Dari Nasi ke Pangan Lokal
DARI NASI KE PANGAN LOKAL
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Walau sudah sejak tahun 1960an, Pemerintah menggelindingkan kebijakan penganekaragaman pangan, namun hingga sekarang, kita masih belum mampu membebaskan masyarakat dari kecanduannya terhadap nasi. Sebagian besar masyarakat, terlihat masih belum mampu meragamkan pola makan, sehingga memiliki pilihan untuk mengkonsumsi bahan pangan selain nasi.
Kebiasaan mengkonsumsi nasi yang berlebihan, membuat betapa susahnya Pemerintah mengembangkan program diversifikasi pangan. Lebih parah lagi, Pemerintah sendiri seperti yang kurang serius dalam mengembangkan program penganekaragaman pangan ini. Jujur harus diakui, sampai sekarang, bangsa ini belum memiliki Grand Desain Penganekaragaman Pangan untuk jangka waktu 25 tahun ke depan. Akibatnya, program yang dikembangkan terkesan sporadis dan tidak sistemik.
Lampu kuning menuju merah, terkait dengan masalah diversifikasi pangan kini tengah berkelap-kelip. Pemerintah sudah waktunya memberi perhatian serius atas persoalan ini. Pemerintah tidak boleh lagi hanya memberi penekanan terhadap sisi produksi dan harga yang selama ini tengah mengemuka menjadi soal yang wajib hukumnya untuk ditangani secara cerdas. Namun, dituntut oleh kebutuhan yang mendesak, penanganan sisi konsumsi pun perlu ditempuh secara sungguh-sungguh.
Perlu diingatkan, jika Pemerintah hanya fokus menangani sisi produksi, masalah ketersediaan pangan ysng cukup sangat susah untuk diwujudkan. Sehebat apapun genjotan produksi yang ditempuh, namun tidak dibarengi dengan penanganan aspek konsumsi, yang disebut ketahanan pangan bangsa yang kokoh sulit untuk dibuktikan. Itu sebabnya, agar masalah ini dapat segera dituntaskan, maka yang namanya ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan penting dikemas secara bersama-sama.
Kebijakan dan Program mengerem laju konsumsi beras, dianggap sebagai langkah cerdas yang pantas untuk dilakukan. Konsumsi masyarakat terhadap nasi yang masih tinggi, perlu diputus lewat program yang mampu meragamkan pola makan masyarakat. Kecanduan masyarakat terhadap nasi, perlu distop dan digantikan dengan konsumsi pangan lokal yang banyak tersedia dalam kehidupan sehari-hari. Undang Undang Pangan menyatakan pangan lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.
Kampanye pangan lokal sendiri, sebetulnya telah dikembangkan oleh Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. Saat itu telah dirumuskan Roadmap Pengembangannya. Akan tetapi, setelah Badan Ketahanan Pangan dibubarkan kita tidak tahu dengan pasti bagaimana perkembangannya. Apakah Badan Pangan Nasional yang kemudian meneruskannya atau dihentikan, tentu butuh pendalaman lebih lanjut untuk membahasnya.
Menggeser pola makan masyarakat dari nasi ke pangan lokal, bukanlah hal yang cukup mudah untuk ditempuh. Banyak tantangan dan kendala yang harus dihadapi. Salah satunya terkait dengan kualitas dari pangan lokalnya. Selama ini, pangan lokal memang ada dan tersedia disekitar kita. Sayangnya, kita belum mempersiapkan pangan lokal yang harganya murah dan mudah untuk diperoleh masyarakat. Masyarakat lebih gampang memperoleh beras yang siap dinasak ketimbang pangan lokal.
Inilah persoalan serius yang penting dijawab. Pemerintah mestinya, sebelum meminta masyarakat untuk meragamkan pola makan, terlebih dahulu disiapkan jenis makanan penggantinya. Jangan sampai kampanye sudah gencar dilakukan, namun ketika masyarakat akan membelinya, ternyata harganya lebih mahal dari beras dan barangnya sangat sulit diperoleh di pasaran. Hal seperti ini, sebaiknya menjadi catatan khusus dalam pengembangan program diversifikasi pangan.
Penganekaragaman pangan, kini sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Pemerintah sendiri, semestinya jangan pernah ragu untuk menggarapnya. Ayo rancang dan rumuskan perencanaan diversifikasi pangan yang matang. Berbagai keunggulan pangan lokal yang ada diberbagai daerah, dijadikan bahan pembelajaran kita bersama. Jangan sampai terjadi diversifikasi pangan itu bergeser ke terigu. Ini yang tidak betul, sekalipun faktanya seperti itu.
Badan Pangan Nasional sebagaimana yang diamanatkan Perpres No. 66 Tahun 2021, sepatutnya tampil sebagai pembawa pedang samurai dalam melaksanakan program diversifikasi pangan ini. Sebagai lembaga Pemerintah yang memiliki tugas dan tanggungjawab menangani urusan dan kewenangan pangan, akan terlihat keren, bila mampu menampilkan diri sebagai “prime mover”, baik dalam tataran kebijaksn atau pun pelaksanaannya di lapangan.
Catatan kritisnya adalah apakah mungkin Badan Pangan Nasional akan mampu mengemban tugas yang penuh kemulyaan ini, jika Pemerintah tidak memberi dukungan anggaran yang layak ? Inilah yang patut dibahas lebih serius. Pemerintah, jelas perlu memberi sokongan penuh dalam upaya meragamkan pola makan masyarakat ini. Pemerintah jangan terkesan pelit dalam mengucurkan pagu anggarannya. Kita percaya, para anggota Komisi 4 DPR pun bakal mendukung penuh terhadap penanganan masalah penganekaragaman pangan ini.
Masalah lain yang tak kalah menariknya untuk dibahas adalah soal konsistensi Pemerintah dalam menyelenggarakan program diversifikasi pangan ini. Ada kesan, penanganan diversifikasi pangan masih digarap secara sporadis dan belum sistemik. Pendekatan yang ditempuh masih menggunakan keproyekan. Belum mengedepankan gerakan. Kita kenali betul, yang namanya proyek Pemerintah, pasti akan dibatasi oleh kurun waktu. Waktu proyeknya selesai, tamat pula program yang digarapnya.
Mungkin kita masih ingat ada program diversifikasi pangan yang disebut dengan jargon “one day no rice”. Diterjemahkan secara bebas, artinya “satu hari tanpa nasi”. Program ini tentu saja menimbulkan pro kontra di berbagai kalangan. Hanya, kalau kita cermati perkembangan yang ada, kegiatan satu hari tanpa nasi, benar-benar susah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tanggapan nya, bisa jadi akan lain, bila jargon yang dikampanyekannya berbunyi “satu hari kurangi nasi”.
Upaya mengerem laju konsumsi masyarakat terhadap nasi, ada baiknya dikemas dalam sebuah gerakan bangsa. Pemerintah tidak boleh ragu dalam menerapkan program seperti ini. Kondisi kecanduan masyarakat terhadap nasi, betul-betul cukup merisaukan. Sebelum telat, ayp kita terapkan diversifikasi pangan kita, dari nasi ke pangan lokal.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).
Berita Duka
Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan
UPP Saber Pungli Jawa Barat, Peluncuran Film Edukasi Pencegahan Pungli “Hantu di Sekolah”
Pj. Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin, S.E., M.T., HIBAR -Peluncuran film edukasi pencegahan pungutan liar dari tim saber pungli
Pengembangan Kompetensi ASN di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung
Pengembangan Kompetensi ASN di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Oleh: Usin, S.Pd., Gr Penerapan Core Values ASN ‘BerAKHLAK’ di Lingkungan Kerja SDN Babakan Sukamulya
31 Delegasi Negara Asia Afrika Bakal Hadir di AAF 2024
HIBAR -Sebanyak 31 delegasi negara Asia Afrika dan 11 di antaranya duta besar negara dipastikan akan menghadiri kegiatan Asia Africa
Pemkab Bandung Gandeng Telkom University Atasi Persoalan Sampah
HIBAR -Pemkab Bandung melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) bersinergi dengan Telkom University dalam upaya mengatasi persoalan sampah
Kang DS Sebut Ada Tiga Indikator yang Berpengaruh Pada Capaian 73,74 Poin IPM Kab. Bandung
HIBAR – Bupati Bandung Dadang Supriatna beserta jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melaksanakan Jumat Keliling (Jumling) ke-100 di Masjid Asyuja’iyah