4 July 2024 10:10
Opini dan Kolom Menulis

“GRAND DESAIN” REGENERASI PETANI

“GRAND DESAIN” REGENERASI PETANI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Apakah betul hingga sekarang, kita belum memiliki Grand Desain Regenerasi Petani lengkap dengan Roadmap pencapaiannya ? Itulah pertanyaan yang muncul ketika dilaksanakan “Ngobrol Santai tanpa Beban”, yang secara khusus membahas Posisi Petani dalam Pembangunan Nasional.

Acara yang digelar di kantor Tim Percepatan Pembangunan Kabupaten Garut, Jawa Barat dipenghujung tahum 2023 ini menjadi menarik untuk di bahas lebih dalam, karena adanya fakta terkait dengan tidak berjalannya regenerasi di kalangan petani padi. Ngobrol Santai tanpa Beban ini dipimpin oleh Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat yang sekaligus bertindak sebagai fasilirator.

Persoalan petani padi di Tanah Merdeka, kelihatan menjadi semakin penting untuk dibahas lebih serius, setelah tanda-tanda profesi petani padi, menjadi semakin tidak diminati lagi oleh kaum muda perdesaan. Fenonena keengganan kaum muda perdesaan untuk berkiprah menjadi petani padi, sebetulnya telah berlangsung cukup lama.

Kaum muda perdesaan, lebih memilih untuk berduyun-duyun pergi ke kota-kota besar, hanya sekedar untuk menyambut kehidupan yang lebih baik. Mereka sangat meyakini, dalam suasana kekinian profesi petani padi, bukanlah bidang pekerjaan yang penuh dengan harapan. Menjadi petani padi sama saja dengan menjebakkan diri pada situasi hidup miskin.

Bagi sebagian besar kaum muda perdesaan, lebih baik menjadi buruh harian lepas di perkotaan, dengan penghasilan yang tidak menentu, ketimbang terus mendekam di kampung kelahirannya menjadi petani padu. Profesi petani padi, sekarang bukan lagi pekerjaan yang dapat merangsang kaum muda untuk menggelutinya.

Terbayang, jika kaum muda perdesaan sudah semakin banyak yang tidak tertarik untuk menjadi petani padi, maka persoalannya siapa yang akan menggantikan pekerjaan petani padi itu sendiri ? Padahal, para petani padi hari ini, terekam sudah pada sepuh. Inilah tantangan berat yang butuh jawaban cerdas dari para penentu kebijakan di sektor pertanian.

Akar masalahnya ternyata tidak hanya selesai sampai disini. Para orang tua yang kini bekerja sebagai petani padi pun, sudah sejak lama melarang anak-anak mereka untuk bekerja sebagai petani pafi. Para orang tua menginginkan agar anak-anak mereka dapat bekerja menjadi Aparat Sipil Negara, Aparat Keamanan dan lain sebagainya.
Tidak sedikit dari mereka yang rela menjual sawah ladang untuk membiayai anak-anak mereka menempuh jenjang pendidikan lebih tinggi lagi. Di benak mereka, jika anak-anaknya lulus dari Perguruan Tinggi, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik bakal lebih terbuka. Trend ini sepertinya akan terus meningkat, seiring dengan perguliran jaman.

Lengkaplah sudah. Kaum muda perdesaan enggan jadi petani padi dan para orang tua yang kini jadi petani pun melarang anak-anak mereka jadi petani padi. Dapat dipastikan, bila para orang tua yang kini berprofesi sebagai petani melarang anak-anak mereka jadi petani, lalu bagaimana dengan para orang tua yang bukan berprofesi sebagai petani ?

Sebut saja, anak pejabat eselon 1 di sebuah Kementerian, apakah dirinya bakal tega menyuruh anak-anaknya jadi petani untuk “boboĺokot” lumpur di sawah ? Rasanya tidak. Bahkan tidak jarang anak-anak mereka untuk bekerja di kantoran yang ruangannya dilengkapi dengan AC. Menjadi petani padi, bukanlah pilihan yang ada di benak para pejabat di negeri ini.

Dihadapkan pada suasana demikian, tidak dapat disangkal, salah satu langkah penting yang perlu dicarikan solusi cerdasnya adalah kebijakan alih generasi petani padi seperti apa untuk mengatasi masalah ini ? Kalau betul, hingga kini kita belum memiliki Grand Desain Regenerasi Petani Padi 25 Tahun ke Depan, mengapa kita tidak segera merumuskannya ?

Untuk menjawabnya, tidak bisa tidak, semua komponen bangsa perlu duduk bersama, merumuskan kebijakan terbaik agar profesi petani padi, kembali diminati oleh kaum muda di negeri ini. Ini penting disampaikan, karena apalah makna sebuah negeri agraris jika ternyata tidak ada lagi petaninya ? Lalu, apa yang seharusnya ditempuh agar profesi petani padi benar-benar menjanjikan bagi mereka yang menekuni nya ?

Grand Desain yang akan dirumuskan, jelas akan dan harus melibatkan unsur Penta Helix. Pemerintah, dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan Kementerian/Lembaga terkait, untuk menyiapkan kerangka kebijakan dan strategi pencapaian alih generasi petanu padi agar berjalan dengan mulus.

Tantangan terberat yang harus disiapkan secara matang adalah sampai sejauh mana kita mampu melahirkan konsep dan kebijakan yang menyebut profesi petani padi, bukanlah pekerjaan yang membuat orang-orang terjebak dalam suasana hidup miskin. Kita harus ciptakan rumusan, menjadi petani padi pun, mereka akan dapat hidup sejahtera dan bahagia.

Tersendatnya regenerasi petani padi, sebaiknya jangan disepelekan. Kita perlu mencarikan jalan keluarnys. Kita perlu berpikir keras agar profesi petani padi kembali diminati oleh kaum muda di negeri ini. Salah satu langkah yang dapat kita tempuh adalah mungkinkah akan ada jaminan dari negara, menjadi petani padi di negeri ini tidak akan hidup melarat dan sengsara?

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Jangan Sembunyikan Ilmumu

WASILLAH SHUBUHKamis, 4 Juli 2024. BismillahirahmanirahimAssallamu’alsikum wr wbrkt JANGAN SEMBUNYIKAN ILMUMU. Saudaraku…Ketika saya menyampaikan postingan tentang agama, itu tidak berarti

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *