6 October 2024 12:16
Opini dan Kolom Menulis

REVITALISASI KOMISI PENGAWASAN PUPUK DAN PESTISIDA

REVITALISASI KOMISI PENGAWASAN PUPUK DAN PESTISIDA

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Terlepas dari apa yang menjadi alasan Pemerintah menambah anggaran subsidi pupuk sebesar 14 trilyun rupiah untuk tahun 2024, selain tentunya menambah jumlah kebutuhan pupuk bersubsidi para petani, ternyata ada pula yang mengaitkannya dengan penyelenggaraan Pesta Demokrasi 2024. Tambahan anggaran ini pun dinilai sebagai salah satu bentuk “kampanye terselubung” dari pasangan calon Presiden/Wakil Presiden tertentu.

Benar atau tidaknya penilaian tersebut, biarlah waktu yang menentukan. Hanya, jika kita ambil hikmah dari kebijakan tersebut, pasti akan lebih banyak lagi petani yang bakal kebagian jatah pupuk bersubsidi. Kalau dalam pelaksanaan di lapangan dapat ditempuh dengan baik, mestinya keluhan rutin para petani soal kelangkaan pupuk bersubsidi di saat musim tanam datang, akan semakin berkurang.

Pertanyaan kritisnya adalah apa jaminannya, dengan ditambahnya anggaran untuk pupuk bersubsidi sebesar 14 trilyun rupiah, maka persoalan pupuk bersubsidi di benak petani sudah selesai ? Rasanya tidak. Sebab, masalah pupuk bersubsidi sepertinya bukan hanya disebabkan oleh anggaran yang kurang, namun juga sangat ditentukan oleh penerapan kebijakan tersebut di lapangan.

Mewujudkan kebijakan yang mampu terterapkan dengan pelaksanaan, tidaklah semudah kita membolak-balik telapak tangan. Namun, hal ini telah menggumpal menjadi masalah klasik yang turun temurun. Kebijakan pupuk bersubdidi pun demikian. Tambal sulamnya kebijakan terkait Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, hingga kini masih belum mampu menuntaskan akar persoalan yang dihadapi.

Hadirnya lembaga ad hok non struktural sekelas Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3), harusnya mampu menjawab persoakan yang ada. Sayang, harapan ini belum dapat diwujudkan, mengingat berbagai keterbatasan yang dialami KP3 itu sendiri. Lebih sedih lagi, sudah sejak puluhan tahun silam, KP3 seperti yang sedang ‘mati suri’ alias antara “ada” dan “tiada”.

Maraknya perbedaan tafsir terhadap keberadaan KP3 selama ini, sepertinya menjadi penting untuk diselamu lebih dalam. Dengan kondisinya yang seperti sekarang, KP3 dibubarkan, sebagaimana halnya Dewan Ketahanan Pangan ? Atau, tidak dimana KP3 perlu direvitalusasi (diberi darah baru) agar kehadiran dan keberadaannya sesuai dengan tuntutan jaman yang tengah menggelinding ?

Soal bubar-membubarkan sebuah kelembagaan Pemerintah yang sifatnya ad hok non struktural, bukanlah hal yang susah dilakukan. Tinggal tanda tangan lewat sebuah regulasi, maka bubarlah kelembagaan tersebut. Justru yang sulit adalah kelembagaan seperti apa yang akan menggantikan atau melanjutkan program yang disusunnya. Ini yang susah. Pembubaran lembaga tanpa disiapkan penerusnya.

Sebagai contoh adalah pembubaran Dewan Ketahanan Pangan (DKP). Lembaga ad hok non struktural yang dimintakan mampu merumuskan kebijakan tentang ketahanan pangan sekaligus mengevaluasi program yang dirancangnya, memiliki peran strategis sebagai “simpul koordinasi” pembangunan ketahanan pangan antar Kementerian/Lembaga dan antara Pusat dan Daerah.

Seusai DKP dibubarkan, simpul koordinasi ini semakin jauh dari yang diharapkan. Ego sektor diantara pilar-pilar penopang ketahanan pangan, kini mulai mengedepan. Badan Pangan Nasional pun terkesan belum optimal menggarap fungsi yang diembannya. Mana mungkin lembaga pangan tingkat nasional ini akan berkiprah maksimal, jika tidak ditopanf oleh anggaran yang layak dan pantas.

Itu sebabnya wajar, jika dalam menelaah keberadaan KP3, solusinya bukan dengan langkah membubarkan, namun kita perlu merevitalisasinya secara cerdas, sehingga KP3 manpu bergerak secara proporsional dan profesional. KP3 hari ini butuh “giving a new life”. Lembaga ini butuh penguatan di berbagai bidang. KP3 bukan “bebegig sawah”. Sebagai “pengawas” KP3 harus betul-betul teruji dan terpercaya kehadiran dan keberadaannya.

Sebagai lembaga “pengawas” KP3 sepatutnya di desain agar mampu menjalankan tugas dan fungsi untuk melakukan pendampingan, pengawalan, pengawasan dan pengamanan program pupuk bersubsidi. Hal ini, jelas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. KP3, mestinya dirancang ke arah itu, sehingga krberadaannya betul-betul tampil secara keren dan bermartabat.

Supaya KP3 mampu melaksanakan fungsi dan peran dimaksud, maka dari sisi keanggotaannya pun penting melibatkan para pemangku kepentingsn yang terlibat dalam urusan pupuk bersubsidi. Salah besar, bila KP3 hanya beranggotakan aparat penegak hukum dan Aparat Sipil Negara. Namun.perlu dilengkapi dengan kalangan perguruan tinggi, dunia usaha, komunitas, organisasi petani dan kelompok media. Konsep penta helix perlu dijadikan landasan dalam penentuan keanggotaan KP3.

KP3 juga perlu diikut-sertakan dalam penyusunan desain perencanaan kebijakan pupuk bersubsidi. Ini penting, agar KP3 ikut terlibat dari awal, sehingga sebagai “pengawas” KP3 bisa lebih utuh, holistik dan komprehensif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Cara pandang demikian, perlu disampaikan, agar marwah KP3 di lapangan dapat dijalankan dengan baik sekaligus memupus kesan hanya sebagsi “asesoris” belaka.

Persoalan berikutnya adalah siapa yang paling pas untuk membawa pedang samurai revitalisasi KP3 ini ? Apakah Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional, Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri atau kalangan Dunia Usaha seperti PT Pupuk Indonesia dan jajarannya atau akan dimintakan kepada unsur penta helix yang lainnya ? Jawaban ini penting dan menarik untuk dibahas lebih lanjut.
Revitalisasi Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida, sepertinya mendesak untuk secepatnya dilakukan. Kita jangan menunda-nundanya lagi. Kita ingin agar tambahan kucuran anggaran 14 trilyun rupiah, benar-benar efektip dan efesien, sehingga mampu memberi berkah kehidupan bagi kaum tani di lapangan. Kita akan sedih, nika tambahan anggaran tersebut, justru melahirkan tragedi kehidupan baru dikalangan masyarakat.

 

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *