BULOG MENGEJAR TARGET
BULOG MENGEJAR TARGET
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Keberadaan Perum Bulog, baik sebagai operator Pangan ataupun selaku lembaga parastatal, sekarang betul-betul tengah diuji kehadirannya. Dengan statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara, Perum Bulog tetap mengemban tugas untuk melaksanakan peran bisnis dan peran sosialnya (social responsibility) secara berbarengan. Bulog masih belum lagi berstatus sebagai Lembaga Otonom Pemerintah.
Dalam dua bulan ke depan, Perum Bulog menghadapi tantangan cukup berat. Bulog dituntut untuk memacu kinerjanya dalam rangka meningkatkan penyerapan gabah petani, ditengah berlangsungnya panen raya padi kali ini. Target penyerapan gabah setara 3 juta ton beras, yang dikumandangkan beberapa bulan lalu, sepertinya membuat banyak pertanyaan dari banyak pihak. Mampukah Perum Bulog mewujudkan target tersebut ?
Seiring dengan pencapaian terget tersebut, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun melakukan perombakan terhadap Dewan Pengawas dan Dewan Direksi Perum Bulog. Yang cukup menarik untuk dicermati adalah diangkatnya TNI AD yang masih aktif dengan pangkat Mayor Jendral untuk menjabat sebagai Direktur Utama Perum Bulog sekaligus mengangkat Wakil Menteri Pertanian sebagai Ketua Dewan Pengawas Bulog.
Pengangkatan Jendral TNI yang masih aktif menjadi Dirut sebuah BUMN, tentu saja mengundang perdebatan cukup menghangatkan. Selain hal ini dinilai “bertabrakan” dengan UU TNI, juga muncul pertanyaan apakah sudah tidak ada lagi anak bangsa yang bukan TNI aktif, untuk dapat dipercaya untuk memimpin Perum Bulog ? Yang pasti, sampai sekarang Bung Novi tetap tercatat sebagai Dirut Perum Bulog dan belum mundur dari TNI aktifnya.
Memang ada dua opsi yang ditawarkan agar pengangkatan Bung Novi tidak terus-terusan dimasalahkan banyak pihak. Opsi pertama, Bung Novi tetap menjabat sebagai Dirut Perum Bulog dengan catatan beliau mengundurkan diri dari TNI AD aktifnya. Kedua, Bung Novi tetap mempertahankan posisi TNI AD aktifnya dengan mengundurkan diri dari jabatannya selaku Dirut Perum Bulog.
Sampai dengan tulisan ini dibuat, belum ada kepastian terkait dengan posisi Dirut Perum Bulog yang tidak bertabrakan dengan aturan perundangan yang berlaku. Yang kita dengan baru pernyataan para petinggi TNI yang menyatakan kalau mau menjadi Dirut BUMN srperti Perum Bulog, seharusnya mundur dari posisinya selaku TNI aktif.
Kabar dari Kapuspen TNI menyatakan, saat ini proses pengunduran diri Bung Novi dari TNI AD, tengah berlangsung. Hal ini seiring dengan UU TNI, jika ada diantara anggota TNI yang masih aktif, kemudian ditugaskan menjabat di BUMN sekelas Perum Bulog, maka pilihan terbaiknya mundur dari status sebagai anggota TNI, bila dirinya memilih pisisi pejabat Perum Bulog sebagai lahan pengabdiannya.
Lepas dari persoalan posisi Dirut Perum Bulog yang mengundang polemik, masalah Perum Bulog saat ini, sepertinya tengah dihantui perasaan was-was setelah dua pejabat Perum Bulog daerah ada yang dicopot dari jabatannya. Kedua pejabat ini dicopot, karena dianggap tidak menunjukkan kinerja terbaiknya. Bahkan ada kesan tidak mendukung kebijakan Presiden Prabowo yang menginginkan penyerapan gabah petani sebanyak-banyaknya.
Akibatnya wajar, jika kemudian ada “bisik-bisik” diantara pejabat Perum Bulog daerah yang menyatakan, kapan saya akan dicopot atau dimutasi ke ujung Indonesia ? Suasana semacam ini, tentu sangat tidak kondisif bagi pencapaian penyerapan gabah petani sesuai dengan yang ditargetkan. Itu sebabnya, penting dikaji ulang, apakah langkah ‘punishment’ dengan melakukan pencopotan jabatan merupakan pilihan terbaik untuk ditempuh ?
Sebetulnya, gaya pencopotan jabatan sebagai upaya meningkatkan kinerja sebuah perusahaan plat merah sekelas Perum Bulog, sah-sah saja untuk ditempuh. Tidak ada satu aturan pun yang mengharamkan langkah tersebut untuk ditempuh. Pertanyaan kritisnya adalah apakah tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan, selain dari pencopotan jabatan jika dan hanya jika, kita ingin meningkatkan kinerja ?
Sepertinya, Perusahaan BUMN srkaliber Perum Bulog, telah memiliki SOP yang cukup baik dalam mengatur ‘reward’ dan ‘punishment’ terhadap para pegawainya. Dalam SOP itu, tentu telah ditetapkan, bagaimana prosedur dan tata cara pencopotan jabatan seseorang, terkait dengan kinerja yang ditempuhnya. Jadi, terkesan mengagetkan, jika hanya melewati laporan terbatas, maka solusinya adalah mencopot dari jabatannya.
Menurut data yang dirilis ke publik, hingga akhir Maret 2025, tercatat penyerapan gabah petani oleh Perum Bulog telah mencapai angka sekitar 700 ribu ton gabah/beras. Angka ini menunjukkan Perum Bulog, pasti akan mampu menyerap gabah sebanyak-banyaknya, jika gabahnya memang ada. Akan tetapi, bila gabahnya tidak ada, karena petani belum memanennya, maka dari mana Perum Bulog akan memperoleh gabahnya ?
Inilah yang terjadi di banyak daerah di awal-awal panen raya berlangsung. Tidak jatang angka prediksi tidak sama dengan fakta kehidupan yang dialami petani. Dalam proyeksi disebutkan daerah tersebut akan panen, namun kenyataannya belum berlangsung. Para petani tampak menunda pelaksanaan panennya, karena mereka menunggu saat yang tepat. Petani tidak ingin memanen jika usia tananan padinya, belum pas benar untuk dipanen.
Perum Bulog mengejar target, boleh jadi kini menjadi salah satu prioritas yang ingin dicapai dalam dua bulan ke depan. Kita percaya, Perum Bulog telah menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menggapai pencapaian target tersebut. Dukungan anggaran Pemerintah pun kini tengah digelontorkan kepada Perum Bulog sekitar 16,6 trilyun rupiah. Jadi, tidak ada alasan, Perum Bulog kesulitan dana untuk melakukan penyerapan.
Pertanyaan pentingnya adalah apakah para petani akan menjual gabah hasil panennya kepada Perum Bulog ? Atau petani akan lebih senang menjual gabahnya kepada para bandar atau tengkulak, mengingat berbagai pertimbangan yang ada ? Inilah ‘pe-er’ utama Perum Bulog dalam mengejar target yang ditetapkan. Artinya, Perum Bulog perlu berjuang habis-habisan untuk merebut simpati petani agar mereka menjual gabahnya kepada Perum Bulog.
(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).