11 January 2025 04:54
Opini dan Kolom Menulis

MAKNA “4 RASA” PENYULUH PERTANIAN

MAKNA “4 RASA” PENYULUH PERTANIAN

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sebagai “guru” sekaligus pemberi “sinar terang” kehidupan petani , kehadiran Penyuluh Pertanian dalam kehidupan kaum tani, betul-betul memiliki makna tersendiri. Dalam bahasa kirata (dikira-kira nyata), guru merupakan akronim dari “di gugu” dan “di tiru”. Sedang “sinar terang” sendiri menggambarkan jati diri Penyuluh Pertanian sebagai pembawa obor (suluh) kehidupan.

Seorang Penyuluh Pertanian memiliki kehormatan dan tanggung-jawab untuk menyelenggarakan proses
pembelajaran, pemberdayaan dan pemartabatan para petani. Paling tidak, ada dua tahap yang harus dilalui tatkala seseorang ingin hidup bermartabat. Pertama, yang bersangkutan harus ikut proses pembelajaran dan kedua perlu ikut proses pemberdayaan. Pembelajaran, pemberdayaan dan pemartabatan adalah rangkaian proses penyuluhan yang selama ini diberikan kepada petani beserta keluarga nya di perdesaan.

Pembelajaran pada hakekat nya sebuah proses pendidikan yang lebih mengedepankan terjadi nya perubahan perilaku ke arah yang lebih baik, apakah sikap, tindakan atau pun wawasan nya. Dalam falsafah penyuluhan pertanian, pembelajaran ini dilakukan secara demokratis dan berlangsung terus menerus, selain penting nya membaca isyarat jaman yang terus menggelinding.

Semangat pemberdayaan (empowerment), umum nya akan dinafasi oleh adanya hasrat untuk memberi atau menambah kemampuan (ability) kepada seseorang agar diri nya mampu menjalankan tugas yang diberikan. Pemberian kemampuan ini, dapat ditempuh dengan beragam cara dan langkah, sesuai dengan standar kapasitas dan kompetensi yang dimiliki oleh seseorang. Menurut Wrihatnolo (2007) pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi” bukan sebuah “proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu, penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan.

Lalu apa yang dimaknai dengan pemartabatan ? Mengacu pada pendekatan sosial, pemartabatan akan terkait dengan kewenangan yang dilekatkan pada seseorang. Bila pemberdayaan lebih mengarah kepada pemberian kemampuan, maka pemartabatan lebih ditekankan pada pemberian kewenangan (authority). Selain itu, kemartabatan juga akan berhubungan dengan harkat seseorang. Ini penting dicatat, karena yang nama nya harkat adalah nilai manusia sebagai mahluk Tuhan, sedangkan martabat adalah tingkatan harkat kemanusian dan kedudukan yang terhormat.

Sifat kemartabatan adalah universal. Siapa pun orang nya berhak menyandang status bermartabat. Harkat dan martabat tidak ditentukan oleh besar kecil nya kekayaan seseorang. Tidak juga didasarkan pada tinggi rendah nya pangkat atau jabatan seseorang. Sebut saja seorang pejabat tinggi yang korupsi. Yang bersangkuran otomatis akan kehilangan harkat dan martabat nya tatkala diri nya telah divonis Hakim sebagai terpidana dan dijebloskan ke dalam rumah tahanan. Padahal, sebelum diri nya ditangkap aparat penegak hukum, kemana-mana diri nya selalu diantar ajudan dan staf pribadi nya. Semua yang diinginkan tinggal minta. Apa yang dikatakan nya selalu diturut oleh anak buah nya.

Upaya membangun bangsa, pada dasar nya juga membangun kemartabatan. Bangsa yang bermartabat itulah cita-cita yang ingin diwujudkan dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sekurang-kurang nya ada hal yang dapat dijadikan landasan menuju bangsa yang bermartabat. Pertama adalah yang bertalian dengan “kehormatan” bangsa dan kedua yang berkaitan dengan “tanggungjawab”. Suatu bangsa akan disebut bermartabat seandai nya bangsa tersebut dapat menjaga kehormatan bangsa nya, sekaligus juga tanggungjawab nya.

Di tengah-tengan perubahan lingkungan strategis global, kita saksikan marak nya persaingan bangsa-bangsa di dunia. Mereka tampak berlomba melahirkan inovasi dan teknologi. Mereka ramai-ramai meningkatkan daya saing di pentas dunia. Bahkan tidak segan-segan mereka “membunuh” ekonomi bangsa lain hanya sekedar untuk menguasai dan merebut pasar. Semua ini tengah berlangsung di hadapan kita. Fenomena “siapa membeli siapa” pun kini mengemuka menjadi bahasa agitatif yang sering dikumandangkan dalam berbagai perbincangan.

Walau hidup bermatabat merupakan hak setiap orang bahkan hak suatu bangsa, namun yang harus kita renungkan adalah bagaimana cara nya agar kita, baik selaku pribadi mau pun bangsa dapat “bermartabat bersama”. Hal ini penting dicatat, karena kalau saja kita dapat bermartabat bersama, rasa nya tidak bakal ada lagi warga bangsa yang terpinggirkan atau termarginalkan. Bermartabat bersama, sudah seharus nya kita jadikan tekad bersama. Sebab , pada suasana itulah persoalan lahir bathin manusia terselesaikan.

Mewujudkan petani yang berdaya dan bermartabat, bukanlah hal yang gampang untuk ditempuh. Banyak aspek yang butuh penataan dan revitalisasi. Salah satunya, terkait dengan keberadaan para Penyuluh Pertanian di lapangan. Selain, Penyuluh Pertanian jangan sampai tertinggal oleh pergerakan teknologi informasi, ternyata dalam diri seorang Penyuluh Pertanian, diperlukan pula adanya 4 rasa yang melekat erat dalam nurani terdalamnya. Ke 4 rasa itu adalah rasa memiliki (sense of belonging), rasa memajukan (sense of prpgress), rasa tanggungjawab (sense of responsibility) dan rasa rasa mencintai (sense of lovely).

Rasa memiliki, tanggungjawab, memajuksn dan mencintai terhadap tugas dan fungsi sebagai Penyuluh Pertanian merupakan syarat mutlak yang harus melekat dalam nuraninya. Ke 4 rasa ini betul-betul mesti tertanam dalam-dalam di setiap nurani para Penyuluh Pertanian. Mereka memiliki kewajiban untuk mewujudkan hak petani agar dapat hidup sejahtera. Itu sebabnya, Penyuluh Pertanian harus selalu berjuang habis-habisan menggenjot produksi dan produktivitas hasil pertanian setinggi-tingginya agar petani dapat hidup layak dan bahagia.

Sebagai sosok yang diberi kehormatan untuk mempercepat terjadinya perubahan sikap, tindakan dan wawasan petani ke arah yang lebih senafas dengan suasana kekinian, Penyuluh Pertanian jangan sekalipun menutup silaturahmi dengan para petani. Anjangsono yang pada jamannya mampu mempererat hubungan bathin antara Penyuluh Pertanian dengan petani, hendaknya tetap dilanjutkan. Saat itulah komunikasi sambung rasa akan terjadi. Penyuluh Pertanian akan tahu apa yang diinginkan dan dibutuhkan petani, di lain pihak para petani pun bakalan tahu hal-hal apa saja yang bakal disuluhkan kepada dirinya.

Munculnya suara sumbang yang menyebut para Penyuluh Pertanian lebih senang mengerjakan kegiatan proyek Eselon 1 Kementerian Pertanian ketimbang melakukan kunjungan kepada petani, sudah saatnya diredam dalam-dalam. Buktikan bahwa suara sumbang semacam itu, tidak pernah terjadi dalam dunia Penyuluhan Pertanian. Kalau pun suara ini benar adanya, kita berharap agar hal ini tidak terus berlanjut. Mengerjakan proyek memang tidak dilarang, tapi kunjungan ke petani pun jangan ditinggalkan. Tinggal sekarang, sampai sejauh mana kepiawaian para Penyuluh Pertanian dalam mengatur waktu yang ada.
Akhirnya perlu disampaikan, 4 rasa yang seharusnya melekat erat dalam nurani Penyuluh Pertanian diatas, tentu saja butuh pendampingan, pengawalan, pengawasan dan pengamanan dari semua komponen bangsa. Kalau saja semangat ini dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata di lapangan, kita pantas optimis, masa depan pertanian kita akan tetap cerah dan perkasa. Ke arah sanalah sepatutnya kita melangkah.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah Nandang Gumilar, S.Pd, M.MPd SMAN 1 Cikancung Semoga almarhum diampuni dosanya dan diterima amal Ibadahnya.

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *