5 October 2024 21:32
Opini dan Kolom Menulis

APA KABAR “ONE DAY NO RICE” ?

APA KABAR "ONE DAY NO RICE" ?

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Jargon atau slogan “one day no rice” beberapa tahun lalu, sempat menggema ke seluruh Tanah Air dan jadi perbincangan cukup hangat, terkait dengan kebijakan penganekaragaman pangan. Satu Hari Tanpa Nasi. Itulah terjemahan bebas yang sering diutarakan para pegiat program diversifikasi pangan.

Munculnya jargon seperti ini disebabkan oleh adanya fenomena di masyarakat yang untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan pokoknya, terekam semakin tergantung kepada nasi. Masyarakat betul-betul telah kecanduan untuk mengkonsumsi nasi sebagai pangan pokok keseharixnnya.

Tanpa ada langkah untuk mengerem konsumsi masyarakat terhadap nasi, dikhawatirkan kondisi ini dapat menjadi bom waktu dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Atas hal yang demikian, langkah meragamkan pola makan masyarakat, tidak boleh ditunda-tunda lagi.

Sebetulnya sudah banyak inovasi dan teknologi pangan yang mendukung pengembangan program diversifikasi pangan ini. Begitu pun dengan kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang dilakukan. Sayangnya, seabreg program yang dilakukan, masih dikemas dalam bentuk keproyekan Pemerintah.

Padahal yang dibutuhkan adalah pendekatan yang sifatnya sebuah gerakan bangsa. Sebagai proyek, program diversifikasi pangan ini sangat dibatasi oleh anggaran yang ada, baik dari APBN atau APBD. Proyek juga dibatasi oleh kendala waktu. Umur proyeknya selesai, otomatis program dan kegiatannya pun bubar jalan.

Yang memilukan jika pejabat proyeknya ganti, maka tidak akan ada lagi proyek sambungannya. Pola keproyekan tidak menjamin keberlanjutan program. Itu sebabnya, banyak pihak yang mengusulkan agar pola keproyekan sudah waktunya ditinggalkan untuk beralih menjadi sebuah gerakan yang berkelanjutan.

Di Jawa Barat sendiri, sempat mengedepan jargon “one day no rice”. Hal yang sama, digarap pula oleh beberapa Kabupaten dan Kota. Sekali pun ada kalangan yang meragukan keberhasilan program ini mengingat sangat tingginya ketergantungan masyarakat terhadap nasi, namun Pemprov Jawa Barat terus saja menggarapnya.

Pengkritik “one day no rice” seringkali mengusulkan agar spiritnya menjadi “setiap hari kurangi nasi”. Saran ini lebih logis dan bisa saja ditempuh dengan berbagai versi. Kalau satu hari kita makan 3 kali (pagi, siang dan makam), maka masih mungkin dilakukan kalau setiap makan kita kurasi sesuap nasinya.

Hal ini sangat berbeda dengan jargon “one day no rice”. Bagi para pecandu nasi, langkah tidak makan nasi satu hari terkesan sangat ekstrim. Pemprov Jawa Barat melalui Badan Ketahanan Pangan Daerah, berusaha menerapkan semangat “one day no rice” ini dikalangan Aparat Sipil Negara di lingkungan nya.

Ditetapkanlah aturan agar setiap hari rabu, seluruh ASN tidak boleh mengkonsumsi nasi atau makanan yang berbahan dasar beras. Kalau ada acara makan bersama (parasmanan) tidak boleh menghidangkan nasi, tapi diganti dengan jagung, singkong, umbi-umbian, hanjeli yang dikemas menyerupai nasi.

Begitu pun dengan snack yang dijadikan konsumsi rapat. Diharapkan snack yang disajikan menggunakan bahan pangan lokal. Tidak berbahan dasar beras atau terigu. Sayang, dalam perkembangannya, kebijakan ini rupanya hanya berjalan dalam beberapa waktu. Setelah proyeknya selesai, maka kebiasaan lama pun muncul lagi.

Kini, “one day non rice” hanya tinggal kenangan. Kepala Daerah saat ini, rupanya tidak begitu tertarik untuk melanjutkan program yang berdimensi masa depan. Kita sendiri tidak tahu dengan pasti, mengapa Gubernur sekarang lebih senang membangun alun-alun menjadi sebuah taman.

Padahal, soal diversifikasi pangan pun mutlak harus digalakkan terus menerus. Kita bisa saja jadi merenung, manakala kita lihat laju konsumsi beras oer kapita per tahun negara tetangga. Dibandingkan dengan bangsa lain, konsumsi beras per kapita per tahun masih cukup tinggi. Mereka sudah mampu menekan pada angka dibawah 100 kg beras/kapita/tahun.

Lebih gawat lagi, jika ketergantungan masyarakat terhadap nasi semakin menjadi-jadi. Itu sebabnya, langkah meragamkan pola makan masyarakat agar mengkonsumsi bahan pangan karbohidrat non beras, tetap harus dilanjutkan. Siapa pun yang menjadi Gubernur nya, diversifikasi pangan, tetap harus dilaksanakan.

Program diversifikasi pangan, sepertinya harus terus dilakukan secara berkesinabungan. Siapa pun yang menjadi Presidennya, jangan sampai melupakan program diversifikasi pangan. Begitu pun dengan Gubernur, Bupati dan Walikota. Ayo, kita jadikan diversifikasi pangan sebagai gerakan bangsa. Bukan lagi dikemas dalam bentuk proyek.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *