17 March 2025 03:09
Opini dan Kolom Menulis

TEKA TEKI PRODUKSI BERAS 2025

TEKA TEKI PRODUKSI BERAS 2025

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Teka-teki adalah sebuah permainan atau tantangan yang memerlukan pemikiran kritis dan logika untuk menemukan jawaban atau solusi. Teka-teki biasanya berupa pertanyaan, kalimat, atau situasi yang memerlukan analisis dan pemikiran untuk menemukan jawaban yang benar. Teka-teki sendiri dapat berupa pertanyaan yang memerlukan jawaban logis atau
kalimat yang memerlukan interpretasi.

Lalu, apa yang dimaksud dengan teka teki produksi beras 2025 ? Salah satu jawabannya adalah berapa banyak produksi beras yang diprediksi pada awal tahun 2025 ? Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan adanya kenaikan produksi beras di awal 2025 yang melebihi periode yang sama di 2024. Estimasi produksi beras di Januari 2025 dilaporkan bisa mencapai 1,2 juta ton dan Februari 2025 bisa 2,08 juta ton.

Angka tersebut jika dibandingkan dengan Januari dan Februari 2024 yang ada di angka 0,87 juta ton dan 1,39 juta ton, memperlihatkan adanya surplus sejumlah 1,02 juta ton. Dari itu, perkiraan terjadinya panen raya beras dapat dimulai pada akhir Februari sampai Mei mendatang. Hanya patut dicatat, ceritanya akan jadi lain, bila iklim dan cuaca tidak berpihak ke sektor pertanian.
Bagi dunia perberasan nasional, tahun 2025 ini, ditengarai banyak kejadian yang pantas untuk dijadikan catatan khusus dalam perkembangan pembangunan perberasan di Tanah Merdeka. Tahun 2025 ini, untuk pertama kalinya Pemerintah melahirkan kebijakan menyetop impor beras. Kebijakan menghentikan impor beras dalam suasana sekarang dianggap sangat berani.

Kok, berani-berani nya Pemerintah menyetop impor beras, ketka Badan Pusat Ststistik (BPS) melaporkan produksi beras nasional tahun 2024, ternyata jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan produksi tahun 2023. BPS mencatat produksi beras nasional tahun lalu hanya sebesar 30,41 juta ton, sedangkan produksi dua tahun lalu mencapai 31,10 juta ton.

Seorang sahabat sempat nyeletuk, buat apa Pemerintah mengumumkan bahwa tahun ini tidak akan impor beras, selain adanya kepentingan terselubung mengiringi keluarnya keputussn tersebut. Padahal, jika tidak diumumkan pun masyarakat akan diam-diam saja. Masyarakat juga paham, impor beras bukanlah kebijakan yang diharamkan untuk ditempuh.

Malah dalam regulasi yang kita susun, impor beras merupakan opsi yang dipilih Pemerintah untuk menguatkan ketersediaan pangan, sekiranya produksi beras di dalam negeri dan cadangan beras secara nasional, sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Di benak publik, yang diperlukan, bukan impor atau tidak, namun beras itu memang harus ada dan tersedia sepanjang waktu.

Pertanyaan kritisnya adalah bagaimana dengan bulan Maret, April, Mei dan seterusnya, apakah produksi beras akan terus menunjukan trend peningkatan ? Apakah pada bulan-bulan mendatang, iklim dan cuaca akan berpihak ke sektor pertanian ? Apa yang terjadi bila bulan Maret – Mei 2025 nanti panen raya bersamaan waktunya dengan musim penghujan ?

Kalau Pemerintah tanggap terhadap apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan petani, panen raya di musim hujan, bukanlah soal yang muncul tanpa solusi. Bila petani mengeluhkan gabah kering panennya menjadi basah, karena sinar matahari tak kunjung datang, mestinya Pemerintah sudah siap memfasilitasi petani dengan alat pengering gabah.

Mengapa jika untuk menggenjot produksi, Pemerintah begitu cepat menggelontorkan bantuan Alsintan seperti traktor, namun terkait dengan Alsintan paska panen, Pemerintah seperti yang kesulitan untuk segera menggelindingkan alat pengering gabah misalnya ? Inilah salah satu titik lemah dunia perberasan. Integrasi kebijakan sisi produksi belum satu nafas dengan aspek paska panen dan pasar.
Andaikan Pemerintah mampu membaca tanda-tanda jaman yang tengah bergulir, mestinya panen di musim hujan, jangan sampai membuat kesulitan bagi petani untuk menghasilkan gabah sesuai dengan persyaratan HPP. Artinya, kadar air maksimal 25 % dan kadar hampa maksimal 10 %, tentu bakal dapat dicapai oleh petani.

Anonali iklim atau iklim ekstrim, sepertinya sudah kita kenali sejak puluhan tahun lalu. Kita sendiri telah memahami betapa susahnya untuk memastikan kapan El Nino atau La Nina akan menyergap para petani padi di Tanah Merdeka ini. Kita hanya bisa membuat ramalan atau prediksi, sekalipun hal itu tidak bisa dijamin akurasinya.

Itu sebabnya, jauh-jauh hari kita selalu diingatkan betapa pentingnya dilakukan pendekatan deteksi dini untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang bakal terjadi. Sayang langkah ini tidak digarap secara maksimal, mengingat para penentu kebijakan bangsa ini telah menjebakan diri kepada pendekatan sebagai “pemadam kebakaran”.

Kebijakan Pemerintah yang akan menghentikan impor beras, jagung, gula dan garam pada tahun 2025, tentu bukan hanya sekedar pencitraan. Pemerintah pasti telah memiliki alasan kuat, mengapa hal itu perlu dibewaraksn kepada masyarakat. Bila kita akan menyetop impor, berarti produksi dalam negeri akan berlimpah, sehingga mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Apa yang diputuskan Pemerintah, tidak akan impor beras untuk tahun ini, sepertinya perlu dicermati terus menerus, terutama jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kemungkinan terburuk, penting diantisipasi. Kita jangan lagi terlena oleh angka-angka statistik yang ada. Kita harus menengok pula realitas kehidupan yang tengah berlangsung di masysrakat.

Berkaca kepada kejadian sebelumnya, tentu akan banyak hikmah yang dapat kita petik. Sebut saja soal impor beras tahun lalu, yang terpaksa harus ditempuh. Impor beras sekitar 4 juta ton, benar-benar sangat fantastis. Sekalipun impor beras merupakan pilihan legal untuk menguatkan ketersediaan beras secara nasionsl, namun kalau tidak terpaksa, sebaiknya impor beras tidak perlu dilakukan.

Tapi, apa hendak dikata, jika produksi beras dalam negeri anjlok dan cadangan beras Pemerintah terekam merisaukan, maka dalam jangka pendek, pilihan melakukan impor merupakan langkah yang cukup rasional. Impor beras, seolah-olah tampil menjadi “dewa penolong” kehidupan. Tanpa impor, dapat dipastikan nyawa kehidupan anak bangsa bakal terganggu.

Berangkat dari sikap optimis, sudah sepatutnya kita mendukung penuh kebijakan Pemerintah untuk menyetop impor beras tahun ini. Namun begitu, kita juga harus siap dengan kemungkinan terburuk, kalau dalam perjalanannya ada hal-hal yang tak mungkin dapat ditangani. Semoga semangat ini akan menjadi kenyataan, guna melancarkan tercapainya swasembada pangan.

(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *