Kokoro Manggih Maulud
KOKORO MANGGIH MULUD
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Kokoro manggih mulud alias makmak-mekmek merupakan babasan Sunda yang cukup baik untuk dijadikan perenungan kita bersama. Dalam melakoni kehidupan, sering kita temukan ada orang-orang yang memiliki sikap makmak-mekmek terhadap sesuatu yang disukainya. Contoh dalam sebuah hajatan ada seseorang yang makmak-mekmek atas hidangan yang disajikan. Baru saja selesai menikmati baso tahu, langsung makan sate ayam.
Belum habis sate ayam lengkap dengan lontongnya, kini dirinya makan iga bakar. Setelahnya, dirinya langsung makan puding dan es krim. Seperti yang tidak ada kenyangnya, orang seperti ini sering tampak dalam berbagai pesta dan keriaan. Sikap dan tindakan orang demikian, dapat kita sebut sebagai orang yang kokoro manggih Mulud.
Di sisi yang hampir tidak jauh berbeda, kokoro manggih mulud, identik dengan istilah puasa manggih lebaran. Artinya, orang yang ajimumpung, serakah dan tidak tahu batas. Dicermati dari kosa katanya, kokoro dapat diartikan kelaparan, sedangkan mulud adakah bulan maulud. Atau sering disebut pula sebagai bulan yang biasanya orang-orang banyak mengadakan hajatan.
Perilaku kokoro manggih mulud, kini tumbuh dan berkembang di berbagai aspek kehidupan. Bukan hanya tercermin dari orang-orang yang lapar dalam makanan, namun dalam jabatan publik pun sering terekam ada pejabat publik yang berubah sikap dan karakternya. Sebut saja pada jamannya ada seorang Wakil Rakyat di daerah, yang semula hanya tercatat sebagai tukang parkir, namun karena adanya perubahan politik, akhirnya tukar parkir itu pun terpilih menjadi seorang yang terhormat.
Namanya juga yang terhormat, tentu dirinya harus mampu menampilkan diri selaku sosok yang pantas disebut yang terhormat. Kehidupan menjadi Wakil Rakyat, rupanya banyak fasilitas yang tersedia. Mulai dengan adanya kemudahan untuk memperoleh kredit dengan cara pembayaran potong honor, hingga kemudahan dalam menyelesaikan kepentingan publik. Yang paling mudah dilakukan adalah dengan mengambil fasilitas kredit kendaraan roda dua atau roda empat.
Tidak hanya itu. Dirinya pun ingin memiliki televisi berwarna dengan inchi yang lebih besar. Maklumlah, namanya juga yang terhormat. Keluarganya berpikir, mesti ada perubahan status sosial. Masa seorang yang terhormat harus naik angkot ke kantor ? Memalukan jika yang terhormat, di rumahnya masih memiliki televisi dengan inchi yang kecil ? Ibarat kokoro manggih mulud, seorang yang terhormat, ingin merubah potret diri ke arah yang lebih keren dan terhormat.
Yang lebih gawat adalah manakala ditemukan ada seorang pengusaha yang memperoleh kesempatan untuk mendapatkan prpyek, karena orang tuanya ditunjuk sebagai pelaksana banyak proyek di berbagai tempat. Ibarat mendapat “harta karun” dirinya ingin menggarap seluruh proyek ysng ada. Sayang, dirinya tidak memiliki manajemen yang baik. Akibatnya banyak proyek yang mangkrak dan tidak selesai. Akibat kokoro manggih mulud, yang semula ingin untung, kini malah jadi buntung.
Semakin banyaknya orang yang makmak-mekmek karena memperoleh kesempatan, tentu saja hal ini membuat kita perlu mawas diri. Makmak-mekmek, tidak seharusnya kita lakukan, sekalipun ada peluang untuk melakukannya. Makmak-mekmek bukan perilaku yang baik. Makmak-mekmek merupakan kiptah manusia yang tidak senafas dengan nilai-nilai budaya bangsa. Hindari sikap, tindakan dan wawasan yang bersifat laksana “kapal keruk”. Sebab, dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan, kita butuh mengukur diri sendiri.
Ada pengalaman yang perlu disampaikan terkait dengan perilaku makmak-mekmek. Seorang sahabat yang guru besar di sebuah universitas ternama di negeri ini, dikontrak oleh Pemerintah untuk menjabat sebagai Kepala Perangkat Daerah. Menurut penuturannya sebagai guru besar dirinya dipercaya untuk memegang banyak jabatan. Boleh jadi, jika diinventarisir maka setidaknya ada 36 jabatan yang dipegangnya.
Terbayang, bagaimana dirinya harus mengatur waktu agar kepercayaan yang diberikan kepadanya tidak mengecewakan orang atau lembaga yang menugaskannya. Pertanyaannya adalah apakah sang guru besar ini termasuk orang yang maknak-mekmek atau tidak ? Dia sendiri sebetulnya bukan orang gila jabatan. Dirinya mau menerima posisi-posisi yang ditawarkan karena memang terkait dengan kepakaran dan resiko jabatan yang diembannya. Dengan kepiawaiannya akhirnya sang guru besar pun dapat menjalankan tugas dengan baik.
Perilaku kokoro manggih mulud, rupanya telah merasuk ke dalam seorang anak bangsa dalam berbagai profesi. Seorang pengacara ternama misalnya. Kalau dirinya banyak dipercaya untuk menangani banyak kasus, mengingat namanya sudah beken, apakah tergolobg ke dalam orang yang makmak-mekmek ? Padahal semua orang tahu persis, karena kehebatan dan ketenarannya saja dirinya memperoleh kepetmrcayaan untuk menangani banyak perkara.
Hal yang sama, terjadi pula terhadap seorang dokter spesialis yang dikenal banyak menyembuhkan para pasen yang diserang penyakit tertentu. Apakah dirinya termasuk orang yang makmak-mekmek karena setiap hari kerja harus menerima antrian pasen hingga 30 orang ? Semua orang paham, fungsi dokter itu menyembuhkan orang sakit. Artinya, apakah relevan istilah makmak-mekmek dilekatkan kepada seorang dokter ternama yang bertugas menyembuhkan sesama abak bangsa ?
Atas gambaran yang demikian, kokoro manggih mulud, memang sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi. Tidak semua kejadian bisa dikatakan kokoro msnggih mulud. Hal tersebut sangat tergantung pada profesi yang digeluti seseorang. Sosok pengacara ternama yang menangani banyak perkara atau seirang dokter spesialis yang banyak pasen, boleh jadi bukan makmak-mekmek dalam melakoni profesi nya. Hal yang sama juga berlaku bagi seorang guru besar yang banyak jabatannya.
Tapi bagi seseorang yang datang ke hajatan perkawinan anaknya seorang Saudagar kaya, lalu dirinya mencicipi dan meniknati semua hidangan yang disediakan, bolehlah kita katakan sama dengan kokoro manggih mulud. Begitupun dengan pengusaha yang berkesempatan memperoleh banyak pekerjaan karena ada kedekatan khusus dengan penentu proyek. Bila dirinya berusaha untuk merebut semua proyek yang ada, maka ngak salah dikatakan dirinya makmak-mekmek. Sebab, kalau pejabat yang punya hubungan dekat dengan dirinya diganti, belum tentu akan dapat peluang yang sama.
Kini pokok soalnya sudah tergambarkan. Kokoro manggih mulud, menggambarkan perilaku seseorang ysng tidak senafas dengan nilai-nilai budaya bangsa. Itu sebabnya, setiap anak bangsa dimintakan untuk membuang jauh-jauh sikap, tindakan dan wawasan kokoro manggih mulud.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).
Pelangi Pematang Sawah
Pelangi Pematang Sawah (Tatang Rancabali) Masa mudaku lekat keringat Memeluk peluh penuh keluh Pundak hendak memikul beban Gelandang menuju gelanggang
“PESAN MORAL” UNTUK GUBERNUR JAWA BARAT
“PESAN MORAL” UNTUK GUBERNUR JAWA BARAT OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Serentak di seluruh Nusantara, akhirnya
Murah Hati
MUHASABAH DIRIKamis, 28 November 2024 BismillahirahmanirahimAsalamu’alaikum wrm wbrkt MUTIARA HATI Saudaraku,Hidup ini disebut enteng enteng bangga Namun agar hidup ini
Jelang Pelaksanaan Pilkada 2024, BPBD Kabupaten Bandung Siagakan Sejumlah Perahu di Lokasi Rawan Banjir
HIBAR – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sudah mendistribusikan dan menyiagakan sejumlah perahu di lokasi
27 Nopember 2024
27 NOPEMBER 2024 OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menjadwalkan tanggal 27 Nopember 2024 adalah hari pencoblosan
Memilih Pemimpin
MUHASABAH SHUBUHRabu, 27 November 2022 BismillahirahmanirahimAsalamu’alaikum wrm wbrkt MEMILIH PEMIMPIN Saudaraku,Hakikat kepemimpinan bila di dalami menurutAl-Quran dan Hadits sebagai pedoman