4 October 2024 17:35
Opini dan Kolom Menulis

DERITA PETANI KETIKA HARGA BERAS MAHAL

DERITA PETANI KETIKA HARGA BERAS MAHAL
 
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
 
      Pernyataan Bank Dunia yang menyebut harga beras eceran di Indonesia dinilai paling mahal diantara negara-negara ASEAN, rupanya mengundang perdebatan yang cukup hangat di masyarakat. Menurut Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo, harga beras di Singapura, jelas lebih mahal dibandingkan dengan harga beras di negara kita.
 
     Dengan mencontohkan harga beras eceran di Singapura yang lebih mahal ketimbang di negara kita, pernyataan pejabat Bank Dunia tersebut, jelas terbantahkan. Namun begitu, penting juga dibincangkan, apakah betul dengan dinaikkannya harga beras oleh Pemerintah melalui Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Beras, maka para petani merasa diuntungkan ?
 
     Rasa-rasanya, pernyataan diatas perlu dibahas lebih dalam, mengingat berbagai pertimbangan yang ada. Mari kita mulai dengan sebuah pertanyaan, petani yang mana bakal diuntungkan dengan harga beras yang mahal tersebut ? Apakah benar para petani, sebagian besar dari mereka akan menjual hasil akhir usahatani padi dalam wujud beras ? 
 
      Lalu, kita lanjutkan pertanyaannya, bukankah para petani padi di negara kita, saat panen berlangsung, lebih banyak yang menjual nya dalam bentuk gabah kering panen (GKP) ketimbang menjual dalam wujud gabah kering giling (GKG) atau pun beras ? Boleh jadi, hanya sebagian kecil saja petani yang berkemampuan menjual dalam wujud beras. 
 
     Kejelian memandang potret petani di negeri ini, benar-benar sangat dibutuhkan. Jangan sampai, kita salah membaca peta yang ada terkait dengan petani. Bila kita cermati tipologi petani di Tanah Merdeka, hanya sebagian kecil saja yang pantas disebut sebagai petani kaya. Sebagian besar petani di negara kita tergolong ke dalam petani kecil, petani gurem dan petani buruh.
 
     Soal tipologi petani padi ini, ada baiknya dilakukan penelitian khusus, agar kita memperoleh data petani padi terkini di negara kita. Tak kalah penting untuk diselami lebih dalam adalah kondisi petani sebagai “net consumer”. Dengan semakin memudarnya budaya lumbung padi, maka kita akan kesulitan mencari petani yang saat panen tiba, akan menyimpan sebagian hasil panen nya untuk kepentingan rumah tangga tatkala musim paceklik datang.
 
     Faktanya, para petani padi, relatif akan menjual seluruh gabah yang dipanen nya, dari pada meyimpan sebagian gabahnya dalam lumbung. Akibatnya, pada saat membutuhkan para petani pasti akan membeli beras di pasar. Yang patut jadi catatan kita, kapan para petani akan dapat hidup sejahtera dan bahagia, kalau mereka harus menjual gabah kering panen, harganya murah, tapi ketika membeli beras di pasar, harganya mahal. 
 
     Disinilah problem pertanian yang harus dihadapi oleh para petani padi. Mengapa pada saat musim panen datang, harga gabah kering panen selalu anjlok ? Kejadian seperti ini, selalu saja berulang setiap panen. Seorang sahabat sempat bertanya, mengapa Pemerintah seperti yang tak berdaya mengendalikan harga gabah supaya tidak anjlok di saat panen ?
 
      Ada apa sebetulnya dengan Pemerintah di negeri ini ? Lantas, bagaimana pula dengan kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya ? Apakah tidak ada niat untuk melahirkan terobosan cerdas agar saat panen berlangsung harga gabah tidak anjlok ? Bahkan kaum tani pasti akan memberi acungan jempol dan tepuk tangan meriah jika harga gabah tidak murah.
 
      Keinginan semacam ini, tentu saja bukan mengecat langit, tapi kalau betul-betul digarap dengan cerdas dan bernas akan menapak bumi. Dukungan kebijakan dari Pemerintah, tentu sangat dibutuhkan. Keberpihakan Pemerintah kepada petani, perlu diperlihatkan. Bagaimana caranya, agar Pemerintah mampu mengajak para bandar dan tengkulak untuk sama-sama mencintai petani.
 
      Bandar atau tengkulak, jangan pernah sekalipun dijadikan musuh para petani. Tengkulak dan bandar, penting diposisikan sebagai sahabat sejati petani. Tengkulak inilah secara fakta yang tampil jadi “dewa penolong” ketika petani memerlukan uang untuk menutupi keperluan mendadak, seperti biaya beli obat ketika anaknya sakit. Atau ketika mereka butuh dana untul biaya anaknya bayar uang sekolah.
 
     Tugas Pemerintah adalah sampai sejauh mana “suasana kebatinan” antara bandar atau tengkulak ini dapat dibangun berdasarkan prinsip “silih asah, silih asih, silih asuh dan silih wawangi”. Kita ingin ada ruang persahabatan dan kebersamaan antara tengkulak dan petani dalam mengelola hasil panen di lapangan. Petani menghormati bandar atau tengkulak, di sisi lain bandar dan tengkulak dapat mencintai petani.
 
      Penyikapan semacam ini perlu secepatnya ditempuh Pemerintah, supaya nasib dan kehidupan petani padi, tidak semakin terpuruk. Itu sebabnya, disamping pentingnya Pemerintah menggenjot produksi padi setinggi-tingginya menuju swasembada, Pemerintah perlu mengupayakan pengendalian harga beras di pasar agar tidak mengalami lagi kenaikan yang ugal-ugalan.
 
     Persepsi sebagian orang yang menyebut mahalnya harga beras di pasar akan menguntungkan petani, sebaiknya diganti dengan ungkapan yang lebih mengena kepada kenyataan. Benarkan pemilik beras itu para petani atau para bandar, tengkulak dan pengusaha penggilingan ? Benarkah sebagian besar petani di negara kita hanya memiliki gabah ? 
 
     Jawaban atas pertanyaan ini, sangat kita butuhkan. Apalagi, hingga sekarang kita belum memiliki jawaban yang memuaskan atas pertanyaan : apa yang bakal terjadi bila kita berani menaikkan harga gabah dan turunkan harga beras ? Kita berharap, jawabannya bukan tidak mungkin, namun bagaimana strateginya menjadi mungkin.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *