6 April 2025 18:48
Sentuhan Qalbu

Bila Kita Berprasangka BURUK…

MUHASABAH SHUBUH
Rabu, 26 Februari 2025

Bismillahirahmanirahim

Assalamualaikum wrm wbrkt

saudaraku sahabatku, yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala…..

Hidup itu seperti *Uap*,
yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap !!
Ketika Orang memuji *Milikku*,
aku berkata bahwa ini *hanya titipanNya* saja.

Bahwa mobilku adalah titipanNya,
Bahwa rumahku adalah titipanNYA,
Bahwa hartaku adalah titipanNya,
Bahwa putra-putriku hanyalah titipanNya.

Tapi mengapa aku tidak pernah bertanya,
*mengapa Dia* menitipkannya kepadaku?.
*Untuk apa Dia* menitipkan semuanya kepadaku.

Dan kalau bukan milikku,
apa yang seharusnya aku lakukan untuk milikNya ini?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali olehNya ?.

Malahan ketika diminta kembali,
kusebut itu Musibah,
kusebut itu Ujian,
kusebut itu Petaka,
kusebut itu apa saja,
Untuk melukiskan, bahwa semua itu adalah derita….

Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan kebutuhan duniawi
Aku ingin lebih banyak *HARTA*,
Aku ingin lebih banyak *MOBIL*,
Aku ingin lebih banyak *RUMAH*,
Aku ingin lebih banyak *POPULARITAS*,

Dan kutolak *SAKIT*,
Kutolak *KEMISKINAN*,
Seolah semua *DERITA*
adalah hukuman bagiku.

Seolah *KEADILAN* dan *KASIHNYA*,
harus berjalan seperti penyelesaian matematika dan sesuai dengan kehendakku.

Aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita itu menjauh dariku,
Dan nikmat dunia seharusnya kerap menghampiriku.

Betapa curangnya aku,
Kuperlakukan *DIA* seolah Mitra Dagangku
dan bukan sebagai *Kekasih !*

Kuminta *DIA* membalas perlakuan baikku,
dan menolak keputusanNya yang tidak sesuai dengan keinginanku …

Padahal setiap hari kuucapkan,
*”Hidup dan Matiku, Hanyalah untukmu”.*

Mulai hari ini,
ajari aku agar menjadi pribadi yang selalu bersyukur dalam setiap keadaan
dan menjadi bijaksana,
mau menuruti kehendakMU saja ya *Allah* …

Sebab aku yakin Engkau akan memberikan anugerah dalam hidupku.
*Kehendakmu* adalah yang terbaik bagiku ..

Ketika aku ingin hidup *KAYA*,
aku lupa,
bahwa *HIDUP* itu sendiri
adalah sebuah *KEKAYAAN*.

Ketika aku berat utk *MEMBERI*,
aku lupa,
bahwa *SEMUA* yang aku miliki
juga adalah *PEMBERIAN*.

Ketika aku ingin jadi yang *TERKUAT*,
aku lupa,
bahwa dalam *KELEMAHAN*,
Tuhan memberikan aku *KEKUATAN*.

Ketika aku takut *Rugi*,
Aku lupa,
bahwa *HIDUPKU* adalah
sebuah *KEBERUNTUNGAN*,
karena *AnugerahNYA.*

Ternyata hidup ini sangat indah, ketika kita selalu *BERSYUKUR* kepadaNya.

Bukan karena hari ini *INDAH* kita *BAHAGIA*.
Tetapi karena kita *BAHAGIA*,
maka hari ini menjadi *INDAH*.

Bukan karena tak ada *RINTANGAN* kita menjadi *OPTIMIS*.
Tetapi karena kita optimis, *RINTANGAN* akan menjadi tak terasa.

Bukan karena *MUDAH* kita *YAKIN BISA*.
Tetapi karena kita *YAKIN BISA*.!
semuanya menjadi *MUDAH*.

Bukan karena semua *BAIK* kita *TERSENYUM*.
Tetapi karena kita *TERSENYUM*, maka semua menjadi *BAIK*,

Tak ada hari yang *MENYULITKAN* kita, kecuali kita *SENDIRI* yang membuat *SULIT*.

Bila kita tidak dapat menjadi jalan besar,
cukuplah menjadi *JALAN SETAPAK*
yang dapat dilalui orang,

Bila kita tidak dapat menjadi matahari,
cukuplah menjadi *LENTERA*
yang dapat menerangi sekitar kita,

Bila kita tidak dapat berbuat sesuatu untuk seseorang,
maka *BERDOALAH* untuk
kebaikan.

Sabda Nabi saw :

Berterima kasih atas pemberian dan jasa orang lain adalah tanda bersyukur kepada Allah Ta’ala :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ ».

: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak bersyukur kepada Allah seorang yang tidak bersyukur kepada manusia.” HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, 1/702.

Siapa yang tidak tahu berterima kasih pada orang yang telah berbuat baik padanya, maka ia sulit pula bersyukur pada Allah. Dan Allah tidaklah menerima syukur seorang hamba, sampai ia tahu berterima kasih pada orang lain.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‎لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih pada manusia.” (HR. Abu Daud no. 4811 dan Tirmidzi no. 1954. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Siapa yang biasa tidak tahu terima kasih pada manusia yang telah berbuat baik padanya, maka ia juga amat sulit bersyukur pada Allah.
2- Allah tidaklah menerima syukur hamba sampai ia berbuat ihsan (baik) dengan berterima kasih pada orang yang telah berbuat baik padanya.
3- Perintah untuk pandai bersyukur.
4- Pemberi nikmat hakiki adalah Allah dan manusia yang berbuat baik adalah sebagai perantara dalam sampainya kebaikan.
Jadilah manusia yang pandai berterima kasih, lebih-lebih pada orang tua, guru dan setiap yang telah memberikan berbagai kebaikan pada kita.
Semoga Allah memberi taufik pada kita supaya pandai berterima kasih.

Referensi:
Rosysyul Barod Syarh Al Adab Al Mufrod, Dr. Muhammad Luqman As Salafiy, terbitan Darud Da’i, cetakan pertama, tahun 1426 H, hadits no. 218.
(Syarh Shohih Al Adabil Mufrod lil Imam Al Bukhari, Husain bin ‘Audah Al ‘Uwaisyah, cetakan Al Maktabah Al Islamiyah, cetakan kedua, 1425 H, hadits no. 218.)

Semoga kita adalah termasuk ke dalam golongan orang2 yang :
*TIDAK BERPERASANGKA BURUK KEPADA ORANG LAIN*
dan
*TAU RASA BERTERIMA KASIH DAN MENGHARGAI ATAS JASA YANG DIBERIKAN OLEH ORANG LAIN KEPADA KITA*

Aamiin ya robb…

Wassalamualaikum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *