“MENGANAK-EMASKAN” PRODUKSI, “MENGANAK-TIRIKAN” KONSUMSI
“MENGANAK-EMASKAN” PRODUKSI, “MENGANAK-TIRIKAN” KONSUMSI
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Ada seorang sahabat bertanya kepada penulis : apakah betul Pemerintah sekarang lebih “menganak-emaskan” langkah peningkatan produksi dan “menganak-tirikan” penanganan sisi konsumsinya ? Pertanyaan ini menarik, karena dalam waktu belakangan ini terjadi fakta-fakta kehidupan yang tidak sesuai dengan target.
Sebagai contoh terkait dengan produksi beras. Data Kerangka Sampling Area (KSA) menyebut produksi beras nasional hanya mencapai 30,34 juta ton. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan produksi tahun lalu sebesar 31,10 juta ton. Capaian ini benar-benar mengecewakan. Padahal, sejak awal tahun ini, Pemerintah telah mengupayakan peningkatan produksi.
Kalau hasil yang dicapai ternyata lebih rendah dari tahun sebelumnya, berarti ada yang keliru dalam penerapan kebijakan menggenjot produksi setinggi-tingginya menuju swasembada beras tersebut. Untuk itu, ada baiknya kalau Kementerian Pertanian, berani melakukan evaluasi total terhadap kegagalan capaian produksi beras tahun 2024 ini.
Langkah ini perlu ditempuh agar kita memahami dengan pasti, apa sebetulnya yang menjadi penyebab utama, mengapa produksi tahun 2024 malah lebih rendah dibanding dengan produksi tahun sebelumnya ? Apakah hal ini disebabkan oleh kelemahan perencanaan yang tidak mampu memvaca isyarat jaman atau pelaksanaannya yang amburadul ?
Kejujuran dalam menjawab, tentu sangat kita butuhkan. Terlebih Presiden Prabowo ingin mencapai swasembada pangan pada tahun 2027 mendatang. Ini betul-betul penting, agar langkah yang diambil Kabinet Merah Putih, dalam melakoni pencapaian swasembada pangan nanti, dapat berkiprah dalam track terbaiknya, berbasis data yang berkualitas.
Namun demikian, penting diingatkan agar dalam mendesain pencapaian swasembada pangan, akan tampak lebih keren, jika Pemerintah mulai memberi perhatian lebih serius terhadap penanganan sisi konsumsi dan tidak terus-terusan memberi titik tekan kepada upaya peningkatan produksi semata. Andaikan kita mampu menekan konsumsi masyarakat terhadap nasi, maka beban peningkatan produksi akan dapat berkurang.
Pertanyaannya adalah apakah sekarang kita sudah siap menggarap program penganekaragaman pangan yang berkualitas ? Kalau siap, Kementerian/Badan mana yang akan membawa pedang samurainya ? Apakah akan diberikan kepada Badan Pangan Nasional ? Atau lembaga lain yang memiliki tugas fungsi meragamkan pola makan masyarakat ?
Lalu, bagaimana dengan Grand Desain dan Roadmap pencapaiannya ? Inilah sebetulnya kebutuhan mendasar yang perlu kita miliki. Desain perencanaan itu amatlah penting. Setidaknya, kita harus berani menyusunnya untuk 20 tahun ke depan. Hal ini mestinya mengikat dan menjadi komitmen segenap komponen bangsa. Akan lebih cantik bila komitmen ini disimpan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Swasembada Beras, memang perlu segera dicapai, namun upaya meragamkan pola makan, tidak boleh ditinggalkan. Ke duanya perlu berjalan bersamaan, tanpa harus ada yang didahulukan atau saling melemahkan. Malah akan lebih keren lagi, bila kita mampu melahirkan sistem pangan, yang mampu mengharmonikan antara sisi produksi dengan sisi konsumsi.
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, kebijakan dan program diversifikasi pangan, tampak kurang memperoleh dukungan Pemerintah. Pengalaman menunjukkan Pemerintah seperti yang tengah “jatuh hati” terhadap sisi produksi. Pemerinrah tampak jor-joran mengucurkan dana dengan jumlah besar, asalkan produksi dapat ditingkatkan setinggi-tingginya.
Sedangkan untuk kebijakan dan program diversifikasi pangan sendiri, terkesan hanya sekedar menggugurkan kewajiban atau cukup hanya dengan melahirkan regulasi. Setelahnya, hampir tak terdengar kabar beritanya. Paling banter, diluncurkan kegiatan sosialisasi meragamkan pola makan, yang lebih bersifat seremonial. Kondisi semacam ini betul-betul disesalkan.
Jujur disadari, problem ketahanan pangan yang kita alami sekarang, buksn hanya ketersediaan pangan karena turunnya produksi, namun masih tingginya laju konsumsi masyarakat terhadap nasi, dinilai sebagai soal serius untuk dicarikan jalan keluarnya. Itu sebabnya, kini saat yang tepat memberi perhatian lebih nyata terhadap upaya meragamkan pola makan rakyat.
Dari sisi regulasi terkini, Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang percepatan penganekaragaman pangan adalah Perpres No. 81 Tahun 2024. Perpres ini mulai berlaku pada 15 Agustus 2024. Perpres ini bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemanfaatan, dan pengembangan usaha pangan lokal. Dalam Perpres ini, pemerintah daerah diamanahkan untuk mengutamakan produksi dan konsumsi pangan lokal.
Akhirnya penting untuk disampaikan, penganekaragaman pangan adalah upaya untuk meningkatkan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal. Diversifikasi pangan berarti menggunakan berbagai jenis bahan pangan, baik nabati maupun hewani, dalam pola konsumsi sehari-hari.
Semoga ke depan Pemerintah tidak akan menganak-emaskan sisi produksi dan menganak-tirikan sisi konsumsi, namun akan mengfmgarapnya secara bersamaan.
(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).