13 March 2025 23:46
Opini dan Kolom Menulis

TANPA PANGAN NEGARA BUBAR

TANPA PANGAN NEGARA BUBAR

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Menarik apa yang disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman belum lama ini. Tidak ada pangan tidak ada kehidupan. Tanpa pangan negara bisa bubar. Itu sebabnya, sangat penting kita jaga pangan dengan penuh kesungguhan. Swasembada Pangan harus diwujudkan secepat-cepatnya, sesuai perintah Pak Presiden Prabowo Subianto.

Secara substantif, apa yang disampaikan Bung Amran diatas, tidak jauh berbeda dengan apa yang diingatkan Proklamator bangsa Bung Karno sekitar 73 tahun lalu di Kampus Universitas Indonesia, Baranangsiang, Bogor, Jawa Barat. Saat itu dipidatokan, urusan pangan menyangkut mati dan hidupnya suatu bangsa. Matinya bangsa dan bubarnya negara, tidak boleh terjadi di negeri ini.

Itu sebabnya, menjadi sangat masuk akal jika salah satu program prioritas Presiden Prabowo dalam memimpin bangsa dan negara ini adalah mencapai swasembada pangan, energi dan air. Khusus untuk swasembada pangan, hal ini dapat dipahami, mengingat swasembada pangan merupakan syarat mutlak terwujudnya ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan.

Dari sekian banyak komoditas pangan, beras dianggap memiliki nilai tersendiri dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Beras diposisikan sebagai komoditas politis dan strategis. Beras merupakan sumbet kehidupan sebagian besar warga bangsa, sekalugus juga menjadi sumber penghidupan masyarakat. Beras tercatat sebagai penyambung nyawa kehidupan.

Dalam beberapa tahun terakhir, terlebih setelah adanya sergapan Covid 19, banyak bangsa dan negara di dunia yang dihantui oleh terjadinya krisis pangan dunia. Badan Pangan Dunia (FAO) sering mengingatkan agar kita jangan pernah sekalipun bermain-main dengan kebijakan pangan. Sekali saja kita keliru, maka akan melahirkan bencana bagi generasi mendatang.
Dalam dunia perpanganan, istilah swasembada pangan adalah lagu lama. Hebatnya, walaupun tergolong lagu lama, tapi kalau kini diputar ulang, masih terdengar merdu. Itulah soal swasembada pangan. Dalam Kampanye Pemilihan Presiden 2024 lalu, pasangan Praboso/Gibran menyusun 17 program prioritas yang akan digarapnya, bila diberi ananah rakyat untuk mengelola negara dan bangsa ini.

Program prioritas mencapai swasembada pangan dalam suasana kekinian lebih pas disebut sebagai “bahasa politik”, ketimbang sebagai “bahasa pembangunan”. Bahasa politik lebih banyak diwarnai oleh nilai-nilai idealis, sedang bahasa pembangunan, lebih mengarah ke kondisi realitasnya. Itu sebabnya, swasembada pangan bisa saja menjadi “bahasa abu-abu” diantara kedua semangat diatas.

Betul, pangan bukan hanya beras. Jagung, kedele, daging, gula, bawang, dan lain sebagainya merupakan sederet bahan pangan strategis yang nyata-nyata dibutuhkan dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Pangan, khususnya beras inilah yang membuat warga bangsa masih mampu menyambung nyawa kehidupan.

Sejak akhir tahun 2023, bangsa ini dihadapkan pada suasana “darurat beras”. Turunnya produksi beras yang dihasilkan para petani dalam negeri, lalu, naiknya harga beras di pasaran, dan fantastisnya angka impor beras yang direncanakan Pemerintah, tentu saja membuat dunia perberasan secara nasional, mengalami masalah yang rumit untuk dicarikan jalan keluarnya.

Dalam pandangan yang lebih luas, UU Pangan mengamanatkan agar Ketahanan, Kemandirian dan Kedaulatan Pangan penting untuk diwujudkan. Namun jangan pernah dilupakan kondisi tersebut akan kita raih, sekiranya kita mampu terlebih dahulu mewujudkan swasembada pangan. Pertanyaannya, kapan kita akan mampu berswasembada pangan ?

Cukup rasional, mengapa Presiden Prabowo menjadikan swasembada pangan sebagai salah satu program prioritas dalam melakoni 5 tahun Pemerintahannya. Presiden Prabowo tahu persis swasembada pangan merupakan “syarat mutlak” terwujudnya ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan. Itu sebabnya, wajar jika swasembada pangan dijadikan prioritas pencapaiannya.

Swasembada pangan sangat penting bagi bangsa kita karena berbagai alasan dan pertimbangan. Setidaknya ada tiga alasan penting yang patut kita cermati bersama. Pertama, terkait dengan alasan strategis. Mulai dengan terciptanya kemandirian pangan yakni mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan ketahanan pangan. Kemudian, terwujudnya stabilitas harga dengan mengontrol harga pangan dan mengurangi inflasi. Dan pengamanan pangan dengan menjamin ketersediaan pangan bagi penduduk.

Kedua, terkait alasan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan petani.
Kemudian mengurangi pengeluaran untuk impor pangan. Selanjutnya,
meningkatkan kesempatan kerja di sektor pertanian. Ketiga, alasan sosial
dengan menjamin aksesibilitas pangan yang seimbang dan bergizi. Lalu, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.Dan
melestarikan tradisi dan budaya pertanian.

Akhirnya penting untuk diingat, kata kunci tercapainya swasembada pangan, sekiranya kita mampu menghasilkan pangan berlimpah yang dicapai melalui upaya menggenjot produksi setinggi-tingginya. Pemerintah sendiri telah memberi kehormatan dan tanggung-jawab penuh kepada Kementerian Pertanian sebagai pembawa pedang samurai dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas pangan.

Bung Amran Sulaiman sebagai Menteri Pertanian, jelas memiliki posisi kunci dalam pencapaian swasembada pangan. Tanpa produksi yang berlimpah, kita hanya omon-omon saja mencapai swasembada pangan. 3 tahun ke depan, bukan waktu lama. Ayo…singsingkan lengan baju. Langkahkan kaki. Kita jelang swasembada pangan dengan penuh keriangan.
(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *