6 October 2024 04:57
Opini dan Kolom Menulis

SAAT NYA HPP GABAH DAN BERAS DIKAJI ULANG !


OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
merupakan regulasi untuk mengatur harga pembelian gabah dan beras petani. Sebelum ada kebijakan HPP, kita mengenal yang namanya Harga Dasar (floor price) dan Harga Atap (ceiling price). Kebijakan terkait harga gabah dan beras ini, dimaksudkan untuk melindungi petani dan konsumen dari gejolak harga di pasar.

Dalam beberapa bulan terakhir ini, harga beras dan harga gabah melejit secara signifikan, jauh diatas HPP yang ditetapkan Prmerintah. Beberapa kalangan menyebut, kenaikan harga ini layak dikatakan ugal-ugalan. Pemerintah sendiri seperti yang kedodoran menghadapinya. Berbagai upaya untuk menurunkan harga beras telah ditempuh, namun harga beras tetap tidak mau turun juga.

Banyak faktor yang membuat harga beras meroket cukup signifikan dan sangat susah untuk diturunkan lagi. Salah satu yang dituding, karena adanya sergapan El Nino yang melahirkan bencana kekeringsn yang cukup panjsng. Selain itu, ada juga yang berpandangan, hal ini terjadi karena Tata Kelola Perberasan yang tidak profesional dan berkualitas.

Pertanyaan kritisnya adalah ada apa sebetulnya dengan dunia perberasan di negeri ini ? Apakah betul sulitnya Pemerintah mengendalikan harga beras disebabkan oleh semakin berkurangnya ketersediaan beras nasional ? Dalam ilmu ekonomi yang paling sederhana pun telah dijelaskan jika barang langka otomatis harga akan naik. Apakah kondisi ini yang terjadi saat ini ?

Terkait dengan El Nino, Pemerintah telah meramalkan kita akan mengalami gagal panen padi dengan angka yang cukup mengejutkan. Prediksinya, angka gagal panen berkisar antara 380 ribu ton hingga 1,2 juta ton. Jumlah sebesar ini bukanlah angka yang kecil. Menghadapi suasana ini, Pemerintah tampak tidak mau ambil resiko. Impor beras adalah solusi terbaik untuk dilakukan.
Mencermati data KSA yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras 2023 secara nasional tercatat sekitar 30,90 juta ton. Sedangkan kebutuhan konsumsi masyarakat sekitar 30,4 juta ton. Artinya, kita masih surplus sekitar 500 ribu ton. Namun begitu, jika kita cermati kebutuhan yang ada, ternyata bukan cuma untuk konsumsi. Kita pun butuh untuk cadangan dan “beras politik”.

Untuk cadangan beras Pemerintah yang dikelola Perum BULOG, kita butuh sekitar 1,2 – 1,4 juta ton, sedangkan untuk “beras politik” yang dalam bahasa pembangunan disebut beras bantuan langsung kepada para penerima manfaat sebesar 21,35 rumah tangga per 6 bulan, dibutuhkan sekitar 1,28 juta ton. Kalau bantuan beras ini diperpanjang hingga 1 tahun, kita butuh beras sekitar 2,56 juta ton.

Membaca kebutuhan beras sebagaimana digambarkan diatas, tanpa langkah serius menggenjot produksi setinggi-tingginya, sangat tidak mungkin, kita akan memenuhinya dari hasil produksi petani padi di dalam negeri. Terlebih sekarang ini ada kecenderungan penurunan produksi karena berbagai macam faktor. Impor beras, dinilai sebagai solusi jangka pendek yang patut dilakukan.

Jujur harus diakui, situasi perberasan saat ini, terekam dalan kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. Dalam kalimat lain, suasana beras dalam negeri, betul-betul cukup merisaukan. Masalahnya akan semakin menjelimet, mengingat beberapa bulan mendatang, bangsa kita akan melaksanakan Pesta Demojrasi Serentak 2024. Kita akan memilih pemimpin bangsa untuk 5 tahun ke depan.

Untuk itu, agar suasana hajatan demokrasi ini kondusif, maka situasi aman dan tenang, harus kita ciptakan. Salah satu faktor yang perlu dijaga adalah ketersediaan beras itu sendiri. Jangan sampai bangsa ini menjadi kekurangan beras. Pemerintah mesti menjamin beras akan selalu tersedia dengan harga ysng terjangkau oleh masyarakat.

Tak kalah penting untuk dibahas adalah mengapa Pemerintah seperti yang tak berdaya menghadapi kenaikan harga beras yang ugal-ugalan ini ? Mengapa langkah Pemerintah menggelar operasi pasar murah di hampir semua Kabupaten/Kota masih belum manjur untuk menurunkan harga beras ? Begitu pun dengan penggelontoran beras impor ke berbagai pasar.

Menarik untuk diselami lebih dalam, apakah HPP yang ada saat ini perlu dikaji ulang ? Apakah HPP Gabah dan Beras yang berlaku sekarang, sudah tidak cocok lagi dengan situasi kekinian ? Inilah yang butuh kejujuran untuk menjawabnya. Kenaikan harga beras, kemudian berdampak pada kenaikan harga gabah, terlihat berlangsung secara alamiah.

Presiden Jokowi sendiri, meminta kepada para pembantunya untuk menciptakan harga beras yang wajar, baik untuk petani, pedagang mau pun masyarakat. Hingga kini, apa yang dimintakan Presiden tersebut sepertinya belum dijawab. Padahal, Presiden telah memintanya beberapa bulan lalu. Kemana aja atuh para pembantu Presiden ini ?

Lalu, apakah dengan tingkat harga beras dan harga gabah yang terjadi sekarang merupakan harga keseimbangan baru ? Bagi petani, naiknya harga gabah pada angka ysng cukup signifikan, jelas merupakan berkah yang disyukurinya. Luapan keceriaan petani disampaikan langsung kepada Presiden Jokowi pada saat Beliau melakukan kunjungan kerja ke Subang dan Indramayu.

Petani sangat berterima kasih kepada Pemerintah. Negara benar-benar hadir di tengah kehidupan petani padi. Tinggal sekarang, apakah kita akan menghapus kegembiraan petani dengan menurunkan harga beras yang berdampak pada turunnya harga gabah ? Atau kita akan mengkaji ulang lagi HPP yang mestinya berpijak pada realita kehidupan petani ? Pemerintah, pasti telah memiliki jawabannya.

 (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *