20 November 2024 20:18
Opini dan Kolom Menulis

KONDISI PANGAN SEDANG TIDAK BAIK-BAIK SAJA

KONDISI PANGAN SEDANG TIDAK BAIK-BAIK SAJA

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Terbitnya kebijakan Pemerintah, membuka kran impor beras yang selama tiga tahun berturut-turut kita tutup rapat, pada dasarnya menggambarkan situasi pangan, khususnya beras, memang sedang tidak baik-baik saja. Kondisi pangan di negeri ini, sepertinya sedang dihadapkan pada berbagai tantangan dan kendala.

Mulai dari terganggunya aspek produksi, mengingat ditengarai bakal terjadi El Nino, yang tentu saja bakal melahirkan kemarau panjang, sehingga bencana kekeringan mengancam produksi yang bakal dihasilkan. El Nino sendiri, beberapa tahun lalu sempat mengganggu produksi pangan di negeri ini.

Lalu soal Cadangan Beras Pemerintah yang belum dikelola secara profesional, sehingga menjadikan Pemerintah seperti kebakaran jenggot, karena cadangan beras Pemerintah menipis dan berada pada angka mengkhawatirkan. Penugasan Badan Pangan Nasional kepada Perum BULOG terbukti belum memberi hasil memuaskan.

Anehnya, ketika Kementerian Pertanian menyebut surplus beras berbasis kepada data Badan Pusat Statistik (BPS), Pemerintah malah menerapkan kebijakan impor beras. Untuk tahun 2023 ini, sebesar 2 juta ton sudah diyakini akan kita datangkan beras dari negara-negara sahabat, seperti Vietnam, Thailand, Myanmar dan India.

Artinya, jika betul produksi beras melimpah dan surplus, maka yang harus dilakukan adalah ekspor. Bukan impor. Itu kaedah ekonomi yang umum. Tapi, kaedah itu ternyata tidak berlaku. Demi menjaga Cadangan Beras Pemerintah, langkah menetapkan impor beras, dianggap sebagai solusi terbaik, yang dapat dipilih Pemerintah.

Lebih sedih lagi, beberapa bulan sebelum membuka lagi kran impor, Pemerintah Indonesia memperoleh Piagam Penghargaan dari Lembaga Riset dunia sekelas International Research Rice Institute (IRRI) dengan sepengetahuan Badan Pangan Dunia (FAO) atas keberhasilannya meraih Swasembada Beras.

Penghargaan tersebut logis kita dapatkan, karena selama periode 2019 – 2021 Indonesia mampu meningkatkan produksi hasil pertanian, khususnya padi, dengan angka yang cukup signifikan. Selain itu, selama kurun waktu tersebut, Indonesia tidak pernah menerapkan kebijakan impor beras yang sifatnya komersil.

Produksi petani di dalam negeri mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Fenomena menarik yang penting kita jawab dengan jujur adalah mengapa ketika Pemerintah membutuhkan beras sebesar 600 ribu ton untuk memperkuat cadangan beras Pemerintah yang menipis, ternyata Perum BULOG tidak mampu memenuhinya.

Artinya, kalau produksi beras melimpah, tapi susah didapat, maka ada dimana beras tersebut ? Apakah hanya ada di atas kertas ? Apakah ada di pedagang, bandar atau tengkulak ? Yang jelas, laporan pihak terkait Perum BULOG sulit menemukan beras di petani dan prnggilingan padi.

Atas hal yang demikian, Pemerintah rupanya tidak mau teledor lagi dalam memenuhi cadangan beras Pemerintah. Jika beras di dalam negeri susah didapat, walau digaungkan berlimpah, maka impor adalah langkah yang paling pas untuk ditempuh. Pemerintah sadar betul, kini bukan saatnya bermain-main dengan kebijakan yang penuh dengan ketidak-pastian.

Terlebih saat itu, Pemerintah membutuhkan jumlah beras yang cukup besar untuk digunakan sebagai Bantuan Sosial Beras Lebaran. Di sisi lain muncul pertanyaan, lalu dengan situasi yang demikian, bagaimana nasib Swasembada Beras yang tahun lalu kita proklamirkan ?

Inilah tantangan yang tidak mudah untuk dijawab. Kisah sukses Swasembada Beras yang membuat IRRI dan FAO memberi Piagam Penghargaan, tentu ditempuh dengan perjuangan yang cukup panjang. Di awal tahun 2019 terjadi perdebatan serius antara mereka yang pro impor dengan anti impor beras. Berbulan-bulan adu argumen berlangsung.

Ujung-ujungnya, masing-masing pihak ngotot dengan keinginannya. Untung Presiden Jokowi cepat bersikap. Keputusan yang diambilnya, kita tidak akan menempuh impor dengan catatan produksi petani di dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Keputusan politik Pemerintah seperti ini, rupanya didukung oleh iklim dan cuaca ysng menopang, sehingga BPS mencatat produksi padi cukup meningkat secara signifikan. Yang membuat bangsa lain kagum, kok bisa ditengah-tengah bencana pandemi Covid 19, para petani mampu menggenjot produksi cukup tinggi.

Wajar jika kemudian muncul pertanyaan, apakah para petani di negara kita, tidak tersentuh oleh Covid 19 ? Faktanya, memang demikian. Para petani asyik-asyik saja bercocok-tanam di sawah ladang. Petani seperti yang tak hirau dengan adanya Covid 19. Kita juga tidak pernah mendengar ada “klaster petani” yang tersergap Covid 19.

Demikian sedikit ulasan yang menyatakan situasi pangan di negeri ini, terekam sedang tidak baik-baik saja. Kita percaya, dibalik masalah yang dihadapi, bakal ada hikmah bagi kehidupan. Tinggal sekarang, bagaimana kita mengejarnya agat hikmah tersebut tidak berlalu tanpa kesan.

 (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Wafat Setelah Mengucapkan Kalimat Tauhid

𝓑𝓲𝓼𝓶𝓲𝓵𝓵𝓪𝓪𝓱𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓶𝓪𝓪𝓷𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓲𝓲𝓶Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barokatuuh Wafat Setelah Membaca Kalimat Tauhid عن معاذ بن جبل رضي الله عنه قال ،قال رسول

Read More »

PERAN STRATEGIS KP3

PERAN STRATEGIS KP3 OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Sebagaimana dijelaskan dalam Keputusan Direktur Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian tentang Petunjuk Teknis

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *