5 October 2024 20:21
Opini dan Kolom Menulis

“Bobolokot”

“BOBOLOKOT”

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Pengertian dari kata bobolokot adalah penuh dengan keringat, darah, lumpur, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bobolokot bisa juga dimaknai berlepotan. Bobolokot sendiri dapat berlangsung dalam berbagai profesi kegiatan. Seorang kuli panggul beras, yang memindahkan beras dari truk ke gudang, tampak tubuhnya dipenuhi keringat dan dalam bahasa Sunda disebut “bobolokot kesang”.

Namun begitu, secara umum, kata bobolokot, biasanya sering kita dengar di dunia pertanian. Para petani padi yang sedang menanam benih ,tak mungkin lepas dari suasana “bobolokot ke leutak” alias badannya penuh dengan lumpur. Bobolokot lumpur sudah menjadi fakta kehidupan yang tidak mungkin untullk dipungkiri. Bobolokot, bagian dari kehidupannya.

Petani padi dalam proses bercocok-tanam ini, rupanya bukan hanya bobolokot oleh lumpur, namun juga akan dilengkapi dengan “bobolokot ku kesang” alias bersimbah keringat. Kondisi ini biasa terjadi di sawah-sawah. Sengatan terik matahari, membuat tubuh petani bercucuran keringat dengan deras. Lumpur dan keringat menyatu-padu.

Diselisik dari aspek fisik berprofesi sebagai petani padi, bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. Profesi ini, jelas jauh berbeda dengan pekerjaan seorang Aparat Sipil Negara yang kesehariannya terlihat necis dan perlente dengan pakaian seragamnya. Petani kebanyakan membawa cangkul, kalau pegawai negeri cukup membawa lap top.

Seiring dengan perkembangan jaman, kini profesi petani padi tampak semakin tidak diminati oleh kaum muda. Mereka lebih tertarik bekerja di kantoran, ketimbang bobolokot keringat di sawah ladang. Itu sebabnya, soal alih generasi petani padi menjadi masalah serius dalam peta bumi pembangunan pertanian di masa kini dan masa mendatang.

Fenomena seperti ini, ternyata bukan hanya dialami oleh bangsa kita saja. Hal yang sama terjadi pula di banyak negara. Salah satunya Jepang. Negara ini pernah mengalami kaum mudanya lebih memilih bekerja di kantoran ketimbang harus berpanas-panas di sawah. Mereka memilih kerja di gedung tinggi, ruangan ber-AC, walau penghasilannya lebih kecil dibanding jadi petani.

Adanya gambaran demikian, Pemerintah sendiri, kelihatannya perlu memberi perhatian khusus dan serius terhadap regenerasi petani padi ini. Memang, boleh-boleh saja Pemerintah berkeinginan untuk menggenjot produksi padi setinggi-tingginya menuju swasembada, tapi betapa kelirunya, jika problem alih generasi petaninya seperti yang dilupakan begitu saja.

Turunnya produksi beras tahun lalu dengan angka yang cukup signifikan karena adanya sergapan El Nino, tentu membuat Pemerintah tidak boleh lagi berleha-leha menghadapinya. Langkah menggenjot produksi agar optimal, tidak mungkin akan tetwujud jika petani padinya semakin berkurang. Upaya meningkatlan produksi beras, jelas membutuhkan petani yang mau bobolokot.

Catatan kritisnya adalah apa yang sebaiknya digarap Pemerintah agar kaum muda masa kini, berhasrat lsgi untuk menekuni profesi sebagai petani. Pemerintah atau sering juga dikatakan sebagai “the ruling class”, memang telah diberi mandat oleh rakyat untuk mengelola bangsa dan negara, dengan penuh rasa kehormatan dan penuh tanggungjawab.

Hal ini pun, kelihatannya tidak luput dari perhatian para Calon Presiden yang bakal bertarung tanggal 1r Pebruari 2024 mendatang. Ketika dilakukan debat terbuka para Capres yang diinisiasi Kadin, kita dapat dengar dan cermati, bagaimana sebetulnya pandangan para Calon Presiden terhadap nasib dan kebidupan petani di negerinini.

Para Calon Presiden sepakat, masalah regenerasi petani jangan disepelekan. Fenomena turunnya minat kaum muda perdesaan untuk berprofesi sebagai petani padi, nemang telah berlangsung sejak lama. Sinyalnya sendiri sudah berkekap-kelip cukup terang. Sayang, hal ini kurang menarik Pemerintah untuk menggarapnya secara sungguh-sungguh.

Selain hal-hal yang disampaikan diatas, problem lain yang kini muncul dalam kehidupan nyata di lapangan dan cukup penting untuk ditangani adalah terkait dengan sikap hidup kaum muda,. Gaya hidup sofistikasi, membuat kaum muda tidak tertarik untuk menggeluti profesi petani padi. Kalau pun terpaksa jadi petani, mereka akan memilihnya di sisi hilir. Bukan yang dihulunya.

Langkah strategis yang mendesaj untuk ditempuh, bagaimana agar sdktor hulu usahatani padi mampu digarap secara modern dengan menggunakan kehadiran teknologi dan inovasi kekinian. Kalau kaum muda tidak berkenan untuk bobolokot di sawah, penting dicarikan jalan keluarnya agar kaum muda mau berkiprah menjadi petani padi.

Modernisasi pertanian, khususnya di sisi hulu, kelihatannya muncul jadi tuntutan yang perlu ditangani secara sungguh-sungguh. Begitupun dengan budidaya tanaman padi. Kalau salah satu keengganan kaum muda jadi petani padi, karena tidak jamannya lagi bekerja bobolokot, maka yang harus dipikirkan, bagaimana caranya agar sisi hulu bercocok-tanam padi, tidak harus bobolokot lagi.

Pertanyaan ini penting dan menarik untuk dijawab. Masing-masing Capres tentu sudah punya jurus ampuh untuk mencarikan jalan keluarnya. Tinggal sekarang, bagaimana seabreg terori yang dikumandangkan agar kaum mufa mau menjadi petani padi tersebut, dapay diwujudkan dalam kehidupan nyata di lapsngan. Mari kita ikuti perkembangan berikutnya.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *