26 November 2024 03:47
Opini dan Kolom Menulis

Jangan Menelantarkan Petani

JANGAN MENELANTARKAN PETANI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sebagian besar petani di Tanah Merdeka saat ini, belumlah mampu hidup sejahtera dan terbebas dari belenggu kemiskinan. Petani, terlebih petani berlahan sempit, sepertinya lebih pantas disebut sebagai korban pembangunan ketimbang dikatakan sebagai penikmat pembangunan. 78 tahun Indonesia terbebas dari cengkraman penjajahan, bagi petani gurem dan buruh tani, seperti yang tidak bermakna apa-apa. Strategi Pembangunan yang dipilih setiap Pemerintahan (Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi), terlihat belum mampu menciptakan perubahan berarti bagi perbaikan nasib dan kehidupan petani berlahan sempit. Kebijakan yang menitik-beratkan kepada Pertumbuhan Ekonomi, malah semakin meminggirkan mereka dari panggung pembangunan. Pendekatan “tricle down effect” tidak berjalan mulus. Yang terjadi malah “tricle up effect” alias muncrat ke atas. Akibatnya, semangat mengucur ke bawah pun susah diwujudkan. Hal ini yang mengenaskan. Kue pembangunan yang terkumpul dari pertumbuhan ekonomi, pada akhirnya sulit untuk diberikan kepada rakyat secara merata. Hanya mereka yang memiliki kedekatan dengan para penentu kebijakan saja, penikmat hasil-hasil pembangunan, sedangkan para petani gurem dan buruh tani, terpaksa harus gigit jari. Pembangunan yang terjadi di negeri ini belum berpihak kepada mereka. Pembangunan lebih banyak dinikmati oleh komponen bangsa yang bukan petani. Lebih parahnya lagi, kebijakan pembangunan yang diambil, kurang menunjukan keberpihakannya kepada petani. Bayangkan, setelah 68 tahun Indonesia merdeka, bangsa ini baru memiliki regulasi setingkat Undang Undang yang spiritnya melakukan perlindungan dan pemberdayaan petani, yakni dengan terbitnya Undang Undang No. 19 Tahun 2013. Sebelumnya tidak ada regulasi selevel Undang Undang yang melakukan “pembelaan” terhadap petani. Atas hal yang demikian, lumrah jika selama 68 tahun tersebut banyak kebijakan yang cenderung memarginalkan atau meminggirkan petani dari pentas pembangunan.
Kaum tani, khususnya petani gurem dan buruh tani, jelas harus dibela dan dilindungi. Mereka jangan ditindas oleh berbagai kebijakan yang menyebabkannya menjadi korban pembangunan. Semua ini penting dicermati, karena pada dasarnya sebagai warga bangsa, mereka pun memiliki hak untuk hidup sejahtera. Tugas dan kewajiban itulah untuk mensekahterakan kehidupan mereka. Pertanyaannya adalah mengapa ada kesan, kita begitu lambat untuk mewujudkannya ? Ada apa sebetulnya dengan strategi yang selama ini diterapkan Pemerintah, sehingga hasrat untuk mengangkat harkat dan martabat petani berlahan sempit seperti mengecat langit ? Mengapa kita ibarat yang membuat jebakan sendiri terhadap cita-cita mulia semacam ini ? Pertanyaan ini menarik untuk dibincangkan lebih dalam lagi. Betapa tidak ! Sebab, selama pembangunan petani dianggap sebagai bagian integral dari pembangunan pertanian, maka selama itu pula, petani akan cukup sulit untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Problemnya menjadi semakin rumit, manakala dikaitkan dengan tujuan utama pembangunan pertanian itu sendiri. Dalam tugas dan fungsi lembaga Pemerintah yang menangani urusan dan kewenangan pertanian, telah ditetapkan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hasil-hasil pertanian setinggi-tingginya menuju swasembada. Sedangkan, tujuan pembangunan petani adalah meningkatkan kesejahteraan. Melihat pengertian diatas, jelas tidak ada jaminan, bila produksi meningkat cukup signifikan, maka secara otomatis, tingkat kesejahteraannya bakal meningkat. Itu sebabnya, banyak pihak yang menyarankan agar paradigma pembangunan pertanian dibedakan dengan paradigma pembangunan petani. Data Badan Pusat Statistik, juga menyatakan, naiknya produksi tanaman padi, tidak serta merta meningkatkan kesejahteraan petaninya. Produksi meningkat secara signifikan, namun kesejahteraan petaninya tidak beranjak. Mengacu kepada pengertian ini, dapat ditegaskan tugas dan kewajiban untuk meningkatkan produksi menjadi tanggungjawabnya Kementerian Pertanian, tapi untuk meningkatkan kesejahteraan petani, bukan hanya tugas dan tanggungjawab Kementerian Pertanian semata. Itu sebabnya pembangunan petani sering dikatakan sebagai pembangunan multi-sektor, bukan sektoral. Kesejahteraan petani, tidak hanya ditentukan oleh hasil produksi yang melimpah, tapi juga akan lebih banyak ditentukan oleh harga jual di tingkat petani. Apalah artinya produksi yang meningkat, jika harga jual di tingkat petaninya malah anjlok, karena adanya permainan harga yang dilakukan para bandar atau para tengkulak. Anehnya lagi, hal seperti ini terus berulang, seolah Pemerintah tak berdaya mencarikan jalan keluarnya. Jika kesejahteraan petani ingin meningkat, maka harus ada kebijakan Pemerintah yang menjamin naiknya produksi akan diikuti oleh adanya kebijakan harga yang menguntungkan petani.

Kini pokok soalnya telah tergambarkan. Petani, bagaimana pun buramnya potret kehidupan sehari-hari nya, tetap harus kita perhatikan keberadaannya. Petani jangan dibiarkan hidup sengsara dan nelangsa. Pemerintan sangat dimintakan untuk melahirkan jurus ampuhnya, agar petani dspat dibebaskan dari suasana hidup miskin yang menderanya. Suatu kesalahan yang cukup fatal bila kita menelantarkan petani.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

MENYOAL HADIAH UNTUK GURU

MENYOAL HADIAH UNTUK GURU Oleh IDRIS APANDI(Praktisi Pendidikan) Jelang peringatan Hari Guru, cukup banyak perbincangan di media sosial yang menyoal guru. Selain

Read More »

GEBRAKAN KEMENKO BIDANG PANGAN

GEBRAKAN KEMENKO BIDANG PANGANOLEH : ENTANG SASTRAATMADJA  Sebagai Kementeriam baru, Kementerian Koordinator bidang Pangan (Kemenko Pangan), keberadaannya dalam Kabinet Merah Putih,

Read More »

Mewaspadai Fitnah Syubhat

𝓑𝓲𝓼𝓶𝓲𝓵𝓵𝓪𝓪𝓱𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓶𝓪𝓪𝓷𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓲𝓲𝓶Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barokatuuh Ahad, 24 November 2024 / 22 Jumadil awal 1446 Mewaspadai Fitnah Syubhat dan Syahwat عن

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *