4 October 2024 15:24
Opini dan Kolom Menulis

ISU PERTANIAN TERPINGGIRKAN

ISU PERTANIAN TERPINGGIRKAN

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Harian Umum KOMPAS, 28 Agustus 2024 memuat berita tentang terpinggirkannya sektor pertanian. Lahan sawah yang kering pun dijadikan ajang balap motor. Peminggiran sektor pertanian di negeri ini, sepertinya telah berlangsung lama, namun belum ada pengkajian yang mendalam untuk mencari jawab mengapa hal itu terus berlangsung.

Rasanya ada suara berbeda terkait perkembangan pembangunan pertanian di negeri ini. Di satu pihak, khususnya para penyelenggara negara, bersuara tentang kemajuan yang dicapai selama ini, namun di pihak lain, kbususnya kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat dan media, cenderung bicara sebaliknya. Bahkan ada yang menyebut, sektor pertanian semakin terpinggirkan dari panggung pembangunan.

Dalam menghadapi berbagai masalah krusial kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, tidak bisa dipungkiri, sektor pertanian selalu memperlihatkan keperkasaannya, dibanding sektor pembangunan lainnya. Sebut saja, ketika terjadi pandemi Covid 19 beberapa tahun lalu. Saat itu, hampir seluruh sektor pembangunan bertumbuh negatif. Tapi, sektor pertanian tetap mampu bertumbuh positip.
Akibatnya wajar, jika ada pejabat negara, yang menyebut sektor pertanian, layak disebut sebagai tulang punggung perekonomian bangsa. Keperkasaan sektor pertanian ini, tentu harus dijaga dan dilestarikan agar dalam jangka panjang akan mampu memberi berkah kehidupan bagi generasi masa kini dan generasi yang akan datang.

Jujur kita sadari, proses peminggiran sektor pertanian dari hiruk-pikuk pembangunan, sebetulnya telah berlangsung sejak lama. Dalam pembangunan kawasan industri, pembangunan perumahan/pemukimsm, pembangunan infra struktur dasar dan lain sebagainya, biasanya membutuhkan banyak lahan pertanian yang dialih-fungsikan dan dialih-kepemilikan kepada mereka yang bukan petani.

Petani pun terpaksa berduyun-duyun meninggalkan kampung halamannya untuk mengadu nasib di perkotaan. Suasana seperti ini telah berlangsung lama di negeri ini. Sayang, saat itu kita tidak langsung bersikap untuk mencarikan jalan keluarnya, malah banyak diantara para penanggungjawan kebijakan, program dan kegiatan, yang hanya sekedar menggugurkan kewajiban.

Dalam 10 tahun terakhir (2013-2023), kedaulatan petani terhadap lahan pertanian yang digarap nya, menunjukkan pengurangan yang sangat terukur dan signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, selama 10 tahun tersebut, jumlah petani gurem (petani yang memiliki lahan pertanian rata-rata 0,25 hektar) mengalami peningkatan jumlah yang cukup signifikan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyimpulkan jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) Gurem tercatat sebanyak 16,89 juta. Dengan kata lain, mengalami kenaikan sebesar 18,49% dari catatan jumlah RTUP Gurem pada 2013 yang jumlahnya hanya sebanyak 14,25 juta. Hal ini, mengindikasikan, lahan pertanian untuk bercocok tanam semakin sempit di berbagai wilayah Indonesia.

Atau bisa juga dikatakan telah terjadi penggerusan terhadap lahan pertanian dengan angka yang cukup terukur. Meningkatnya jumlah rumah tangga petani gurem sebesar 2,64 juta rumah tangga, bukanlah prestasi yang patut untuk dibanggakan. Kenaikan jumlah ini pun bukan target yang ingin dicapai. Mengapa ? Sebab, petani gurem adalah potret petani di Tanah Merdeka yang kondisi kehidupannya cukup memprihatinkan.

Semakin sempitnya lahan pertanian yang digarap para petani menunjukkan proses alih fungsi lahan pertanian produktif ke non pertanian, terekam semakin membabi-buta. Itu sebabnya, kita berharap agar Pemerintah dapat memperketat regulasi supaya lahan pertanian yang tersisa, terutama lahan sawah dapat dijaga, dipelihara dan dilestarikan keberadaan nya.

Catatan kritisnya adalah apakah dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, jumlah petani gurem akan semakin membengkak ? Jawabannya jelas, jika Pemerintah tidak sungguh-sungguh mengendalikan alih fungsi dan alih kepemilikan lahan petani, maka jumlah petani gurem, dijamin halal pasti akan meningkat. Kondisi inilah yang harus kita cegah supaya tidak terjadi.

Ketika menjadi Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Prabowo Subianto cukup getol menyuarakan pentingnya petani berdaulat di atas lahan pertaniannya sendiri. Petani harus mampu berdiri tegak diatas sawah ladangnya sendiri. Sebagai soko guru pembangunan, petani harus berdaulat atas lahan pertanian yang digarapnya.

Bagi petani, lahan pertanian adalah segala-galanya. Itu sebabnya, langkah Pemerintah melahirkan Undang Undang No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No.12/2020 tentang Lahan Sawah Dilindungi (LSD), perlu terus dikawal dan diawasi agar regulasi tersebut, betul-betul dapat diterapkan dengan baik.

Ketegasan Pemerintah, jelas sangat dibutuhkan. Seabreg regulasi, mulai dari Undang Undang hingga ke Peraturan Daerah, penting diamankan dari kiprah oknum-oknum yang ingin mengalih-fungsikan lahan pertanian, hanya untuk memuaskan syahwat pribadi dan kelompoknya. Terbayang, ada regulasi saja alih fungsi terus berjalan. Bagaimana parahnya, bila tidak ada regulasi.

Proses peminggiran sektor pertanian, kelihatannya akan terus berlangsung. Berbagai kebijakan yang dilahirkan Pemerintah terlihat belum ampuh untuk menghadapinya. Itu alasannya, mengapa kita perlu melakukan revitalisasi atas kebijakan-kebijakan yang dilahirkan. Bangsa ini butuh “darah baru” dalam mengendalikan alih fungsi yang faktanya semakin menjadi-jadi.

Pembangunan yang kita lakoni, tidak seharusnya meminggirkan pertanisn dari pentas pembangunan. Sebagai tulang punggung perekonomian bangsa, Pemerintah mestinya mampu memberi atensi khusus bagi kemajuan sektor pertanian. Terlebih, kalau ada oknum yang ingin mengalih-fungsikan lahan pertanian dan alih kepemilikan lahan petani.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *