4 October 2024 13:28
Opini dan Kolom Menulis

HARGA BERAS MAHAL, SIAPA PALING DIUNTUNGKAN ?

HARGA BERAS MAHAL, SIAPA PALING DIUNTUNGKAN ?

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Kalau Bank Dunia tidak “menyentil” harga beras di Indonesia, dinilai cukup mahal dibandingkan negara-negara lain yang tergabung dalam Asean, boleh jadi, kita akan santai-santai saja melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Baru setelah pejabat Bank Dunia memberikan catatannya, mulailah banyak petinggi negeri ini yang berkomentar.

Pro kontra terhadap pandangan petinggi Bank Dunia tersebut, tampak mengumandang dalam kehidupsn. Tak terkecuali, Presiden Jokowi pun ikut menyuarakan kata hatinya. Hal ini wajar, karena bagi bangsa kita, beras merupakan komoditas politis dan strategis yang butuh penanganan secara khusus. Beras harus selalu tersedia sepanjang waktu, dengan harga yang terjangkau masyarakat.

Di sisi lain, kita juga memahami, suasana perberasan di dalam negeri, dalam tahun-tahun terakhir ini, berada dalam kondisi sedang tidak baik-baik saja. Iklim ekstrim dianggap sebagai biang keroknya. Produksi beras secara nasional, turun cukup signifikan. Harga beras di pasar melesat tinggi, sehingga membuat emak-emak protes keras. Di lain pihak, kebutuhan beras dalam negeri menunjukkan peningkatan.
Dalam kondisi produksi yang terbatas dengan kebutuhan beras dalam negeri semakin meningkat, dapat dipastikan, kondisi perberasan nasional menghadapi masalah cukup serius. Akibatnya wajar dan cukup masuk akal, bila Pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk menggenjot produksi setinggi-tingginya menuju swasembada.

Namun begitu, sekalipun dari sisi produksi Pemerintah memiliki harapan untuk mengokohkan kembali ketersediaan beras secara nasional, tapi dari sisi harga beras di pasar, sepertinya butuh penanganan yang lebih cerdas. Terlebih dengan munculnya pandangan “menyesatkan” atas dampak yang ditimbulkan dari naiknya harga beras di pasar.

Catatan kritis yang penting jadi pencermatan kita bersama adalah benarkah dengan melesatnya harga beras di pasar, para petani padi akan diuntungkan ? Apakah benar pemilik beras adalah para petani ? Atau, kita harus jujur yang dimiliki sebagian besar para petani di negeri ini adalah gabah kering panen ? Inilah yang butuh pengakuan jujur dari kita bersama.

Jika demikian, siapa sebetulnya para pemilik beras itu sendiri ? Jawabnya jelas dan tegas, para pemilik beras umumnya para bandar, tengkulak, pengusaha penggilingan, pedagang beras dan Perum Bulog. Apa yang bisa kita simpulkan dari gambaran ini ? Bila harga beras melejit di pasar, maka yang diuntungkan adalah para pemilik beras seperti yang disebutkan di atas.

Petani padinya sendiri, hanya mampu gigit jari, sambil menyaksikan betapa senangnya para bandar dan tengkulak menaikmati harga beras mahal. Yang sering jadi pertanyaan, mengapa Pemerintah seperti yang tidak berdaya menghadapi kenaikan harga beras di pasar ? Lalu, apa artinya, kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya, seolah-olah tak mampu mengendalikan naiknya harga beras di pasar ?

Selain, para petani cukup sedih, karena tidak bisa menikmati nikmatnya kenaikan harga beras, ternyata sebagai “net consumer”, pada suatu waktu petani padi akan membeli beras di pasar. Ini terjadi, karena budaya lumbung yang selama ini menjadi nilai kehidupan dalam kaum tani, kini tengah mengalami pemudaran. Budaya lumbung, kalah oleh sikap petani yang membutuhkan uang tunai.

Pertanyaan lain yang butuh jawaban nyata dari Pemerintah adalah mengapa setiap musim panen datang, harga gabah kering panen selalu anjlok. Untuk itu, lumrah jika banyak pihakbbertanya, ada “kesepakatan” apa antara Pemerintah dengan para bandar dan tengkulak, sehingga setiap musim panen harga gabah selalu anjlok ? Padahal, petani tentu akan senang jika saat panen harga gabah meningkat cukup signifikan.
Petani padi, rata-rata berharap agar Pemerintah betul-betul mampu mengajak para bandar dan tengkulak, agar saat musim panen, mereka tidak “memainkan” harga gabah yang merugikan petani. Perum Bulog dituntut tampil sebagai operator pangan yang dapat menjaga harga gabah di tingkat petani supaya berada pada angka yang wajar.

Sebagai sahabat sejati petani, Perum Bulog, sangat diharapkan mampu memperlihatkan keberpihakannya kepada para petani. Atau bisa juga dikatakan, Perum Bulog “mewakili” Pemerintah, Perum Bulog hadir di tengah kesulitan para petani. Ini penting, karena petani akan senang, kalau Pemerintah dapat menunjukkan empatinya kepada para petani.

Kalau kita memang mencintai petani padi, yang sekarang bukan lagi hanya sebagai produsen, tapi juga tercatat selaku “net consumer”, maka yang perlu dirancang Pemerintah adalah bagaimana meningkatkan harga gabah sekaligus menurunkan harga beras di padar. Kedua kebijakan ini, perlu ditempuh secara bersamaan, sehingga mampu memberi rasa adil kepada petani dan emak-emak.

Keluhan petani padi agar Pemerintah dapat melahirkan harga gabah dan harga beras wajar, sebetulnya telah disampaikan secara langsung kepada Presiden Jokowi, di sela-sela kunjungan kerjanya ke daerah. Presiden pun langsung merespon dan menugaskan para Pembantunya untuk sesegera mungkin menciptakan harga gabah dan harga beras wajar.

Sayang, dalam perkembangannya, tugas dari Presiden tersebut belum dapat diwujudkan. Petani tetap mengeluhkan harga gabah yang selalu melorot saat musim panen datang, dan emak-emak selaku konsumen tetap mengeluh karena harga beras di pasar terekam susah untuk diturunkan ke harga yang wajar itu.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *