16 December 2024 20:56
Opini dan Kolom Menulis

“Harap harap cemas” Swasembada Pangan

“HARAP HARAP CEMAS” SWASEMBADA PANGAN !

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Istilah “harap-harap cemas” adalah frasa yang menggambarkan perasaan gelisah atau khawatir saat menunggu sesuatu. Di kalangan kaum muda sering disebut sebagai kegalauan.n Frasa ini terdiri dari kata “harap” dan “cemas”: “Harap” dapat diartikan sebagai “mohon”, “minta”, atau “hendaklah”. “Cemas” dapat diartikan sebagai “gelisah”, “khawatir”, atau “bimbang”. 

Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan bebuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, tetapi diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud.

Sedangkan kecemasan adalah perasaan yang timbul ketika kita khawatir atau takut akan sesuatu. Rasa takut dan panik adalah hal yang manusiawi. Setelah beberapa waktu, kita biasanya merasa lebih tenang dan nyaman. Rasa khawatir dan takut, dalam batasan tertentu, dapat membantu menjaga kita, bahkan melindungi dari marabahaya.

Lalu, bagaimana kaitannya dengan keinginan politik Presiden Prabowo agar dalam beberapa tahun ke depan, kita mampu meraih swasembada pangan ? Benarkah keinginan semacam ini cukup rasional ? Apakah yang disampaikan Presiden Prabowo ini lebih mengedepan sebagai “bahasa politik” dan bukan sebagai “bahasa fakta kehidupan” ?

Menggapai swasembada pangan dalam suasana iklim dan cuaca yang kurang bersahabat dengan dunia pangan dan pertanian sekarang, tidaklah semudah Presiden Prabowo dengan gaya orator di depan Sidang Majlis Permusyawaratan Rakyat. Sebab, penting dipahami, swasembada pangan berbeda dengan swasemvada beras atau swasembada jagung.

Mengacu pada definisi Pangan sebagaimana tertuang dalam UU No.18/2012, disana disebutkan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya.

Dari pemahaman ini, swasembada pangan dapat diartikan sebagai perjumlahan dari swasembada-swasembada bahan pangan.yang sesuai dengan pengertian.pangan diatas. Artinya, kita akan berhasil mersih swasembada pangan, sekiranya kita mampu meraih swasembada beras, swasembada jagung, swasembada daging sapi, swasembada gula pasor, swasembada bawang putih dan lain-lain.

Artinya, kalau saja diantara komoditas-komoditas pangan tersebut masih ada yang kita impor diatas 10 % dari produksi yang dihasilkan di dalam negeri, maka disimpulkan, kita belum mampu mencapai swasembada pangan. Dengan gambaran demikian, dimana sekarang terekam komoditas-komoditas pangan diatas, umumnya masih kita impor, maka swasembada pangan masih sangat lama untuk diraih.

Masalah seriusnya, apakah dalam 3 tahun ke depan, kita sudah msmpu mencapai swasembada pangan ? Kemudian, apakah saat ini kita sudah memiliki Grand Desain Pencapaian Swasembada Pangan lengkap dengan Peta Jalan pelaksanaannya ? Kalau sudah ada, dimana kita bisa membacanya ? Tspi, jika belum ada, kelembagaan Prmerintah mana yang paling pas untuk menyiapkannya ?

Di sisi lain, banyak pengamat pangan yang meragukan pada tahun 2027, kita akan mampu mencapai swasembada pangan. Jangankan mampu meraih swasembada pangan, untuk mencapai swasembada beras saja, dibutuhkan perjuangan keras untuk mrwujudkan nya. Banyak kendala teknis yang merintangi dan menghadangnya. Sebut saja soal iklim dan cuaca ekstrim yang tak berpihak ke sektor pertanian.

Yang penting kita simak lebih dalam, terhadap suasana seperti ini, dapat ditegaskan kalau saja pencapaian swasembada beras pun diragukan keberhasilannya, lantas bagaimana nasibnya dengan swasembada pangan? Jawaban inilah yang kita butuhkan. Sebagai bangsa pejuang, apapun tantangan yang menghadang, jangan sekalipun kita menyerah terhadap keadaan. Kita tetap perlu berkiprah untuk meraih target yang ditetapkan.

Swasembada beras akan dapat diwujudkan, jika dan hanya jika, beragam masalah yang menghadang dapat dituntaskan. Kunci sukses swasembada beras adalah terciptanya produksi beras yang melimpah. Hal ini terjelma, kalau kita mampu menggenjot produksi setinggi-tingginya. Pertanyaannya, apa yang perlu digarap bila kita ingin menggenjot produksi ?

Pemerintah sendiri, telah mengaku dengan jujur, sedikitnya ada 10 faktor yang menjadi penyebab turunnya produksi beras. Faktor-faktor tersebut antara lain terjadinya iklim ekstrim seperti El Nino, pemupukan yang kurang, irigasi yang tidak optimal, bibit/benih yang tidak berkualitas, lemahnya Penyuluhan Pertanian di lapangan, berkurangnya dukungan anggaran Pemerintah dan lain sebagainya.

Peluit untuk mencapai swasembada pangan, sebetulnya secara politik telah ditiup Prwsiden Prabowo beberapa saat setelah dirinya dilantik menjadi RI 1. Saat itu dengan gaya pidato seorang orator ulung, Prabowo tampak begitu semangat mengajak kepada segenap warga bangsa, untuk bersama-sama meraih swasembada pangan. Probowo optimis, swasembada pangan dapat dicapai.

Sebagai bangsa yang pernah membuat warga dunia terkagum-kagum atas kisah sukses meraih swasembada beras 1984, mestinya kita juga tidak pesimis dengan target Presiden Prabowo mencapai swasemvada beras. Sebagai bangsa pejuang, kita wajib optimis, sekalipun dibalik itu terasa juga suasana harap-harap cemas. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

Penuntut Ilmu dan Pemburu Harta

𝓑𝓲𝓼𝓶𝓲𝓵𝓵𝓪𝓪𝓱𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓶𝓪𝓪𝓷𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓲𝓲𝓶 Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barokatuuh Senin, 16 Desember 2024 / 14 Jumadilakhir 1446 Penuntut Ilmu dan Pemburu Harta عن

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *