5 October 2024 18:14
Opini dan Kolom Menulis

“CACAG NANGKAEUN”

“CACAG NANGKAEUN”

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

“Cacag nangkaeun” dalam bahasa Sunda adalah “pagawéan atawa carita henteu bérés lantaran mindeng katunda tuluy dihanca deui”. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya “pekerjaan atau cerita tidak selesai karena sering ditunda lalu dilanjutkan lagi, hasilnya tidak bagus”. Babasan bahasa Sunda ini penting dicermati, karena hal demikian terkait dengan kinerja seseorang dalam menggarap sebiah pekerjaan.

Fenomena seperti ini, kerap terjadi di berbagai bidang kehidupan. Sebut saja seorang Kepala Daerah yang memiliki program untuk membangun jalan lingkar di kotanya. Mengingat sesuatu hal yang tak mungkin diselesaikan pekerjaan tersebut, seperti adanya pandemi Covid 19, maka pekerjaan itu jadi terganggu dan tidak mungkin selesai dalam tahun anggaran yang berjalan. Akibatnya, dengan sangat terpaksa, pekerjaan itu jadi tertunda.

Tidak hanya itu yang dialami oleh sebuah kota, karena adanya pandemi Covid 19. Pembangunan pasar yang jadi aspirasi masyarakat pun terpaksa ditunda dan terbengkalai karena adanya bencana kemanusiaan yang sekelas Covid 19. Bangunan setengah jadi itu, terpaksa berhenti di tengah jalan. Dengan adanya penundaan kegiatan, membuat proyek pembangunan pasar pun jadi molor dan dipaksa untuk berhenti di tengah pekerjaannya.

Tertundanya pembangunan jalan lingkar dan pembangunan pasar, hanyalah beberapa contoh proyek Pemerintah yang memiliki peluang untuk “cacag nangkaeun”, karena adanya bencana kehidupan yang tak mampu kita lawan. Pekerjaan yang semula telah terukur kinerjanya, terpaksa jadi kacau balau karena ada kejadian yang tidak diperhitungkan sebelumnya.

Lebih parah lagi, jika pekerjaan itu melibatkan nasib bangsa dan negara. Sebut saja, runtuhnya rezim Orde Baru yang selanjutnya berganti jadi rezim Reformasi. Kita tentu ingat ada beberapa program nasional yang direncanakan Pemerintahan Orde Baru, terpaksa harus distop karena dinilai tidak senafas dengan semangat reformasi. Akibatnya, sementara waktu perencanaan tersebut tidak dilanjutkan.

Namun begitu, setelah sekian lama berlalu, baru disadari tidak semua program yang disusun Pemerintahan Orde Baru itu, jelek semua. Tentu, ada program yang masih relevan untuk dikembangkan. Sebut saja program keluarga berencana, yang dirancang untuk melakukan pengendalian kependudukan. Setelah ditimbang-timbang, ternyata program seperti ini, masih pantas untuk dikembangkan, sehingga di era reformasi program ini pun kembali dikembangkan.
Selain itu, disadari pula, program pencapaian swasembada beras, dianggap sebagai program yang patut dikembangkan lebih lanjut. Kisah sukses Pemerintahan Orde Baru ini, sudah waktunya dijadikan proses pembelajaran bagi para penentu kebijakan masa kini, terkait strategi pencapaian swasembada beras. Harmonisasi tiga serangkai : “peneliti-penyuluh-petani”, perlu dihangatkan kembali, sehingga mampu menggenjot produksi beras setinggi-tingginya.

Memudarnya hubungan tiga serangkai saat ini, tentu perlu dijadikan catatan khusus bagi Pemerintah, sekaligus dicarikan jalan keluarnya, mengapa hal itu sampai terjadi. Tidak sepatutnya harmoni ketiganya mengalami pemudaran dalam berkiprah. Kehadiran ketiga komponen strategis diatas, penting dijaga dan dipelihara kinerjanya. Mereka inilah “prime mover” terwujudnya swasembada beras.

Soal penduduk dan bahan makanan, sesungguhnya telah diingatkan Malthus beratus tahun lalu. Peringatan seperti ini, semestinya tetap menjadi perhatian kita bersama. Jangan biarkan penduduk tumbuh dan berkembang menjadi tidak terkendali. Begitu pun dengan bahan pangan yang dikonsumsi. Dua hal ini, betul-betul menjadi kunci utama keberlangsungan suatu bangsa. Itu sebabnya, kita perlu menggarapnya dengan sepenuh hati.

Tersendatnya program keluarga berencana dan pencapaian sekaligus pelestarian swasembada beras di awal-awal reformasi, tentu saja membuat “cacag nangkaeun”, ketika Pemerintah akan memulai lagi program yang kurang digarap secara maksimal tersebut. Konsekwensi logisnya, sekarang kita terpaksa mengalami kesulitan terkait dengan produksi beras. Terlebih dengan adanya sergapan El Nino. Produksi beras turun dengan angka ysng cukup signifikan.

Sadar akan hal yang demikian, Pemerintah tampak mulai memperhatikan lebih serius soal peningkatan produksi beras ini. Lalu, lahirlah jargon “menggenjot” produksi beras agar meningkat setinggi-tingginya. Anggaran Pemerintah pun ditambah, baik untuk kepentingan peningkatan produksi beras dan jagung, pengembangan alsintan dan penambahan kuantitas pupuk bersubsidi.

Persoalannya adalah bagsimana dengan penerapannya di lapangan ? Tambahan anggaran terkait dengan kepentingan faktor produksi, mestinya dibarengi pula dengan tambahan anggaran bagi petugas di lapangan. Keterlibatan para Penyuluh Pertanian di lapangan, penting ditangani lebih serius. Kita tidak boleh lagi membuat Penyuluh Pertanian bekerja “all out”, namun tidak diberi insentif yang memadai. Mereka juga manusia yang butuh perhatian dari negara.
“Cacag nangkaeun” bukanlah gambaran yang diharapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap pekerjaan, apalagi yang disebut dengan proyek Pemerintah, tentu telah melalui perencanaan yang cukup matang dan tidak asal-asalan. Oleh karenanya, menjadi sangat tidak masuk akal, jika proyek yang tertunda karena sesuatu hal, berujung dengan buruknya kualitas dari pekerjaannya. Lain cerita jika berganti kekuasaan.

Contoh program IKN (Ibu Kota Nusantara) yang masih jadi bahan perdebatan. Apakah ada jaminan jika Presiden pemenang Pilpres 2024 adalah sosok yang tidak menginginkan program IKN diteruskan ? Jika hal ini terjadi boleh jadi proyek yang kini tengah dikebut untuk dirampungkan itu, maka bakal berujung dengan mangkrak atau berakhir dengan artefak-artefak IKN ? Dalam bahasa lain bisa juga disebut “cacag nangkaeun”.

Akhirnya, perlu disampaikan dalam melaksanakan sebuah pekerjaan, jangan sampai kita menjebakan diri pada kondisi yang “cacag nangkaeun”. Untuk menghindarinya, kita butuh perencanaan yang matang dan berkualitas. Tanpa ada perencanaan seperti itu, kita tidak mungkin akan terbebas dari pekerjaan yang “cacag nangkaeun”.

 

 

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

 

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *