5 October 2024 15:54
Opini dan Kolom Menulis

GERAKAN MENGEREM KONSUMSI NASI

GERAKAN MENGEREM KONSUMSI NASI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Satu persoalan serius yang tetap harus digarap dengan penuh kehormatan dan tanggungjawab adalah mengerem laju konsumsi masyarakat terhadap nasi. Ini penting, diprioritaskan, karena dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang menghuni Tanah Merdeka ini, otomatis konsumsi masyarakat terhadap nasi juga akan bertambah.

Selain itu, kita juga maklum upaya menggenjot produksi beras di dalam negeri, kini menghadapi berbagai persoalan yang tidak mudah diselesaikan. Petani dalam negeri seperti yang tak berdaya menghadapinya. Sebut saja, kini berlangsung gejala “levelling off” produksi padi di berbagai daerah, karena lahan sawah yang semakin menurun kesuburannya.

Yang juga susah ditangani adalah terjadi iklim ekstrim yang dapat menurunkan hasil produksi beras, baik karena terjadinya kemarau panjang atau karena musim penghujan dengan curah hujan yang sangat tinggi. Belum lagi adanya serangan hama dan penyakit tanaman yang sewaktu-waktu dapat menyergap usahatani padi.

Selain hal-hal yang bersifat teknik budidaya, kita pun dihadapkan pada masalah alih fungsi lahan yang tampak semakin marak dan membabi-buta di berbagai daerah yang tergolong sebagai sentra produksi padi. Pemerintah sendiri terkesan tidak “all out” dalam melakukan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan produktif.

Akibatnya, “ruang pertanian” semakin menyusut karena adanya tekanan penduduk yang membutuhkan perumahan dan pemukiman. Lebih gawat lagi, tunturan pembangunan yang menggerus lahan pertanian guna keperluan infrastruktur dasar pembangunan, menjadi tidak dapat dihindari.

Sebut saja pembangunan bandara Kertajati dan pelabuhan Patimban yang berskala internasional, pembangunan kawasan industri, pembangunan jalan tol, pembangunan rel kereta api cepat, dan lain sebagainya, tampil melengkapi gencarnya alih fungsi lahan pertanian produktif ke non pertanian.

Yang tidak habis pikir, mengapa program pencetakan sawah baru sebagai pengganti luas lahan sawah yang tergerus, tidak digarap dengan sungguh-sungguh. Mereka yang diberi tugas seolah-olah hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Termasuk rencana pengembangan kawasan pertanian di luar Jawa itu sendiri.

Pengembangan Food Estate, baik untuk komoditas padi, singkong dan hortikultura terekam banyak yang gagal ketimbang yang berhasil. Semua ini tampak dihadapan kita, sehingga muncul pertanyaan mau dibawa kemana pembangunan pertanian ke depan ? Apakah benar ada skenario untuk meminggirkan pertanian dari pentas pembangunan ?

Menyikapi masalah yang demikian, tidak bisa tidak, kita harus mulai serius menangani sisi konsumsi yang kelihatannya belum digarap dengan sungguh-sungguh. Langkah Pemerintah mengembangkan program diversifikasi pangan, perlu dirancang sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi solusi menurunnya produksi padi.

Kesan program diversifikasi pangan sebagai kegiatan yamg sifatnya angat-angat tahi ayam, sudah waktunya dihentikan. Jadikan program diversifikasi pangan sebagai kegiatan yang berkelanjutan. Kita butuh adanya Grand Desain yang utuh, holistik dan komprehensif serta tidak cukup hanya dengan memiliki Roadmap semata.

Meningkatnya jumlah penduduk, tentu perlu diantisipasi secara cermat. Indonesia dikenal sebagai negara yang menempati peringkat ke 4 di dunia, yang penduduknya paling tinggi junlahnya. Yang penting diwaspadai, jangan sampai laju konsumsi beras per kapita juga ikut naik, karena jumlah penduduknya terus meningkat. Mensolusikan hal yang demikian, program diversifikasi pangan, jangan pernah kendor untuk dilakukan.

Secara regulasi kita melahirkan Badan Pangan Nasional yang diharapkan manpu memerankan diri sebagai “penggerak utama” kebijakan pembangunan pangan. Banyak fungsi yang diemban oleh lembaga pangan tingkat nasional ini. Salah satunya mengkoordinasikan program penganekaragaman pangan itu sendiri. Masyarakat tidak boleh lagi terhipnotis oleh salah satu jenis bahan pangan karbohidrat.

Namun, masyarakat penting diajak untuk meragamkan pola makan. Ketergantungan terhadap nasi, semestinya dikurangi sedikit demi sedikit. Langkah pengembangan pangan lokal sebagai subsitusi nasi, perlu terus dilakukan. Inovasi dan teknologi pangan, jangan dibiarkan mandek. Para pakar dari Universitas, BRIN dan peneliti lain, diminta terobosan cerdasnya untuk terus meneliti dan menemukan bahan pangan karbohidrat non beras.

Program penganekaragaman pangan, jangan lagi dikemas dalam bentuk keproyekan. Sudah saatnya Pemerintah merancangnya dalam sebuah gerakan bangsa. Jadikan kebijakan dan program diversifikasi pangan sebagai wujud pertanggungjawaban segenap anak bangsa. Itu sebabnya, mengapa kita berpandangan, program diversifikasi pangan, bukan hanya tanggungjawab Pemerintah.

Penganekaragaman pangan, kini mengemuka menjadi tantangan yang butuh solusi secara sistemik. Kita jangan lagi terjebak oleh program dan kegiatan yang sifatnya ala kadarnya. Apalagi kalau hanya sekedar mengugurkan kewajuban semata. Mengerem laju konsumsi masyarakat terhadap nasi, sekarang jadi kebutuhan. Jangan sampai kita telat menangani nya. (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *