30 November 2024 14:31
Opini dan Kolom Menulis

MENYOAL TARGET 32 JUTA TON PRODUKSI BERAS 2025

MENYOAL TARGET 32 JUTA TON PRODUKSI BERAS 2025

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menargetkan produksi beras mencapai 32 juta ton pada 2025. Bung Amran meyakini dengan target tersebut, Indonesia tak akan impor beras mulai tahun depan. Itu sebabnya, agar target tersebut tidak sekedar “mengecat langit”, maka sangat dibutuhkan kerja keras dan kerja cerdas dari segenap komponen bangsa.

Target produksi beras 32 juta ton pada 2025 meningkat dari tahun sebelumnya. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras pada 2024 untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 30,34 juta ton. Produksi beras 2024 mengalami penurunan sebanyak 757,13 ribu ton atau 2,43% dibandingkan produksi beras pada 2023 yang sebesar 31,10 juta ton.

Sementara itu, Perum Bulog mencatat Indonesia sudah melakukan impor beras sebanyak 2,9 juta ton sepanjang 2024. Sekalipun dalam merencanakan impor beras 2024 Pemerintah hampir menembus angka 5 juta ton beras, kita berharap, kalau pun masih ada kontrak yang tersisa, jumlah impor beras sampai akhir tahun, tidak melampaui angka 5 juta ton.

Tirunnya produksi beras 2024 dibandingkan dengan tahun 2023, sebetulnya sangat kita sayangkan. Terlepas dari ada atau tidaknya El Nino, kita berharap agar produksi beras, terus dapat kita tingkatkan. Terlebih di awal tahun 2024, Pemerintah telah berkomitmen untuk menggenjot produksi setinggi-tingginya menuju swasembada.

Anehnya, walau Pemerintah telah berjuang keras untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padi per hektar, namun produksi beras yang dicapai masih lebih rendah ketimbang produksi tahun sebelumnya. Ini berarti ada yang keliru dalam pelaksanaan target yang ditetapkan. Antara perencanaan tidak berbanding lurus dengan pelaksanaannya.
Meraih swasembada pangan, utamanya beras tahun 2027, akan leb8h afdol dibuat Grand Desain dan Roadmap pencapaiannya secara sistemik. Ini penting supaya setiap target yang ditetapkan dapat terukur dan terpolakan dengan baik. Pengalaman gagalnya target produksi beras 2024 dapat dijadikan pengalaman dalam menjawab target-target di tahun berikutnya.

Pemerintah sendiri telah mengakui, turunnya produksi beras, setidaknya disebabkan oleh 10 masalah yang menghadangnya. Ke 10 penyebab utamanya itu adalah pertama volume pupuk subsidi dikurangi 50 persen. Amran mencatat alokasi pupuk subsidi pada 2021 sebanyak 8,78 juta ton. Namun tiap tahun alokasi pupuk turun hingga hanya 4,73 juta ton tahun ini. Kedua adalah sebanyak 17 hingga 20 persen petani tidak bisa menggunakan Kartu Tani. Ketiga adalah petani hanya diberi pupuk satu kali tanam.

Keempat Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Jawa mencatat 30 juta orang tidak boleh menerima pupuk. Kelima, alsintan (alat dan mesin pertanian) sudah tua. Keenam adalah kekeringan akibat El Nino. Ketujuh adalah saluran irigasi 60 persen kondisinya perlu direhabilitasi. Kedelapan, jumlah petugas penyuluh lapangan (PPL) hanya 50 persen dari kebutuhan. Kesembilan bibit unggul berkurang. Dan kesepuluh anggaran turun.
Target 32 juta ton beras tahun depan, sulit diwujudkan bila 10 penyebab turun nya produksi beras diatas, tidak diselesaikan dengan tuntas. Pemerintah boleh optimis dengan angka yang ditargetkan, namun juga tetap harus mampu realistik. Inilah pertimbangan utamanya, mengapa Pemerintah perlu lebih serius dalam menyelesaikan seabreg masalah yang menyergapnya.

Ambil contoh soal pupuk bersubsidi. Pemerintah sejak tahun ini, memang telah menambah dua kali lipat, jumlah kuota pupuk bersubsidi. Semula jumlahnya hanya 4,7 juta ton, kini ditambah menjadi 9,55 juta ton. Catatan kritisnya adalah apakah dengan ditambahnya jumlah kuota pupuk bersubsidi, secara otomatis akan manpu meningkatkan produksi dan produktivitas padi per hektar ?

Ah, rasanya tidak, jika pupuknya itu tidak sampai ke petani dikarenakan beragam macan alasan. Sebut saja terkait dengan berbelir-belitnya saluran distribusi pupuk bersubsidi. Kalau pun, saat ini Pemerintah baru akan memangkas saluran yang cukup rumit itu, maka dapat dipastikan butuh waktu dan proses untuk menerapkannya di lapangan.

Lalu, bagaimana dengan saluran irigasi di berbagai daerah yang dikabarkan banyak yang rusak ? Ini juga masalah serius yang butuh koordinasi berkualitas antar Kementerian/Lembaga terkait. Kalau sekarang, Kementerian Pertanian baru mulai akan bersinergi dan berkolaborasi dengan Kementerian PU, dapat dipastikan untuk tahun depan sepertinya cukup susah mencapai target yang diinginkan.

Belum lagi keberadaan para Penyuluh Pertanian di lapangan, yang sekarang ini masih disergap oleh berbagai masalah. Jumlah tenaga Penyuluh Pertanian PNS yang semakin berkurang karena banyak yang pensiun, ditambah kurangnya sarana dan fasilitas yang memadai, membuat kegiatan Penyuluhan Pertanian, hanya sekedar menggugurkan kewajiban.

Dari segudang masalah yang perlu dijawab, rupanya ada hal paling mendasar untuk dicermati dengan seksama. Problem tersebut adalah sampai sejauh mana langkah dan upaya Pemerintah mengejar target 32 juta ton beras tahun depan akan dibarengi dengan semakin membaiknya tingkat kesejahteraan dan kebahagiaan para petaninya ?

Jawaban inilah yang paling dinantikan para petani padi. Mereka sudah saatnya mampu menjadi “penikmat pembangunan” dan tidak hanya terkesan sebagai “korban pembanguban”. Petani sudah waktunya manpu berdiri tegak diatas lahan sawahnya sendiri. Itulah sosok Petani di Tanah Merdeka yang berharga diri dan bermartabat.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *