7 July 2024 00:31
Opini dan Kolom Menulis

BANGKITLAH PETANI INDONESIA

BANGKITLAH PETANI INDONESIA

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

20 Mei 1908 merupakan titik tonggak Kebangkitan Nasional, yang diawali dengan kelahiran Boedi Oetomo. Dari banyak literatur, Boedi Oetomo melandaskan dirinya dengan 3 (tiga) tujuan yang menjadi cita-cita utama kebangkitan nasional. Ketiga cita-cita itu adalah memerdekakan cita-cita kemanusiaan, memajukan nusa dan bangsa, mewujudkan kehidupan bangsa yang terhormat dan bermartabat di mata dunia.

Seperti yang kita ketahui, Kebangkitan Nasional merupakan kebangkitan bangsa Indonesia, yang mulai memiliki rasa kesadaran nasional, ditandai dengan berdirinya Boedi Utomo tanggal 20 Mei 1908 dan lahirnya Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Kebangkitan Nasional sering dimaknai sebagai titik awal bagi Bangsa Indonesia untuk bangkit dan memiliki jiwa nasionalisme, rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi.

Selain itu, Kebangkitan Nasional juga merupakan langkah awal untuk rakyat Indonesia memiliki kesadaran agar mampu memperjuangkan Indonesia untuk merdeka. Di era Reformasi, Kebangkitan Nasional dapat dimaknai, kita harus menumbuhkan rasa nasionalisme untuk terus menumbuhkan rasa perlawanan terhadap ketidakadilan, yang bisa dilakukan dalam lingkup terkecil hingga terbesar.

Bicara nasionalisme tentu tidak lepas kaitannya dengan idealisme dan patriotisme suatu bangsa. Ke tiga kata ini memiliki kekuatan dan semangat memerdekakan bangsa. Hal ini tampak dari rangkaian kelahiran Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda hingga Proklamasi Kemerdekaan. Semua peristiwa sejarah ini, patut kita cermati dengan seksama, untuk menjadi bekal pengisian Indonesia Merdeka.

Dari sekian komponen bangsa, kaum tani memiliki peran dan posisi sangat strategis dalam keterlibatannya memerdekakan bangsa. Kaum tani betul-betul mampu tampil sebagai soko guru revolusi. Dengan tekad kuat dan semangat membara untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa, kaum tani dengan senjata andalan bambu runcingnya, hampir tak pernah lelah, terus mengusir penjajah.

Itu sebabnya, dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke 116 tahun, kita perlu mencermati nilai-nilai kebangsaan yang dimiliki, untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan saat ini. Termasuk potret diri kaum tani, yang hingga sekarang, masih belum terlalu nyata dalam menikmati alam kemerdekaan ini. Petani hari ini, masih cocok disebut sebagai korban pembangunan.

Setiap Pemerintahan yang sempat manggung di Tanah Merdeka (Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi), secara cita-cita tidak ada satu pun yang menginginkan kaum tani hidup menderita. Semua sepakat, kaum tani du negeru ini, perlu diberi perhatian khusus agar dalam tempo yang sesingkat-singkat nya, mereka dapat hidup sejahtera. Kaum tani berhak hidup bahagia.

Sayangnya, cita-cita untuk memuliakan petani, masih belum dapat dibuktikan dalam kehidupan nyata di lapangan. Tidak sedikit kebijakan, program dan kegiatan Pemerintah yang meminggirkan dan menggusur mereka dari panggung pembangunan. Lebih memilukan, ketika kekuasaan tidak memperlihatkan keberpihakan kepada petani. Menyedihkan, memang !

Sangat keliru, jika di sebuah negeri agraris, Pemerintahnya tidak berpihak kepada petani. Terlebih di negara kita, yang sebagian besar warga bangsanya berpenghidupan dan berkehidupan di sektor pertanian dalam arti luas. Lebih penting lagi untuk dijadikan alasan, karena berkat kerja petani inilah, Indonesia mampu mencatatkan diri di dunia internasional atas kisah sukses pencapaian swasembada beras.

Kekuasaan yang berpihak kepada petani, mestinya menjadi dasar bagi para pemimpin bangsa dalam merancang dan merumuskan strategi pembangunan pertaniannya. Bangsa ini akan kecewa berat, jika Pemerintah hanya berpikir untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian setinggi-tingginya, tanpa secara serius meningkatkan kesejahteraan petaninya.

Ini sebetulnya yang perlu diingatkan. Tujuan utama pembangunan pertanian, mestinya diakhiri dengan terwujudnya kesejahteraan petani. Upaya menggenjot produksi, hanyalah salah satu langkah untuk menjelmakan tujuan tersebut. Sebab, pengalaman membuktikan, naiknya produksi tidak otomatis mensejahterakan petani, jika dan hanya jika, harga jual saat panen raya anjlok.

Artinya, kalau kita mengasumsikan naiknya produksi akan mensejahteraksn petaninya, maka sedini mungkin, perlu dikendalikan harga jual di petani, ketika musim panen tiba. Dengan kekuasaan dan kewenangsn yang dimiliki, sepatut nya Pemerintah mampu menvendalikan dan menguasai pasar. Pertanyaannya, mengapa setiap panen raya harga selalu anjlok dan Pemerintah seperti yang tak berdaya menghadapinya ?

Dari gambaran ini, wajar-wajar saja, jika kemudian banyak kalangan yang mempertanyakan : ada apa sebetulnya dengan dunia pertanian, khususnya perberasan di negeri ini ? Mengapa Pemerintah seperti yang kalah karisma dalam menetapkan harga di pasar oleh pemain pasar di lapangan ? Yang memilukan, kok bisa kejadian seperti ini selalu terjadi dan berulang setiap musim panen tiba ?

Inilah pe-er besar yang butuh jawaban cerdas. Kita berharap agar spirit Kebangkitan Nasional dapat memicu para petani untuk bangkit mengubah nasib. Petani ingin agar Pemerintah benar-benar hadir di tengah kesulitan petani saat musim panen tiba. Petani ingin supaya Pemerintah memiliki daya untuk mengendalikan harga. Petani akan sedih jika Pemerintah hanya duduk manis menonton anjloknya harga gabah.

Bangkitlah Petani di Tanah Merdeka. Jadikan semangat Kebangkitan Nasional untuk mempertebal rasa kebangsaan dan rasa cinta air sebagai bangsa ysng merdeka. Ayo kita sambut masa depan yang lebih ceria.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *