Harga Beras “Gila-Gilaan”
HARGA BERAS “GILA-GILAAN”
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Fenomena naiknya harga beras, sejak beberapa bulan lalu, sungguh sangat menarik untuk dibincangkan. Dalam beberapa hari seusai tanggal 14 Pebruari 2024 (Hari Pencoblosan Pesta Demokrasi 2024), harga beras, tidak lagi naik secara “ugal-ugalan”, namun sudah “gila-gilaan”. Laporan dari Kota Semarang, harga beras merk Mentik Wangi telah menembus angka Rp. 21.000,-, padahal harga sebelumnya sekitar Rp. 15.000,- per kilogram.
Naiknya harga beras yang jauh diatas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET), tentu saja jangan diabaikan penanganannya. Kenaikan harga beras yang terkesan gila-gilaan, harus dijadikan prioritas Pemerintah dalam kebijakan pengendalian harga beras ke tingkat yang wajar. Saat inilah kita pantas melakukan kaji ulang terhadap berbagai soal yang hingga kini, belum terselesaikan sampai tuntas.
Beberapa masalah serius seperti ketersediaan, stok, neraca, distribusi, tata kelola, moral hazzard, psikologi dan lain sebagainya, penting dijadikan dasar pertimbangan sebelum kaji ulang dilakukan. Persoalannya menjadi semakin sexy, ketika harga beras seolah-olah enggan untuk turun, sekalipun beras impor telah digelontorkan ke pasar-pasar. Akibatnya wajar, jika banyak pihak yang mempertanyakan ada ada sebetulnya dengan harga beras ?
Ketersediaan beras yang menurun, ditengarai menjadi salah satu penyebab naiknya harga gabah. Sergapan El Nino dituding menjadi kegagalan Pemerintah meningkatkan produksi beras seperti yang ditargetkan. El Nino membuat para petani di berbagai daerah mengalami gagal panen. Hal ini seirama dengan ramalan Kementerian Pertanian, yang menyebut dampak El Nino akan menurunkan produksi antara 380 ribu ton hingga 1,2 juta ton karena gagal panen.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis produksi beras 2023, tercatat sebesar 30,90 juta ton. Sedangkan konsumsi sebesar 30,20 juta ton. Jika kita bandingkan angka produksi dan konsumsi, maka kita masih surplus sebesar 700 ribu ton. Namun begitu, penting dipahami, ketersediaan beras, bukan hanya untuk mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat, tapi juga untuk keperluan cadangan dan bantuan sosial.
Kaitannya dengan Cadangan Beras Pemerintah, ternyata sejak beberapa tahun lalu, bangsa ini belum memiliki cadangan yang cukup aman. Akibatnya wajar, jika 4 bulan setelah pencanangan swasembada beras 2022, kita langsung membuka lebar-lebar kran impor beras, karena cadangan beras Pemerintah yang sangat merisaukan. Saat itu, kita impor, mengingat produksi beras dalam negeri mengalami tren menurun. Padahal, selama 3 tahun berturut-turut (2019-2021), kita sama sekali tidak melakukan impor beras komersil.
Keberpihakan Pemerintah terhadap penguatan cadangan beras Pemerintah, kini yampak semakin nyata. Presiden Jokowi berharap agar bangsa kita memiliki stok sekitar 3 juta ton beras. Sikap politik Pemerintah yang demikian, patut diberi acungan jempol, karena kita memang jangan pernah bermain-main dengan urusan beras. Itu sebabnya, jauh-jauh hari, para penentu kebijakan perberasan di negeri ini, telah memposisikan beras sebagai komoditas politis dan strategis.
Tak kalah penting untuk dipahami, bagi sebagian besar warga bangsa, beras merupakan sumber penghidupan dan sumber kehidupan masyarakat. Sumber penghidupan karena cukup banyak masyarakat yang bermata-pencaharian dan terlibat langsung dalam agribisnis perberasan (hulu-hilir), sedangkan sebagai sumber kehidupan, karena lebih dari 90 % warga bangsa, membutuhkan beras sebagai kebutuhan bahan pangan pokoknya.
Beras inilah yang menjadikan nyawa kehidupan tetap tersambung. Itulah alasannya, mengapa beras harus selalu tersedia sepanjang waktu dengan harga yang wajar dan terjangkau rakyat banyak. Beras tidak boleh menghilang dari pasar dan harganya pun penting dikendalikan dengan baik oleh Pemerintah. Presiden Jokowi telah menugaskan Pembantunya, agar secepatnya ditetapkan harga beras yang wajar. Artinya, wajar bagi petani, wajar bagi pedagang dan wajar bagi masyarakat selaku konsumen.
Sayang, pe-er dari Presiden Jokowi ini belum terjawab dengan memuaskan. Harga beras tetap ugal-ugalan dan bertengger di angka yang cukup tinggi. Harga beras yang wajar pun masih mengemuka sebagai cita-cita. Catatan kritis yang dapat diajukan, sampai kapan harga beras yang tercipta di pasar akan dapat dikendalikan supaya membentuk harga yang wajar ? Adakah jurus cerdas yang disiapkan Pemerintah, agar dalam tempo yang sesingkat-singkatnya mampu menjawab pokok masalahnya ?
Selain untuk keperluan konsumsi dan cadangan beras Pemerintah, dalam tahun-tahun terakhir ini pun, kita butuh beras untuk bantuan sosial. Dengan aturan dan mekanisme yang ada, untuk memberi beras gratis kepada 22 juta keluarga penerima manfaat sebesar 10 kilogram/bulan, maka kita membutuhkan sekitar 220 ribu ton beras. Jika program bantuan langsung beras ini akan ditempuh selama 6 bulan kita butuh beras sekitar 1,32 juta ton. Dan jika diperpanjang jadi 1 tahun, maka kita perlu 2,64 juta ton beras.
Mencermati data diatas, dapat ditegaskan, dalam jangka pendek sangat tidak mungkin kebutuhan tersebut, bakal dapat terpenuhi dari hasil produksi dalam negeri. Terlebih jika hal ini dirangkaikan dengan fenomena iklim ekstrim yang susah untuk ditebak. Bila produksi dalam negeri tidak mampu menyediakan kebutuhan, maka tidak ada cara lain, kecuali kita menempuh kebijakan impor beras. Persoalan bisa serius, kalau negara pengekspor beras, tidak lagi menjual beras yang diproduksinya.
Langkah Pemerintah menggenjot produksi setinggi-tingginya menuju swasembada adalah upaya nyata untuk menjawab persoalan yang tengah dihadapi. Hanya penting diingat, langkah menghasilkan beras yang diperlukan, tentu memerlukan proses sekitar 3 bulan lebih untuk menanam benih sampai memanen padinya. Tidak seperti tukang sulap dengan “sim salabim” nya, yang langsung dapat merubah sapu tangan jadi burung merpati.
Berdasarkan gambaran yang disampaikan diatas, dapat disimpulkan ketersediaan beras secara nasional saat ini, memang kurang. Bila berasnya tidak ada, pasti harganya bakalan naik. Solusi Pemerintah membanjiri pasar dengan beras impor, sepertinya tidak memberi hasil yang menggembirakan. Harga beras tetap tinggi, seperti yang malas untuk turun lagi. Hal ini, jelas sebuah fenomena kehidupan yang butuh jawaban cerdas untuk menganalisisnya.
Akhirnya penting diutarakan, harga beras yang wajar sebagaimana yang diharapkan Presiden Jokowi, kini sudah saatnya digarap dengan sungguh-sungguh. Jangan lagi para penentu kebijakan perberasan di negeri ini, “setengah hati” dalam pengelolaan sistem perberasan di negeri ini. Pilpres dan Pileg sudah selesai. Tinggal sekarang, ayo rame-rame kita lahirkan harga beras yang wajar.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).
Menag Canangkan Kurikulum Cinta untuk Rawat Kerukunan Indonesia
HIBAR – Menteri Agama Nasaruddin Umar, menekankan bahwa kerukunan umat beragama adalah nilai jual utama Indonesia di mata dunia internasional.
Senyum Kemanisan
Senyum Kemanisan (Tatang Rancabali) Kau sodorkan tangan kanan terbuka Punggung membungkuk Tangan kiri memegang perut Mempersilahkan pengunjung datang Senyuman menyenangkan
Tandatangani MoU, Indonesia akan Berangkatkan 221 Ribu Jemaah pada Operasional Haji 2025
HIBAR-Pemerintah Republik Indonesia bersama Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah menandatangani kesepakatan perhajian (MoU) untuk musim haji 1446 H /2025 M.
JANGAN CENGENG,TETAP OPTIMIS MERAIH SWASEMBADA PANGAN
JANGAN CENGENG,TETAP OPTIMIS MERAIH SWASEMBADA PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Presiden Prabowo meminta kepada para pembantunya yang tergabung dalam Kabinet
PRILAKU JUJUR
MUTIARA FAJAR Senin, 13 Januari 2025 bismillahirahmanirahim Asalamu’alaikum wrm wbrkt PRILAKU JUJUR Saudaraku, Perilaku Jujur dalam Islam terdiri dari :
Para Sahabat Shaleh Saling Memberi Syafa’at di Hari Kiamat
𝓑𝓲𝓼𝓶𝓲𝓵𝓵𝓪𝓪𝓱𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓶𝓪𝓪𝓷𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓲𝓲𝓶 Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barokatuuh Para Sahabat Shaleh Saling Memberi Syafa’at di Hari Kiamat عن أبي سعيد الخدري رضي