4 October 2024 17:32
Sentuhan Qalbu

Tidak Ada Taat Pada Maksiat

MUHASABAH SHUBUH
Minggu, 1 september 2024

bismillahirahmanirahim
Assalamu’alaikum wrm wbrkt

TIDAK ADA TAAT Pada MAKSIAT

Saudaraku,
Betapapun hormat, patuh atau cinta kita kepada seseorang yang kita taati, tidak boleh melebihi cinta dan ketaatan kita kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya. Cinta dan taat kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya harus lebih besar dari yang lain. Karena ini adalah konsekuensi dari keimanan. Dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, :

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga aku (Rasulullah) menjadi yang paling dicintainya daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia.”
(HR. Bukhari no. 15, Muslim no. 44)

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, :

“Tiga jenis orang yang jika termasuk di dalamnya maka seseorang akan merasakan lezatnya iman: orang yang mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya paling ia cintai daripada selain keduanya, dan orang yang dilemparkan ke dalam api lebih ia sukai daripada ia kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan ia dari kekufuran.”
(HR. Bukhari no. 6041, Muslim no.43)

Saudaraku,
Seorang Mukmin tidak mungkin mendahulukan ketaatan kepada makhluk daripada ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla berfirman, :

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka memiliki pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
(QS. Al Ahzab: 36)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata, “Tidak layak bagi seorang mukmin dan mukminah, jika Allah sudah menetapkan sesuatu dengan tegas, lalu ia memiliki pilihan yang lain. Yaitu pilihan untuk melakukannya atau tidak, padahal ia sadar secara pasti bahwa Rasulullah itu lebih pantas diikuti dari pada dirinya. Maka hendaknya janganlah menjadikan hawa nafsu sebagai penghalang antara dirinya dengan Allah dan Rasul-Nya.”
(Taisiir Kariimirrahman, 665)

Sedangkan kaidah yang kedua adalah, :

“Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.”

Maka taat kepada manusia siapa pun itu (selain Rasulullah) tidak bersifat mutlak dalam segala perkara dan setiap keadaan. Ketaatan yang mutlak hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada orang lain hanya dalam perkara yang ma’ruf. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, :

“Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.”
(HR Bukhari, no. 7257; Muslim, no. 1840)

Saudaraku,
Perkara yang ma’ruf didefinisikan oleh Syaikh As Sa’di, :

“Al ma’ruf artinya perbuatan kebaikan dan perbuatan ketaatan dan semua yang diketahui baiknya oleh syariat dan oleh akal sehat.”
(Tafsir As Sa’di, 1/194-196)

Dalam sebuah hadits dari ‘Ali radhiyallahu’anhu, beliau berkata, :

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus satu pasukan dan mengangkat seorang laki-laki sebagai panglima mereka. Kemudian panglima itu menyalakan api dan berkata (kepada pasukannya): “Masuklah kamu ke dalam api!” Sebagian pasukan berkehendak memasukinya, orang-orang yang lain mengatakan, ”Sesungguhnya kita lari dari api (neraka),” kemudian mereka menyebutkan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka beliau bersabda kepada orang-orang yang berkehendak memasukinya, “Jika mereka memasuki api itu, mereka akan terus di dalam api itu sampai hari kiamat”. Dan beliau bersabda kepada yang lain, ”Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.”
(HR Bukhari, no. 7257; Muslim, no. 1840)

Maka jika ada orang yang memerintahkan perkara yang membahayakan diri kita, atau bukan perkara yang dianggap bagus oleh akal sehat, perkara yang memalukan, perkara yang menjatuhkan wibawa, dan semisalnya ketika itu tidak wajib taat kepada orang tersebut.

Apalagi perkara maksiat. Tidak boleh kita taat kepada orang lain dalam perkara maksiat. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, :

“Mendengar dan taat (kepada penguasa) itu memang benar, selama mereka tidak diperintahkan kepada maksiat. Jika mereka memerintahkan untuk bermaksiat, tidak boleh mendengar dan taat (dalam maksiat tersebut).”
(HR. Bukhari no.2955)

Walaupun yang memerintahkan kepada maksiat adalah pemimpin negara sekalipun, tidak boleh menaatinya. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, :

“Wajib mendengar dan taat (kepada penguasa) bagi setiap Muslim, dalam perkara yang ia setujui ataupun yang ia benci (dari pemimpinnya). Jika pemimpinnya memerintahkan untuk bermaksiat, tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.”
(HR. Bukhari no. 2955, 7144)

Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan, :

“Para ulama ijma akan wajibnya taat kepada ulil amri selama bukan dalam perkara maksiat.”
(Syarah Shahih Muslim, 12/222)

Maka tidak boleh seseorang melanggar agama demi untuk taat kepada makhluk, atau untuk mencari ridha dari orang lain. Allah Azza wa Jalla berfirman, :

“Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah.“
(QS. Al Baqarah: 41)

Maksud ayat ini adalah, jangan melakukan pelanggaran terhadap agama demi mendapatkan keuntungan dunia. Ibnu Katsir menjelaskan, :

“Maksudnya, jangan menukar keimanan terhadap ayat-ayatku dan keimanan kepada Rasul-Ku dengan dunia dan syahwatnya, karena dunia itu hal yang kecil.”
(Tafsir Ibnu Katsir)

Saudaraku,
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, :

“Barangsiapa mencari ridha Allah ketika orang-orang tidak suka, maka akan Allah cukupkan ia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridha manusia, dengan kemurkaan Allah. Akan Allah buat ia terbebani oleh manusia.“

Dalam riwayat lain, :

“Barangsiapa yang mencari ridha Allah walaupun orang-orang murka, maka Allah akan ridha padanya dan Allah akan buat manusia ridha kepadanya. Barangsiapa yang mencari ridha manusia walaupun Allah murka, maka Allah murka kepadanya dan Allah akan buat orang-orang murka kepadanya juga.“
(HR. Tirmidzi no.2414, Ibnu Hibban no.276, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhi taat pada maksiat untuk meraih ridha-Nya. Aamiin Ya Rabb.

Wassalamu’alaikum

 

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *