6 October 2024 09:41
Opini dan Kolom Menulis

BANSOS = PENYANGGA KEHIDUPAN ?

BANSOS = PENYANGGA KEHIDUPAN ?

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sebagaimana yang diketahui, bantuan sosial merupakan pemberian bantuan yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif dalam bentuk uang/barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bantuan sosial diberikan agar bantuan yang diterima digunakan untuk keperluan kebutuhan mendasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan pangan. Hal ini sejalan dengan tujuan pemberian bantuan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat penerima.

Di sisi lain ada juga pandangan yang menyebut bantuan sosial yang diberikan cenderung akan melestarikan kemiskinan. Pemikiran ini terlontar dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Padahal, kalau kita cermati dengan seksama pengertian bantuan sosial diatas, jelas terukur, bantuan sosial yang diberikan tidak terus menerus. Bantuan sosial akan diberikan, sekiranya ada hal-hal yang sifatnya mendesak dan dibutuhkan segera oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

Kita percaya, Pemerintah tidak semudah membolak-balik telapak tangan ketika melahirkan Program Bantusn Sosial kepada rakyatnya. Tapi, Pemerintah pasti akan memikirkannya cukup serius, mengspa Bantuan Sosial harus digelindingkan. Contoh Bansos El Nino. Bansos ini diberikan karena adanya sergapan El Nino ysng membuat banyak petani mengslami gagal panen, sehingga penghasilannya jadi terganggu.

Yang jadi perbincangan sekarang adalah soal Bantuan Langsung Beras sebesar 10 kilogram yang diberikan kepada 22 juta penerima manfsat, di saat Pesta Demokrasi Serentak 2024 dilaksanakan. Tidak sedikit kalangan yang menuduh program ini merupakan “kampanye terselubung” yang digarap oleh salah satu Pasangan Calon Presiden yang ikut dalam pemilihan Presiden. Lebih terang benderang lagi, terekam adanya titipan gambar Paslon Capres/Cawapres yang mendompleng program bantuan langsung beras itu sendiri.

Akibatnya wajar, jika kemudian ada tuduhan yang menyebut program bantuan langsung beras ini diistilahkan sebagai “beras politik”. Betapa tidak ! Sebab, kalau kita kaitkan dengan jumlah penerima manfaat sebesar 22 juta rumah tangga, maka setidaknya ada 88 juta jiwa ysng terkena bansos beras ini. Itupun jika setiap rumah tangga kita hitung 4 orang (isteri dan 2 anak). Jumlah sebesar ini merupakan kantung suara yang cukup besar jika dihubungkan dengan perolehan raihan suara dalam Pilpres 2024.

Terlepas dari seabreg tudingan yang diarahkan kepada salah satu Paslon Capres/Cawapres, bagi 22 juta penerima manfaat program bantuan langsung beras sendiri, kebijakan semacam ini dapat dianggap sebagai “dewa penolong” kehidupan yang patut disyukuri. Mereka tidak akan mempersoalkan apakah ada unsur politik atau tidak, dalam program Bansos beras ini. Yang mereka pikirkam bagaimana caranya agar nyawa kehidupan keluarganya tetap tersambung.

Jujur harus kita pahami, perjalanan program bantuan langsung pangan/beras, bukanlah kebijakan yang baru dan terkesan ujug-ujug muncul dalam kehidupan. Semua berlangsung lewat sebuah proses panjang. Coba kita rekam ulang perjalanan program pemberian beras bagi masyarakat. Diawali dengan lahirnya Program Beras untuk Masyarakat Miskin (RASKIN) di awal tahun 2000an. Saat itu kebijakannya tidak gratis, tapi penerima manfaat diberi kesempatan untuk menebus 50 % dari harga pasar.

Lalu, Program Raskin ini disempurnakan dengan Program Beras untuk Masyarakat Sejahtera (RASTRA) dan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Sampai akhirnya lahir Program Bantuan Langsung beras yang diberikan secara gratis kepada para penerima manfaat. Saat itu muncul perdebatan yang cukup hangat terkait isu kebijakan yang sifatnya tojai’ah. Di satu pihak, Pemerintah ingin menerapkan program diversifikasi pangan, namun di tempat yang sama, Pemerintah memaksa masyarakat untuk mengkonsumsi nasi lewat program Bantuan Langsung Beras.

Beberapa tahun lalu, kita pernah dihebohkan dengan adanya calon Kepala Daerah yang membagi-bagikan sekantong beras kemasan 5 kilogram kepada masyarakat. Di dalam kantong beras tersebut dititipkan stiker gambar diri lengkap dengan partai politik pengusungnya. Beras dinilai sebagai alat kampanye yang efektip untuk merebut simpati masyarakat. Dari sinilah kemudian lahir yang namanya “beras politik”. Beras seolah-olah menjadi alat ampuh untuk merubah perilaku politik seseorang terhadap siapa yang bakal dipilihnya.

Pemaknaan “beras politik” seringkali mengundang banyak tafsir. Tergantung dari sudut mana kita memandang. Bagi seorang Calon Legislatif (Caleg), beras merupakan bentuk “kadeudeih” yang sangat tepat untuk merebut simpati para konsituen agar pada hari pencoblosan dirinya dapat terpilih sebagai Wakil Rakyat. Beberapa pengalaman menunjukkan ada seorang kader partai politik yang terpilih jadi Wakil Rakyat karena kerap kali memberi beras kepada masyarakat.

Lain cerita dengan pengalaman Mang Dadang seorang penjaga rumah di sebuah kampung. Dirinya benar-benar merasa senang dengan adanya program bantuan langsung beras yang diterimanya 10 kilogram setiap bulan. Keluarganya, betul-betul sangat terbantu dengan adanya Bansos beras. Mang Dadang termasuk orang yang tidak mau ambil pusing dengan isu-isu yang beredar terkait Bansos beras ini. Apakah program seperti ini merupakan bagian dari kampanye politik atau bukan, yang penting keluarganya dapat beras gratis.

Dari ke dua teladan diatas, baik kisah seorang Caleg mau pun Mang Dadang, program Bantuan Langsung Beras, memang mampu memberi berkah kehidupan bagi mereka. Seorang Caleg belum tentu akan terpilih jadi Wakil Rakyat kalau yang diberikan ke masyarakat adalah 5 kilogram singkong manihot. Hal yang sama berlaku juga untuk keluarga Mang Dadang. Mereka belum tentu akan merasakan kebahagiaan bila yang diterimanya bukan 10 kilogram beras. Apalagi kalau yang didengarnya cuma sebatas jsnji.

Hingga detik ini, belum ada satu jenis bahan pangan karbohidrat lain, yang mampu menggantikan nasi sebagai bahan pangan pokok sebagian beras masyarakat. Tanpa nasi seolah tidak ada kehidupan. Nasi benar-benar telah menghipnotis masyarakat untuk selalu mencarinya. Contoh, kalau kita hadir dalam sebuah pesta perkawinan di sebuah tempat dengan menyajikan makan model parasmanan, maka ysng pertama kali kita simpan di piring, pasti nasi. Setelahnya baru lauk pauk yang terhidang di meja.

Akan tetapi penting dicatat, apakah betul dengan adanya program bantuan langsung beras kepada masyarakat membuat program penganekaragaman pangan jadi terganggu ? Bukankah sejak 60 tahun lalu kita telah bertekad untuk meragamkan pola makan rakyat agar tidak tergantung kepada satu jenis bahan pangan karbohidrat ? Tapi, mengapa sebagian besar masyarakat seperti yang sudah kecanduan dengan nasi ? Tegasnya, tidak ada nasi membuat orang-orang tifak bergairah dalam melakoni kehidupan.

Akhirnya, penting untuk disampaikan, kehadiran Program Bantuan Sosial bagi masyarakat yang kurang diuntungkan dengan adanya pembangunan, layak disebut sebagai penyangga kehidupan, ketika banyak fenomena alam yang tidak berpihak kepada mereka. Ini menarik, karena sebagai anak bangsa, mereka tetap memiliki HAK untuk hidup sejahtera dan bahagia. KEWAJIBAN negara untuk mensejahterakan dan membahagiakannya. Bansos spiritnya ke arah itu.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *