18 November 2024 07:40
Sentuhan Qalbu

Tetap Taat Meskipun dalam Kesembunyiaan

MUHASABAH SHUBUH 

Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum wrm wbrkt

TETAP TAAT MESKIPUN Dalam KETERSEMBUNYIAN

Saudaraku,
Dalam sebuah hadits, Nabi saw, bersabda, :

“Niscaya aku akan melihat beberapa kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan kebaikan laksana gunung-gunung Tihamah (kota Makkah) yang putih, kemudian Allah menjadikannya debu yang beterbangan.”

Ada sahabat bernama Tsauban yang bertanya :
“Wahai Rasulullah, jelaskanlah sifat mereka kepada kami, agar kami tidak menjadi bagian dari mereka sementara kami tidak tahu,”

Nabi saw menjawab :
“Ketahuilah, mereka adalah saudara kalian, satu bangsa, dan bangun malam sebagaimana kalian. Tapi jika mereka menyendiri dengan larangan-larangan Allah, mereka melanggarnya.”
(HR Ibnu Majah no. 4245, dishahihkan Syaikh al-Albani. Lihat as-Silsilah ash-Shahihah, no. 505)

Seseorang mungkin menjauh dari dosa dan maksiat saat berada di hadapan dan dilihat orang lain.
Tetapi jika ia menyendiri dan terlepas dari pandangan manusia, ia pun melepaskan tali kekang nafsunya, merangkul dosa dan memeluk kemungkaran.

“Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.”
(QS. Al-Isra’: 17)

“Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan.”
(QS. Al-Baqarah: 74)

Bahkan jika ingin berbuat dosa dan ada seorang anak kecil di hadapannya, ia akan meninggalkan dosa itu. Dengan demikian, rasa malunya kepada anak kecil lebih besar daripada rasa malunya kepada Allah…. Andai saat itu ia mengingat firman Allah Swt…

“Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka tampakkan?”
(QS. Al-Baqarah: 77)

“Tidakkah mereka tahu
bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang ghaib?”
(QS. At-Taubah: 78)

Sungguh celaka wahai saudaraku…
Jika keberanian kita berbuat maksiat adalah karena kita meyakini bahwa Allah tidak melihat, maka alangkah besar kekufuran kita. Dan jika kita mengetahui bahwa Allah mengetahuinya, maka alangkah parah keburukan kita, dan alangkah sedikit rasa malu kita…

“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah mengetahui mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.”
(QS. An-Nisa’: 108)

Saudaraku,
Di antara hal yang sangat “aneh” adalah kita mengenal Allah, tetapi bermaksiat kepada-Nya.

Kita mengetahui kadar kemurkaan-Nya, tetapi justru menjatuhkan diri kepada kemurkaan itu.

Kita mengetahui betapa kejam hukuman-Nya, tetapi kita tidak berusaha menyelamatkan diri.

Kita merasakan sakitnya keresahan akibat maksiat, tetapi tidak pergi menghindarinya dan mencari ketenangan dengan mentaati-Nya…

Qatadah berpesan, :
“Wahai anak Adam, demi Allah, ada saksi-saksi yang tidak diragukan di tubuhmu, maka waspadailah mereka. Takutlah kepada Allah dalam keadaan tersembunyi maupun nampak, karena sesungguhnya tidak ada yang tersembunyi dari-Nya. Bagi-Nya, kegelapan adalah cahaya, dan yang tersembunyi sama saja dengan yang nampak. Sehingga, barang siapa yang bisa meninggal dalam keadaan khusnudzan (berbaik sangka) kepada Allah, hendaklah ia melakukannya, dan tidak ada kekuatan kecuali dengan izin Allah.”
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3/368)

“Kalian sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulit kalian terhadap kalian, tetapi kalian mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangka kalian yang telah kalian sangka terhadap Rabb kalian, prasangka itu telah membinasakan kalian, maka jadilah kalian termasuk orang-orang yang merugi.”
(QS. Fushshilat: 22-23)

Saudaraku,
Ibnul-A’rabi berkata :,
“Orang yang paling merugi, ialah yang menunjukkan amal-amal shalihnya kepada manusia dan menunjukkan keburukannya kepada Allah yang lebih dekat kepadanya dari urat lehernya.”
(Syu’abul-Iman lil-Baihaqi, 5/368 no. 6987)

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.”
(QS. Qaf: 16)

“Saat engkau sedang sendiri jangan katakan aku sendiri, teapi katakan ada yang senantiasa mengawasi diri ini. Dan sedikitpun jangan menyangka bahwa Allah lalai, atau menyangka Dia tak tahu apa yang tersembunyi. Sungguh takwa kepada Allah dalam keadaan tidak nampak ( _fil-ghaib_) dan takut kepada-Nya dalam keadaan tersembunyi merupakan tanda kesempurnaan iman. Hal ini menjadi sebab diraihnya ampunan, kunci masuk surga. Dan dengannya, seorang hamba meraih pahala yang agung nan mulia.”

“Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Rabb Yang Maha Pemurah walaupun _DIA_ tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.”
(QS. Yasin: 11)

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka dalam keadaan tersembunyi akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.”
(QS. Al-Mulk: 12)

“Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara peraturan-peraturan-Nya. (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb Yang Maha Pemurah dalam keadaan tersembunyi dan dia datang dengan hati yang bertobat. Masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan Kami memiliki tambahannya.”
(QS. Qaf: 31-35)

Saudaraku,
Di antara doa Nabi saw adalah, :

“Aku memohon rasa takut kepada-Mu dalam keadaan tersembunyi maupun nampak.”
(HR. Ahmad, 18351 dan dishahihkan Syaikh al-Albani)

Maknanya, hendaklah seorang hamba takut kepada Allah Swt dalam keadaan tersembunyi maupun nampak, serta lahir dan batin, karena kebanyakan orang takut kepada Allah dalam keadaan terlihat saja. Namun yang penting adalah takut kepada Allah saat tersembunyi dari pandangan manusia, dan Allah telah memuji orang yang takut kepada-Nya dalam kondisi demikian. Bakr al-Muzani berdoa untuk saudara-saudaranya, :
“Semoga Allah Swt menjadikan kami dan kalian zuhud terhadap hal yang haram, sebagaiman zuhudnya orang yang bisa melakukan dosa dalam kesendirian, namun ia mengetahui bahwa Allah melihatnya, maka ia tinggalkan dosa itu.”
(Lihat Jami’ul-‘Ulum wal-Hikam, 1/162)

Saudaraku,
Sebagian lagi mengatakan:,
“Orang yang takut bukanlah orang yang menangis dan ‘memeras’ kedua matanya, tetapi ia adalah orang yang meninggalkan hal haram yang ia sukai saat ia mampu melakukannya.”
(Lihat Mukhtashar Minhajil-Qashidin, 4/63)

“Jika tersembunyi dan tampak bagi seorang Mukmin tiada beda, maka ia telah berhasil di dua dunia dan kita pantas memujinya. Namun jika yang tampak menyelisihi yang rahasia, tiada kelebihan pada amalnya, selain penat dan lelah saja. Hal-hal yang menjadikan takut ( _khasy-yah_) kepada Allah : Iman yang kuat terhadap janji Allah dan ancaman-Nya atas dosa dan maksiat. Merenungkan kejamnya balasan Allah dan hukuman-Nya. Hal ini menjadikan seorang hamba tidak melanggar aturan-Nya, sebagaimana dikatakan Al-Hasan Al-Bashri, :
“Wahai anak Adam, kuatkah engkau memerangi Allah Swt, Orang yang bermaksiat berarti telah memerangi-Nya.”

Saudaraku,
Sebagian lagi mengatakan :,
“Saya heran dengan si lemah yang menentang Sang Kuat.”

Kewaspadaan yang kuat terhadap pengawasan Allah Swt dan mengetahui bahwa Allah Swt mengawasi hati dan amalan para hamba, serta mengetahui mereka di manapun berada. Orang yang sadar bahwa Allah Swt melihatnya di manapun berada, mengetahui dirinya secara lahir dan batin, mengetahui yang tersembunyi maupun yang nampak, dan ia mengingat hal itu saat menyendiri, maka ia akan meninggalkan maksiat dalam ketersembunyiannya…

Wahb bin al-Ward berkata, :
“Takutlah kepada Allah sebesar kekuasaan-Nya atas dirimu! Malulah kepada-Nya seukuran kedekatan-Nya kepadamu, dan takutlah kepada-Nya karena Dialah yang paling mudah bisa melihatmu.”
(Lihat Jami’ul-‘Ulum wal-Hikam, 1/162)

Saudaraku,
Mengingat makna sifat-sifat Allah Azza wa Jalla, antara lain Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Bagaimana kita bermaksiat kepada yang Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui keadaan kita? Jika seorang hamba mengingat hal ini, rasa malunya akan menguat. Ia akan malu jika Allah Azza wa Jalla mendengar atau melihat pada dirinya sesuatu yang Dia benci, atau mendapati sesuatu yang Dia murkai tersembunyi pada hatinya. Dengan demikian, perkataan, gerakan, dan pikirannya akan selalu ditimbang dengan timbangan syariat, dan tidak dibiarkan dikuasai hawa nafsu dan naluri biologisnya…

Semoga Allah Swt, memberi karunia, hidayah dan Rakhmat-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa taat dan menjauhkan diri dari maksiat meskipun dalam ketersembunyian untuk meraih ridha-Nya…
Aamiin Ya Rabb.

Salam sehat
Salam sejahtera
Salam bahagia

Selamat berakhir pekan

Wassalamu’alaikum wr.wb.

 

Dzikir dan Syukur

  𝓑𝓲𝓼𝓶𝓲𝓵𝓵𝓪𝓪𝓱𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓶𝓪𝓪𝓷𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓲𝓲𝓶Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wabarokatuuh Sabtu, 16 November 2024 / 14 Jumadil awal 1446 Dzikir dan Syukur ِّ عَنْ مُعَاذِ

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *