19 November 2024 00:36
Opini dan Kolom Menulis

PARADIGMA BARU KEGIATAN RAMADAN BAGI PESERTA DIDIK

PARADIGMA BARU KEGIATAN RAMADAN BAGI PESERTA DIDIK

Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)

Seiring dengan datangnya bulan Ramadan, sekolah pun menyesuaikan kegiatannya, mulai dari penyusunan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) khusus bulan Ramadan, pesantren kilat, buka bersama, acara bakti sosial, dan sebagainya. Khusus untuk mencatat kegiatan peserta didik selama bulan Ramadan, sekolah membuat atau menyediakan buku Catatan Amaliyah Ramadan. Pada buku itu, peserta didik diminta untuk mengisi atau mencatat berbagai amalan selama bulan Ramadan, mulai dari shalat fardhu, shalat tarawih, tadarus Al Qur’an dan ceramah Ramadan. Pada buku tersebut juga biasanya terdapat informasi terkait bulan Ramadan, seperti syarat dan rukun puasa, bacaan niat puasa, bacaan niat shalat tarawih, informasi terkait zakat fitrah, dan sebagainya.

Adanya buku itu pada dasarnya tujuannya bagus. Melatih kedisiplinan, media kontrol bagi peserta didik, orang tua, dan guru pembimbing. Melalui disiplin diharapkan lahir kebiasaan yang positif. Amalan-amalan baik tersebut bukan hanya dilakukan di bulan Ramadan saja, tetapi juga pada bulan-bulan berikutnya pascaramadan.

Walau demikian, jika saya perhatikan, Buku Catatan Amaliyah Ramadan lebih banyak berisi terkait amalan ritual saja. Tidak ada format untuk mencatat amalan-amalan yang sifatnya kontekstual dan membangun kecakapan hidup peserta didik. Misalnya, dalam 1 hari apa saja hal baik yang dia lakukan kepada orang lain, hal apa saja yang dia lakukan untuk untuk membantu orang tua di rumah seperti membereskan kamar tidur sendiri, membantu mengepel lantai, mencuci piring, mengasuh adik, menyiapkan menu buka uasa, dan sebagainya.

Jika dilihat dari perspektif pendidikan, bulan Ramadan adalah bulan untuk mendidik diri, membentuk karakter, dan membangun kepribadian yang baik. Oleh karena itu, sebaiknya bukan hanya diisi dengan aktivitas ritual saja yang hanya bermanfaat atau berdampak untuk diri sendiri, tapi juga momentum untuk membangun kecakapan sosial (life skill) seorang hamba. Dengan demikian, selain dimensi vertikal (ibadah kepada Allah) juga ada dimensi horizontalnya (beribadah terhadap sesama makhluk). Oleh karena itu, hal ini perlu ditanamkan kepada peserta didik.

Selama bulan Ramadan, durasi waktu KBM disekolah dikurangi. Misalnya 1 jam pelajaran awalnya 40 menit menjadi 30 menit. Kalau pun ada kegiatan pesantren Ramadan, diakui atau tidak, cenderung kurang dianggap sebagai acara yang wajib dan penting untuk diikuti oleh peserta didik. Dengan kata lain, pesantren Ramadan hanya dianggap kegiatan “sunnah” oleh peseserta didik. Indikatornya, dari seluruh peserta didik, hanya sekian persen saja yang mengikutinya walau sekolah sudah mewanti-wanti bahwa semua peserta didik wajib hadir dan mengultimatum bahwa kehadiran peserta didik pada kegiatan pesantren kilat akan dihitung dan dinilai.

Realitanya, peringatan dan ultimatum tersebut kurang dianggap oleh peserta didik. Mengapa demikian? Karena kegiatan yang biasanya berlangsung 1-3 hari tersebut hanya dianggap sebagai kegiatan temporer dan hanya sekadar mengisi waktu bulan Ramadan saja. Selain itu, mungkin materi-materi yang disajikan pada pesantren Ramadan kurang menarik dan kurang berkaitan dengan dunia Gen-Z yang sudah sangat kritis dan sangat akrab dengan teknologi. Materinya pesantren kilat sebaiknya dikaitkan dengan kebutuhan keseharian mereka. Misalnya hukum memanfaatkan kecerdasan buatan/ Artificial Intelligence (AI) dalam pandangan Islam, menyikapi maraknya game online dan kekerasan di dunia maya dari sudut pandang Islam, tip dan trik pergaulan generasi muda menurut agama Islam, pemanfaatan aplikasi tertentu untuk menyebarkan pesan-pesan Islami, fashion show busana muslim, dan sebagainya.

Dalam memantau kegiatan peserta didik di rumah selama bulan Ramadan, sekolah perlu bekerja sama dengan orang tua, hal yang perlu ditekankan adalah Buku Catatan Amaliyah Ramadan bukan hanya sekadar diisi, tetapi harus diisi dengan sejujur-jujurnya, karena substansinya bukan pada pencatatannya. Buku itu asal diisi atau asal penuh, tetapi kepada pendisiplinan dan pembiasaan.
Orang tua dengan kesibukannya pun kadang kurang bisa memantau semua aktivitas Ramadan anaknya secara optimal. Oleh karena itu, selain dukungan, juga kepercayaan perlu ditumbuhkan kepada anak supaya mereka mengisi buku Catatan Amaliyah Ramadan dengan sejujur-jujurnya.

Bentuk dukungan yang bisa dilakukan oleh orang tua misalnya shalat fardhu dan shalat tarawih berjemaah. Tadarus di lingkungan keluarga secara berjemaah maupun mandiri. Mendengarkan ceramah, saat ini selain di masjid, juga bisa mengikuti pengajian secara online via media sosial atau melihat tayangannya di Youtube. Kemudian pembiasaan bersedekah dan kegiatan positif lainnya. Intinya, kegiatan Ramadan diupayakan bisa menjadi sebuah pengalaman yang berharga dan bermakna bagi peserta didik.

 

Wallaahu a’lam.(*)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *