7 July 2024 00:53
Opini dan Kolom Menulis

HARGA BERAS WAJAR DAN HARGA BERAS KURANG (W)AJAR

HARGA BERAS WAJAR DAN HARGA BERAS KURANG (W)AJAR

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Dalam pandangan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo, kondisi harga beras di pasaran harus diusahakan berada pada angka yang wajar. Pengertian Harga Wajar adalah Harga Wajar ditingkat Petani/Peternak, Harga Wajar ditingkat Pengusaha dan Harga Wajar ditingkat Konsumen. Ketergantungan impor dikurangi seiring peningkatan Produksi Dalam Negeri.

Sebelumnya, pemikiran soal harga beras wajar ini telah disampaikan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Keinginan Presiden yang dipesankan kepada para pembantunya untuk segera diwujudkan, memang gampang untuk dituliskan di atas kertas. Tapinya, kalau pemikiran tersebut ingin diterapkan dalam kehidupan nyata di masyarakat, tampaknya akan cukup sulit dilakukan.

Menciptakan Harga Beras wajar, sehingga menguntungkan semua pihak, kelihatannya bakal tampil menjadi cita-cita yang sulit untuk dibuktikan. Boleh jadi, sama saja dengan hasrat untuk mengecat langit. Hal ini , sama susahnya bila Pemerintah akan membuat “jaminan”, menjadi petani padi sekarang, bakal hidup sejahtera dan bahagia.

Harga Beras Wajar, memang impian kita bersama. Bertahannya harga beras pada tingkat harga yang tinggi, membuat Pemerintah tampak sibuk untuk menurunkannya. Berbagai langkah dan upaya terus dilakukan. Mulai dari melakukan operasi pasar beras murah, hingga membanjiri pasaran dengan beras impor, ternyata belum memberi hasil ysng memuaskan.

Harga beras yang mulai merangkak naik, mestinya sudah dapat dipantau, seandainya kita sudah menerapkan pendekatan deteksi dini. Melalui pendekatan ini, kita tentu akan dapat membaca kecenderungan yang bakal terjadi berikutnya. Kalau memang berasnya tidak ada di pasar, wajar harga beras akan naik. Hanya, kalau Pemerintah mengklaim produksi beras melimpah ruah, mestinya harga beras tidak akan terus meroket.

Tidak hanya itu yang butuh pencermatan secara serius. Bila Pemerintah merasa terusik oleh harga beras yang belum mau turun juga, tentunya perlu dicarikan terus solusi yang lebih jitu. Apakah Pemerintah telah betul-betul mempertimbangkan adanya psikologi pasar menjelang hari-hari besar keagamaan seperti Lebaran, harga bahan pangan pokok cenderung bakalan naik ?

Ini juga merupakan fenomena yang susah ditangani sekiranya Pemerintah tetap memposisikan diri sebagai “pemadam kebakaran”. Setelah terjadi, baru Pemerintah tampak sibuk mencari pemecahannya. Padahal, bila kita mampu menerapkan pendekatan deteksi dini, maka berbagai pilihan tentu dapat ditempuh, sekiranya secara tiba-tiba terjadi geliat harga di pasar.

Perkembangan harga beras sepertinya dapat diantisipasi kapan akan merangkak naik dan kapan tetap berada dalam harga pasar. Kalau naik, pasti kita akan tahu apa yang menjadi penyebab nya. Begitu pun bila turun. Pertanyaannya adalah mengapa dalam mengendalikan harga beras, Pemerintah selalu mengikut-sertakan gabah sebagai pendamping nya ?

Dalam hal ini, antara harga gabah dan harga beras telah dijadikan sebagai harga kebersamaan jika ada kemauan politik untuk menaikan nya. Seolah-olah ada postulat, jika kita ingin menaikkan harga gabah, otomatis harga beras harus ikut dinaikkan. Hanya, kalau kita ingin menunjukkan keberpihakan kepada petani, yang harus ditempuh Pemerintah, naikkan harga gabah dan turunkan harga beras.

Mengapa harga gabah harus dinaikkan dan harga beras diturunkan ? Salah satu pertimbangannya, karena dalam mengelola usahatani padi, para petani padi akan berujung di gabah. Jarang petani yang memiliki penggilingan padi. Ketimbang, susah mengolah gabah menjadi beras, para petani lebih memilih menjual langsung kepada pedagang, bandar dan tengkulak hasil panenan nya dalam bentuk gabah kering panen.

Harga beras mahal sementara di berbagai daerah diberitakan harga gabah anjlok di saat panen raya, tentu saja hal ini akan semakin menyusahkan petani. Kondisi ini betul-betul membuat petani semakin kesusahan dalam upaya meningkatkan harkat dan martsbatnya selaku anak bangsa. Pada suasana inilah petani berharap agar negara hadir di tengah-tengah kesulitan mereka.

Petani jangan dibiarkan menanggung beban sendirian. Petani butuh pembelaan dan perlindungan. Kalau memang Pemerintah ingin menolong petani, maka salah satu solusinya, segera turunkan harga beras, pada tingkat harga yang wajar. Ayo, para pembantu Presiden segera membuktikan mau nya Presiden yang ingin melahirkan harga yang wajar bagi para pemangku kepentingan sektor perberasan.

Jujur diakui, menciptakan harga beras wajar ditengah semakin menjamurnya gata hidup bangsa yang hedonis, sangatlah susah menemukan semangat rela berkorban dianrmtara sesama anak bangsa. Harga beras wajar bagi petani, belum tentu wajar bagi para pedagang. Belum tentu juga wajar bagi konsumen. Masing-masing pelaku, tentu memiliki kepentingan. Menyatukannya ini yang susah.

Harga beras yang wajar memang butuh pemikiran dan penerapan cerdas. Langkahnya tidak boleh lagi adal-asalan. Pemerintah sebagai aktor yang memiliki kekuasaan dan kewenangan, sudah seharusnya mampu menunjukkan keberpihakannya. Mau berpihak kemana ? Kepada para petanikah ? Kepada pedagangkah ? Kepada konsumen ? Atau ingin kepada semusnya ? Ini yang susah.

Hasrat Presiden melahirkan harga beras wajar, memang harus dijadikan prioritas dalam mewujudkan harga beras yang berkeadilan bagi seluruh pelaku usaha dalam sistem perberasan itu sendiri. Catatan kritisnya adalah apakah para pembantu Presiden bakal mampu menggarapnya ? Mestinya mereka cepat bergerak secara sistemik dan tidak lagi bergerak secara parsial. Kita tidak ingin harga beras kurang wajar yang tercipta.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *