7 July 2024 00:31
Opini dan Kolom Menulis

“BAHASA POLITIK” SWASEMBADA PANGAN

“BAHASA POLITIK” SWASEMBADA PANGAN

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Persoalan apakah kampanye Presiden Terpilih Prabowo, pada saat masa ksmpanye Pemilihan Presiden 2024 tentang “swasembada pangan” akan tercapai dalam masa kepemimpinannya ? Jawaban atas pertanyaan diatas, tentu dapat macam-macam, tergantung dari sisi mana kita menjawabnya. Mau tidak menjawab, juga engga apa-apa. Titik !

Kampanye Pemilihan Presiden atau Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) atau Anggota Legislatif, dimaksudkan untuk dapat merebut simpati masyarakat sebesar-besarnya, supaya mampu memenangkan pertempuran. Begitu pun dengan apa yang ditempuh pasangan Prabowo/Gibran. Dalam Visi dan Misinya, memang gamblang tersurat pentingnya meraih swasembada pangan.

Sebagai upaya merebut simpati rakyat, penyelenggaraan kampanye merupakan kesempatan terbaik untuk memberi keyakinan kepada masyarakat, apa yang dibewarakannya itu, diyakini akan dapat memberi berkah kehidupan bagi rakyat kebanyakan. Termasuk di dalamnya, soal kesungguhan bangsa ini untuk dapat mewujudkan swasembada pangan itu sendiri.

Swasembada pangan penting diraih, karena swasembada pangan merupakan kata kunci terwujudnya ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan. Itu sebabnya, sebelum bangsa ini mampu merebut swasembada pangan, maka bangsa yang tahan, mandiri dan daulat pangan, tak ubahnya ibarat membeli pepesan kosong. Ada bungkusnya, tapi tidak ada isinya.

Jika kita menggunakan pemahaman sebagaimana diamanatkan UU Pangan, maka disana jelas tersurat pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Secara akal sehat swasembada pangan berarti kita sudah mampu berswasembada beragam komoditas pangan seperti yang disuratkan dalam UU Pangan tersebut. Jika dirumuskan dalam sebuah persamaan matematik, maka swasembada pangan adalah perjumlahan dari swasembada beras, swasembada jagung, swasembada kedele, swasrmbada daging sapi, swasembada gula dan lain-lain.

Catatan kritis yang patut kita dalami lebih lanjut adalah mana diantara seabreg komoditas pangan yang ada, telah mampu berswasembada ? Bukankah baru swasembada beras yang berhasil kita raih di tahun 1984 dan 2022 ? Gambaran swasembada beras ini pun tidak cocok lagi dengan suasana kekinian. Sebab, dalam tahun ini, Pemerintah merencanakan akan impor beras sekitar 5 juta ton.

Swasembada beras adalah cerita masa lalu. Saat itu pun, swasembada beras yang kita raih hanyalah swasembada beras yang sifatnya on trend. Bukan swasembada beras permanen. Artinya, swasembada beras itu dapat dicapai, bila iklim dan cuaca memang bersahabat dengan petani. Namun jika tidak, maka kembali kita harus membuka kembali kran impor beras, yang selama ini tertutup rapat.

Lalu bagaimana dengan komoditas pangan lain seperti jagung, kedele, daging sapi, gula, bawang putih dan lain-lainnya lagi ? Jujur harus diakui, komoditas pangan tersebut belum mampu kita wujudkan, sekalipun hampir dalam setiap Pemerintahan, kemauan untuk menggapai swasembada jagung dan kedele misal nya, selalu jadi titik kuat untuk diwujudkan.

Lebih memilukan lagi, swasembada beras yang pernah diraih dan memperoleh Piagam Penghargaan kelas dunia pun, kini mengalami gangguan yang cukup serius. Darurat beras, sekarang telah menjemput bangsa ini. Produksi turun dengan angka cukup signifikan. Harga beras di pasar melejit dengan menunjukkan kenaikan harga yang ugal-ugalan. Menyedihkan, jika ujung-ujungnya kita harus impor beras lagi.

Kemudian, bagaimana nasib swasembada pangan seperti yang tertulis dalam Visi dan Misi saat kampanye Pilpres 2024 lalu ? Seorang sahabat malah nyeletuk, boro-boro swasembada pangan, sekedar meraih swasembada beras, yang pernah diraih pun, sepertinya untuk kurun waktu saat ini, susah untuk diwujudkan dalam kehidupan nyata di lapangan.

Swasembada pangan, jelas beda dengan swasembada beras. Jangan sampai kita keliru dalam membuat kesimpulan, sehingga swasembada beras sama saja dengan swasembada pangan. Dalam bahasa teknokratik atau akademik, beras jelas tidak sama dengan pangan. Swasembada beras, hanyalah satu bagian dari swasembada pangan.

Tekad dan semangat meraih swasembada pangan, tentu harus kita dukung dengan kerja keras dan kerja cerdas. Tidak cukup hanya dengan memberi acungan jempol. Yang jadi pertanyaan adalan bagaimana dengan tindakan nyata di lapangan ? Apakah dalam 5 tahun ke depan, kita hanya akan menyiapkan kerangka dasar pencapaiannya saja ?

Apakah kita baru sampai pada penyusunan Grand Desain Perencanaan Swasembada Pangan.beserta Roadmap pencapaiannya. Atau kita akan menggapainya setelah 5 tahun Prabowo menakhkodai perjalanan bangsa dan negeri tercinta ? Untuk menjawab pertanyaan terakhir yang diajukan diatas, jawabannya tegas : tidak mungkin bakal terwujud.

Menggapai swasembada pangan, jelas berbeda dengan pencapaian swasembada beras. Bahasa politisnya, swasembada pangan dapat diwujudkan, sekiranya Pemerintah mampu membangun sinergitas dan kolaborasi yang berkualitas diantara para pemangku kepentingan yang terkait dengan urusan pembangunan pangan.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *