6 October 2024 09:30
Opini dan Kolom Menulis

Belajar Adil Dalam Berinteraksi

Belajar Adil dalam Berinteraksi

Oleh : Sarip Husein

Apabila kita menelisik antara kata “Didengarkan” dengan kata “mendengarkan”. Sepintas antara dua kata di atas seakan tidak ada bedanya.
Mari kita telisik kata didengarkan dengan kata mendengarkan dalam konteks interaksi diantara guru dengan murid atau antara orangtua dengan putra putrinya sendiri.
Kata mendengarkan dengan kata didengarkan dalam konteks interaksi antara guru dengan siswa maupun antara orangtua dengan putra putrinya adalah suatu hal yang harus mampu dilakukan ,baik oleh guru maupun orangtua.
Sunatullah kiranya anak anak sama dengan kita dari sisi kebutuhan untuk adanya pengakuan maupun perhatian.

Sepintas kita melihat anak anak adalah sebagai manusia yang yan bertubuh kecil dengan sikapnya yang polos, namun ternyata dibalik kondisi tersebut, anak anak dari sisi kebutuhan tak ada bedanya dengan kita sebagaimana dikemukakan oleh Maslow bahwa kebutuhan manusia terdapat tahapan _ tahapan sebagai berikut : “Tahap terendah berisi kebutuhan yang paling mendasar, seperti makanan, air, dan tempat tinggal.
Tahap kedua mewakili kebutuhan keamanan.
Yang ketiga meliputi kebutuhan memiliki atau hubungan.
Tahap keempat melibatkan kebutuhan akan rasa hormat atau harga diri, baik diri sendiri maupun orang lain.
Tahap kelima, atau puncak piramida, adalah aktualisasi diri.
Penulis ingin menelisik kebutuhan anak anak dari sisi rasa hormat atau harga diri.
A. Interaksi Siswa dengan Guru.
1.Interaksi Siswa dengan guru.
DIsa’at guru berinteraksi dengan siswa, dilihat dari otoritasnya di kelas, sudah jelas, guru berkuasa di.kelas dalam arti guru hanya tinggal mengikuti jadwal pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa.
Melalui manajemen kelasnya masing masing guru dapat saja menciptakan kelas dengan kondisi : siswa duduk manis, tangan dilipat diatas bangku, buka kuping focus pada mater yang sedang dibahas oleh guru.
Hal ini berarti siswa berperan sebagai pendengar, dengan aktifitas ‘mendengarkan” alias anak anak sebagai objek.
Dari sisi materi pembelajaran, anak anak sudah memperoleh pengetahuan, namun dari sisi ilmu masih jadi pertanyaan :”Sudahkah mereka faham?”, belum tentu juga, mengapa demikian?
Sebab yang namanya proses belajar mengajar, harus terjadi interakai diantara kedua belah pihak.
Katakanlah, guru harus memberi kesempatan bagi siswa yang mau bertanya (berdiskusi). Hal ini mengandung arti sekarang bagian guru “mendengarkan” pertanyaan pertanyaan para siswa, adapun siswa sudah akan terangkat harga dirinya karena pertanyaan / harapan mereka “didengar” oleh gurunya.
Dan tentu saja terjadi interaksi timbal balik, Insya Allah dengan demikian, anak anak akan faham.
2. Interaksi lainnya disaat para siswa ingin menyampaikan isi hatinya kepada guru.
Guru harus membuka diri “mendengarkan”, menyimak curahan hati para siswa sebagai muridnya yang dalam faktanya mereka tidak akan mempertimbangkan kondisi guru saat itu, namun percayalah apabila guru mau menekan kebutuhan dirinya sendiri, dengan aktifnya guru mendengarkan curhat mereka, para siswa tidak hanya terangkat harga dirinya, lebih dari itu, mereka akan hormat pada guru yang tanpa tekanan/paksaan.
Dari konteks interaksi antara pqra siswa dengan guru yakni adanya keseimbangan antara “mendengarkan” dengan “didengarkan”, para siswa faham terhadap materi pembelajaran, jiwanyapun akan nyaman sebab harga dirinya mendapat pengakuan dari Bapa / Ibu Gurunya.
Jadi para siswa tidak hanya cerdas intelektualnya melainkan sikapnya juga akan berkarakter akhlak mulia, sebab mereka biasa merasa dihargai oleh guru sekaligus idolanya.

B.Interaksi anak anak dengan orangtua.
Anak_anak ketika dirumah bisa menjadi sosok yang terlindungi oleh orangtua/maupun saudara saudaranya atau tidak jarang anak anak di rumah menjadi sosok yang terancam, bahkan sampai pada tindak kekerasan dari orangtuanya sendiri.
Kebutuhan anak anak dari orangtuanya, mereka ingin “didengarkan” ketika mereka menunjukkan rasa ingin tahunya, jelas mereka membutuhkan penghargaan, bahwa mereka “didengarkan” oleh orangtuanya.
Hal yang tidak jarang terjadi, orangtua hanya ingin “didengarkan” segala nasehat ataupun larangan mereka oleh anak-anaknya.
Orangtua seperti ini hanya mau “didengarkan” namun tidak mau “mendengarkan” segala keluhan/harapan anak anak mereka sendiri.
Padahal akibatnya, ketika mereka tidak “didengar” segala keluhan/harapan oleh orangtuanya, tidak jarang mereka mencari penyaluran di luar rumah.
Dan petaka yang terjadi manakala mereka terabawa arus negatif, lihatlah bagaimana anak anak jalanan, punk dan sebagainya.
Melalui tulisan ini, mari kita belajar menyeimbangkan diantara dua kata “Mendengarkan” dengan kata “didengarkan” !

Langonsari, 5 Agustus 2023.

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *