa ini tengah menghadapi “darurat beras”. Produksi beras yang dihasilkan para petani dalam negeri, ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Untuk melanjutkan kehidupan, solusi yang diambil adalah menerapkan kembali impor beras.

Disodorkan pada persoalan seperti ini, kita percaya Pemerintah tidak hanya duduk manis dan ongkang ongkang kaki, tapi dengan sigap akan mencarikan jalan keluar terbaiknya. Pemerintah, pasti akan mengingat apa yang pernah diucapkan Proklamator Bangsa, Bung Karno yang menyatakan urusan pangan, khisusnya beras, merupakan mati dan hidupnya sebuah bangsa.

Di negara kita, beras telah diposisikan sebagai komoditas politis dan strategis. Hal ini wajar, karena sebagian besar masyarakat, sangat menggantungkan kehidupannya terhadap nasi. Tanpa nasi seolah tidak ada kehidupan. Nasi inilah penyambung nyawa kehidupan masyarakat dari hari ke harinya. Itu sebabnya, jangan pernah sekalipun bangsa kita sampai kekurangan beras.

Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, komoditas beras perlu memperoleh pengelolaan yang serius. Pemerintah jangan sampai hanya sekedar menggugurkan kewajiban dalam penggarapannya. Itu sebabnya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasinya, penting di desain secara utuh, holistik dan komprehensif.

Pengalaman di banyak negara membuktikan, tercatat ada bangsa yang hancur lebur berantakan karena kekurangan bahan pangan. Negara jadi kacau, mengingat penduduknya kekurangan makanan utamanya. Ujung-ujungnya, Pemerintahan pun bubar jalan. Sebaliknya, tidak ada satu negara pun yang gagal total melakukan pembangunan, sekiranya kelebihan bahan pangan.

Itu sebabnya, kepada siapa pun anak bangsa yang diberi amanah untuk menakhkodai bangsa dan negeri tercinta, mestinya jangan pernah sekali pun bermain-main dengan urusan pangan. Artinya, setiap Pemerintahan di Tanah Merdeka, harus selalu mengedepankan pembangunan pangan sebagai prioritas dalam strategi dan skenario pembangunan yang dipilihnya.

Munculnya kerisauan berbagai pihak akan terjadinya “darurat beras”, jelas menuntut kepada Pemerintah untuk mampu melahirkan jalan keluar terbaik, sebagai solusi cerdasnya. Pemerintah jangan pernah ragu apalagi kalau setengah hati, untuk memberi anggaran yang cukup besar demi melahirkan pembangunan pangan yang semakin berkualitas.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya “darurat beras:, ketika muncul fenomena impor beras, menjadi sebuah kebutuhan yang harus dilakukan. Impor beras pun lahir menjadi andalan agar keperluan pangan dalam negeri tercukupi. Impor beras diposisikan sebagai “dewa penolong” kehidupan. Tanpa impor beras, sama saja dengan tidak ada lagi kehidupan.

Pertanyaannya adalah dari mana kita akan memperoleh beras impor, bila negara produsen beras dunia menutup rapat-rapat kran impor mereka ? Ini yang perlu dijadikan dasar pertimbangan sekiranya bangsa ini terus mengandalkan kepada impor beras. Itu sebabnya, tidak boleh tidak, kita harus tetap memprioritaskan upaya peningkatan produksi dalam negeri.

Dalam konsep pembangunan pangan, yang namanya impor beras, jangan sekalipun dijadikan kebutuhan utama untuk pemenuhan beras dalam negeri. Posisikan impor hanya sebagai pelengkap. Artinya, keseriusan untuk menggenjot produksi beras, perlu dijadikan kebijakan super prioritas oleh Pemerintah. Konsekwensi logisnya, Pemerintah penting merumuskan tata kelola perberasan yang lebih berkualitas lagi.

Akhirnya perlu diingatkan, tidak sepatutnya Indonesia mengalami “darurat beras”. Kalau saja sejak jauh-jauh hari, kita memiliki regulasi terkait peremcanaan pangan/beras, tentu kita dapat mengantisipasi tantangan dan hambatan yang menghadang. Kita pasti sudah dapat membaca tanda-tanda iklim/cuaca yang bakal terjadi, khususnya soal El Nino atau pun La Nina.

Masalahnya, mengapa kita tidak berani melahirkan regulasi Perencanaan Pangan ? Padahal, urgensi perencanaan pangan ini, telah tertuang secara jelas dalam Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Hal ini dapat dilanjutkan dengan pertanyaan apakah Pemerintah masih belum tersadar bahwa sekarang “darurat beras” tengah mengancam ?

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

 

Munafik

MUHASABAH SHUBUHSelasa, 2 Juli 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUNAFIQ Saudaraku, ketahuilah bahwa sifat munafik adalah sifat yang merusak ahlak manusia,

Read More »

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 30 Juni 2024Awa Koswara, S.PdGuru SDN Cibeunying 2 Majalaya Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *