5 January 2025 05:15
Opini dan Kolom Menulis

HAK PETANI HIDUP SEJAHTERA

HAK PETANI HIDUP SEJAHTERA

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Hak Petani Hidup Sejahtera merupakan konsep yang mencakup beberapa aspek dasar untuk meningkatkan kesejahteraan petani, antara lain, hak ekonomi, hak sosial dan hak lingkungan. Hak ekonomi diantaranya mendapat harga yang layak untuk hasil pertanian. Lalu memperoleh
akses ke pasar domestik dan internasional. Kemudian, mendapat
perlindungan dari praktik monopoli. Selanjutnya memperoleh bantuan dan subsidi yang tepat dan mendapatkan
pengembangan usaha agribisnis.

Sedangkan yang berkaitan dengan hak sosial antara lain. akses ke pendidikan dan pelatihan; perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja; jaminan sosial dan keamanan;
pengakuan hak-hak petani perempuan dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Terkait dengan hak lingkungan, diantaranya, pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan; perlindungan dari kerusakan lingkungan; akses ke teknologi ramah lingkungan; penggunaan pestisida dan pupuk yang aman dan konservasi sumber daya alam.

Pertanyaan menariknya adalah apakah para petani di negara kita telah mendapatkan hak-haknya itu ? Benarkan sebagai anak bangsa, para petani sudah dapat merasakan dan menikmati berbagai kemudahan untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang sangat berperan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian ? Lalu, bagaimana pula dengan hak petani untuk mendapatkan sistem irigasi yang wajar dalam menggarap budidaya pertaniannya ?

Seabreg pertanyaan lain, bisa saja kita sampaikan terkait kesungguhan Pemerintah dalam membangun petani. Secara regulasi setingkat Undang Undang, sesungguhnya bangsa ini telah memiliki UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU No. 19/2013). Beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota pun sudah meninfak-lanjutinya dengan melahirkan Peraturan Daerah (PERDA).

Sayang, dalam perkembanhannya, ternyata setumpuk regulasi tersebut belum ada yang manjur untuk melakukan pembelaan terhadap petani. Petani padi misalnya, mereka selalu mengeluhkan soal kelangkaan pupuk bersubsidi ketika musim tanam tiba. Atau mereka pun seringkali kecewa dengan anjloknya harga gabah saat musim panen tiba.

Lebih menyedihkan lagi, hal semacam itu selalu terjadi saat musim tanam dan musim panen tiba. Petani pun sering bertanya : pada kemana ya Pemerintah ? Di benak petani, kehadiran Negara itu sangat penting disaat petani mengalami kesusahan. Anehnya, menghadapi kelangkaan pupuk dan anjloknya harga gabah, Pemerintah tampak seperti yang tak berdaya mencarikan solusinya.

Beberapa pengamat sering menyebut kedua masalah tersebut psntas dikatakan sebagai persoalan klasik yang seolah-olah telah menjadi “dosa waris” pembangunan petani. Hal ini pula yang membuat petani susah untuk dapat hidup sejahtera dan bahagia, sekalipun hak untuk hidup sejahtera di Tanah Merdeka ini telah dijamin oleh Undang Undang.

Kelangkaan pupuk bersubsidi, jelas akan berdampak pada turunnya produksi dan produktivitas hasil pertanian. Bertahun-tahun petani protes, namun apa yang diaspirasikan petani tampak telat direspon Pemerintah. Baru tahun 2025 Pemerintah tsmpil lebih nyata untuk menata kembali tata kelola kebijakan pupuk bersubsidi.

Penambahan jumlah alokasi pupuk bersubsidi sebesar 2 kali lipat dari yang berlangsung sekarang, ditambah dengan pemangkasan saluran distribusi pupuk bersubsidi, diharapkan mampu jadi “jurus ampuh” dalam menjawab isu kelsngkaan pupuk bersubsidi. Kalau pun nanti, kita masih mendengar ada keluhan atau lengkingan suara petani soal kelangkaan pupuk, berarti masih ada yang keliru dalam eksekusinys.

Begitu pula dengan anjloknya harga gabah tatkala musim panen tiba. Bagi petani, psnen padi merupakan peluang untuk berubah nasib. Petani sudah bisa menghitung berapa penghasilan yang diperoleh jika panen tiba. Catatannya, harga jual gabah di petani tidak anjlok dari harga yang berlaku selama ini. Tapi ceritanya akan menjadi lain, jika saat panen, harga gabahnya anjlok.

Petani pun langsung kecewa berat. Dalam peribahasa Sunda ada yang dikatakan “ngajerit maratan langit, ngoceak maratan jagat”. Begitulah kecewanya petani. Artinya, menjerit menembus langit, menggali menembus bumi. Harapan berubah nasib dan kehidupan selalu pupus dan tidak pernah kesampaian. Petati tetap hidup melarat dan nelangsa. Jebakan kemiskinan tak berujung pangkal, tetap mewarnai kesehariannya.

Catatan kritisnya, mengapa Pemerintah, dengan seabrek kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya, seperti yang tak berkutik menghadapi para pelaku pasar yang umumnya sangat senang menekan harga di tingkat petani ? Inilah “pe-er” besar kita, jika memang bersungguh-sungguh untuk mensejahterakan dan membahagiakan petani.

Dihadapkan pada kondisi seperti ini, adanya kemauan politik Pemerintah untuk menjadikan Bulog sebagai offtaker untuk membeli gabah petani, sebetulnya langkah tepat untuk mengendalikan harga gabah dan beras yang berkeadilan. Bulog dapat bermitra dengan bandar/tengkulak/pedagang/pengusaha gabah untuk sama-sama jadi pelindung dan pembela petani.

Bulog dapat berperan sebagai “prime mover” dalam menciptakan harga yang wajar bagi petani. Bahkan Bulog pun dapat mengajak para bandar/tengkulak/pedagang/pengusaha untuk berbagi keuntungan dengan petani. Pertanyaan pentingnya, mampukah Bulog sebagai lembaga parastatal mengajak para bandar/tengkulak/pedagang/pengusaha untuk menerapkan pandangan semacam itu ?

Ajakan ini mestinya dapat digarap oleh “Bulog Baru” yang bukan lagi BUMN. Masalahnya adalah adakah keinginan untuk secara serius mensejahterakan petani. Ingat, petani memang memiliki hak untuk hidup sejahtera. Namun, kewajiban Pemerintahlah untuk mensejahterakan petaninya. Ayo bergersk. Tunggu apa lagi.

(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *