AMBEK NYEDEK TANAGA MIDEK
AMBEK NYEDEK TANAGA MIDEK
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Peribahasa Sunda yang dijadikan judul tulisan kali ini dapat diartikan : seseorang yang sedang marah luar biasa, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena yang di hadapinya bukan lawan sepadan. Soal marah ini, sepertinya merupakan hal lumrah dalan kehidupan. Setiap orang, pasti pernah marah, baik kepada dirinya sendiri atau orang lain. Marah bisa spontan atau direncanakan.
Sebagai teladan, ketika kita sedang
jalan padi di halaman rumah, tiba-tiba ada yang melempar batu dan mengena tubuh, tentu kita bakalan marah. Kita tidak akan membiarkan orang tersebut lari tunggang langgang. Setidaknya, kita akan bertanya, mengapa yang bersangkutan melempar batu ? Amarah semacam ini, jelas ada pemicunya. Hal ini sangat berbeda dengan marah yang dibuat sendiri.
Seorang sahabat pernah cerita soal marah terhadap dirinya sendiri. Dirinya lupa, menghapus foto selingkuhannya yang ada di hp androidnya. Rasa curiga sang isteri menjadi terbukti ketika di hp sahabat itu terpampang foto dirinya bersama selingkuhannya. Kejadian itu, membuat sang sahabat mati kutu. Dirinya benar-benar marah terhadap dirinya sendiri.
Sang isteri marah besar. Apa boleh buat. Nasi sudah menjadi bubur. Dirinya marah berat kepada dirinya sendiri, mengapa perilakunya sebodoh itu. Mengapa tidak hati-hati menyimpan rahasia atas perilaku buruknya itu. Marah, bisa juga terjadi karena profesi yang melekat pada diri seseorang. Sebut saja, ada Kepala Dinas di Kabupaten yang kecewa berat karena di mutasi menjadi Sekretaris Dinas.
Ini jelas penurunan jabatan, dari Eselon 2 menjadi Eselin 3. Dirinya betul-betul marah, karena pelaksanaan mutasi ini sangat merugikan dirinya. Bukan saja hal ini terkait dengan soal harga diri, namun dari sisi penghasilan pun menjadi berkurang cukup besar. Situasi ini menjadikan dirinya “ambek nyedek tanaga midek”.
Dirinya ingin teriak keras-keras untuk membela diri. Sayang, dirinya lupa, mengapa sampai harus turun jabatan. Padahal, kalau saja dirinya mau bersikap jujur, semuanya ini berawal dari kecerobohan dirinya dalam mengelola proyek, sehingga menciptakan kerugian negara yang cukup besar. Ambek nyedek tanaga midek, bisa saja menimpa seseorang yang gagal meraih impiannya.
Sebut saja ada seseorang yang ingin menjadi pejabat publik. Sebagai tokoh bangsa, dirinya telah berjuang habis-habisan untuk meraihnya. Lobi dan silaturahmi politik ditempuh. Pimpinan politik lain juga disantroni. Sayang, semua usahanya itu kandas, karena yang namanya politik di negeri ini tidak sama dengan rumusan statistik. Akibatnya, disaat yang menentukan, dirinya terlempar dari proses pencalonan pemimpin bangsa.
Betapa kecewa dan marahnya sang tokoh karena hal yang demikian. Namun, mengingat tantangannya yang cukup berat, akhirnya tidak banyak yang dilakukan, selain hanya mengurut dada menunggu luma tahun berikutnya. Suasana ambek nyedek tanaga midek, bisa menimpa siapa saja.
Anak mantan pejabat, anak seorang konglomerat, anaknya profesor, anak Ketua Partai Politik, anak tokoh LSM, dan lain sebagainya, tidak akan terbebas dari rasa ambek nyedek tanaga midek. Marah besar namun tak berdaya karena hambatannya terlalu berat untuk dilawan, dapat terjadi di berbagai bidang kehidupan.
Tidak sedikit para isteri yang terpaksa harus menahan amarahnya, karena mengetahui suami yang dicintainya memiliki selingkuhan yang masih muda usia. Sang isteri tentu tidak bisa berbuat banyak atas perilaku suaminya itu, selain hanya menggerutu dan menyimpan perasaan ambek nyedek tanaga midek. Pengalaman teman penulis yang sempat menjadi anggota legislatif pernah menyampaikan kata hatinya.
Dirinya benar-benar marah berat ketika Fraksi nya tidak menolak sebuah kebijakan yang diluncurkan Pemerintah. Dirinya kesal banget, ketika keyakinan membela rakyat digadaikan hanya untuk memelihara kebersamaan politik sesama koalisi. Dirinya berpikir, kalau Fraksi nya mendukung Pemerintah, berarti telah terjadi pengkhianatan terhadap aspirasi masyarakat.
Tapi, apa boleh buat, dalam panggung legislatif, berbeda sikap sesama anggota dalam fraksi yang sama dianggap sebagai aib politik yang memalukan. Dengan rasa amek nyedek tanaga midek, akhirnya sang anggota legislatif ini pun hanya mampu terpana sambil merenungi nasib diri. Bagi banyak orang, marah bukan hal yang diharamkan.
Seorang Presiden tidak dilarang untuk memarahi para Menteri, sekiranya terekam perilaku yang tidak terpuji. Walau tidak diungkapkan secara gamblang kepada publik, Presiden pasti akan marah jika terekam ada Mentwri nya yang terjerat KPK karena ikut korupsi dalam bantuan sosial beras. Presiden, pasti akan kecewa banget jika ada Menteri yang membantunya terlibat korupsi pembangunan BTS.
Langkah penggantian Menteri yang terlubat korupsi atau gratifikasi adalah wujud kemarahan Presiden terhadap perilaku pembantunya yang tidak terpuji. Ambek nyedek tanaga midek, kelihatannya sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang marah terhadap diri sendiri dan ingin menohok langsung atasannya, karena merasa dipinggirkan lewat keputusan yang ditempuh pimpinannya.
Sayang, hal itu tidak bijak untuk dilakukan. Dalam bingkai birokrasi Pemerintahan, atasan masih dianggap menentukan pangkat dan jabatan anak buahnya. Atasan harus dihormati. Bahkan terjadi situasi di kalangan ASN pernyataan “kata saya soto ya soto”. Padahal yang dirasakan adalah sayur lodeh. Berhadapan dengan atasan sangat sulit berlangsung dengan dialogis.
Yang terjadi malah monolog. Bahkan terkadang menyakitkan, karena kerap kali dirinya dinilai atasan. selaku orang yang tidak becus bekerja. Jika sudah demikian, yang terjadi adalah ambej nyedek tanaga midek.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).
Wayang Kehidupan
Wayang kehidupan (Tatang) Pentas sekejap menguras air mata Emosi jiwa melanda Menata masa mengingat rasa Rindu menggebu mengingat ibu
Nasib “Petani Jerami”
NASIB “PETANI JERAMI” OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Ketika masih menjabat Gubernur Jawa Barat, Kang Emil sapaan akrab Ridwan Kamil, menawarkan
Pelangi Pematang Sawah
Pelangi Pematang Sawah (Tatang Rancabali) Masa mudaku lekat keringat Memeluk peluh penuh keluh Pundak hendak memikul beban Gelandang menuju gelanggang
“PESAN MORAL” UNTUK GUBERNUR JAWA BARAT
“PESAN MORAL” UNTUK GUBERNUR JAWA BARAT OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Serentak di seluruh Nusantara, akhirnya
Murah Hati
MUHASABAH DIRIKamis, 28 November 2024 BismillahirahmanirahimAsalamu’alaikum wrm wbrkt MUTIARA HATI Saudaraku,Hidup ini disebut enteng enteng bangga Namun agar hidup ini
Jelang Pelaksanaan Pilkada 2024, BPBD Kabupaten Bandung Siagakan Sejumlah Perahu di Lokasi Rawan Banjir
HIBAR – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sudah mendistribusikan dan menyiagakan sejumlah perahu di lokasi