24 November 2024 20:05
Opini dan Kolom Menulis

Akur Jeung Dulur Hade Jeung Baraya

“AKUR JEUNG DULUR, HADE JEUNG BARAYA”

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

“Harus rukun dengan saudara”. Begitulah arti peribahasa Sunda yang dijadikan judul tulisan kali ini. Dalam nilai kehidupan adiluhung di Jawa Barat ada prinsip kehidupan yang bunyinya “silih asah, silih asih, silih asuh dan silih wawangi”. Artinya, dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, sudah seharusnya kita selalu mengedepankan semangat kekeluargaan dan kebersamaan.
“Akur jeung dulur, hade jeing baraya”, menggambarkan kehidupan yang penuh dengan silaturahmi. Dalam mengarungi kehidupan, baik kehidupan pribadi, keluarga atau pun bangsa, suasana kebatinan selaku bangsa yang berkarakter dan bermartabat, harus selalu mengedepan dan mampu memcirikan kepribadian selaku bangsa yang merdeka.

Menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak di seluruh tanah air, sudah sepantasnya seluruh pasangan calon yang ikut berlaga memperebutkan Kepala Daerah, senantiasa selalu menerapkan prinsip kekeluargaan dan kebersamaan. Jangan sampai proses Pilkada menjadi ajang perpecahan dan menaburkan kebencian sesama anak bangsa.

Pilkada adalah proses pendidikan politik bangsa, sehingga rakyat menjadi semakin cerdas berpolitik. Pilkada bukan proses pembunuhan karakter pasangan calon yang ikut berlaga. Itu sebabnya, penyelenggara Pilkada harus betul-betul menjaga nilai-nilai diatas, agar tidak dijadikan permainan politik tertentu oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

Sebagai proses demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, wajar jika Pilkada penuh dengan hingar bingar politik yang terkesan penuh intrik dan kehangatan. Adu program adalah hal yang biasa dalam Pilkada. Yang tidak boleh bila Pilkada dijadikan ajang untuk menguliti kesalahan pasangan calon. Terlebih yang berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya pribadi.

Sejatinya Pilkada, tentu bukan hanya sekedar memilih atau menetapkan seseorang menjadi Kepala Daerah. Tapi, yang lebih utama lagi adalah apa yang akan ditempuhnya, setelah dirinya terpilih jadi Kepala Daerah. Oleh karena itu, sangatlah tepat jika kita jangan sembarangan memilih pasangan calon yang ikut berlaga. Terlebih bila hanya memilih orang yang populer semata.

Seiring dengan perkembangan jaman, untuk menjadi Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) sekarang, tidak lagi hanya bermodalkan idealisme. Namun, jika kita ikuti fenomena yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, ternyata sangat membutuhkan modal finansial yang tidak kecil. Bagi yang ingin tampil jadi Kepala Daerah lewat jalur Partai Politik, tentu butuh modal untuk kendaraan politiknya.

Sosok Kepala Daerah adalah panutan yang akan diteladani dalam kiprah kehidupan sehari-hari. Akibatnya, kalau ada seorang Kepala Daerah yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Aparat Penegak Hukum, pada dasarnya yang bersangkutan telah melakukan pengkhianatan terhadap dirinya sendiri. Tidak seharusnya Kepala Daerah terkena OTT, kalau dirinya menjalankan amanah dengan baik dan penuh rasa tanggungjawab.

Akur jeung dulur, hade jeung baraya, sudah seharusnya dijadikan dasar berpijak, bagi siapa pun yang ingin menjalani kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Setajam apa pun perbedaan pandangan terhadap suatu persoalan, sebut saja dalam hal perbedaan visi Kepala Daerah, namun seusai prosesnya selesai, ujung-ujungnya harus berakhir dengan keberkahan bagi semua.

Inilah sesungguhnya nilai dari prinsip akur jeung dulur hade jeung baraya. Selaku warga bangsa yang menjunjung tinggi spirit kebersamaan dan kekeluargaan, jangan sampai apa yang dilakukan, malah menimbulkan perpecahan. Ini yang harus dicegah. Hidup rukun dan “sauyunan” , mesti tampil jadi hal yang utama.

Pilkada adalah upaya untuk memilih Kepala Daerah yang sesuai dengan suara hati rakyat. Pilihan rakyat secara langsung, tanpa perwakilan, mestinya dapat menampilkan sosok pemimpin yang sesuai dengan dambaan rakyat. Pertanyaannya adalah apakah sekarang rakyat sudah mengenali betul pasangan calon Kepala Daerah yang akan dipilihnya ?

Jawabnya tegas : tidak ! Tidak sedikit rakyat kita yang tidak mengetahui siapa pasangan calon Kepala Daerah yang bakal dipilihnya. Hal ini, sama saja dengan kita membeli kucing dalam karung. Kita hanya tahu bunyi ngeong-ngeong, tapi tidak pernah tahu apakah kucing itu berwarna hitam atau kuning.

Begitu pun dengan padangan calon Kepala Daerah yang akan dipil8h rakyat. Bahkan dalam salah satu kesempatan ada seorang sahabat yang berbisik “teu mais teu meuleum”, kok bisa pasangan itu yang terpilih jadi Kepala Daerah ? Apakah karena banyaknya baligo yang dipasang di berbagai sudut kota atau memang kualitas diri yang membuat banyak orang memilihnya ?

Pertanyaan ini lumrah terjadi, karena pasangan Kepala Daerah yang terpilih, bukanlah pujaan hati nya. Mereka tahu persis pasangan tersebut merupakan sosok politisi yang sangat mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, tanpa mau untuk akur jeung dulur, hade jeung baraya.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Mewaspadai Fitnah Syubhat

𝓑𝓲𝓼𝓶𝓲𝓵𝓵𝓪𝓪𝓱𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓶𝓪𝓪𝓷𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓲𝓲𝓶Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barokatuuh Ahad, 24 November 2024 / 22 Jumadil awal 1446 Mewaspadai Fitnah Syubhat dan Syahwat عن

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *