Oleh Vara Riya Adilita Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Sidoajo
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dari tahun ke tahun selalu menjadi isu penting pada setiap menjelang tahun ajaran baru.
Tetapi masih saja menyisakan permasalahan-permasalahan yang muncul. Memasuki tahun ajaran baru pada penerimaan siswa baru tetap menggunakan sistem zonasi.
Sistem ini mulai diterapkan sejak tahun ajaran 2017 dan banyak diperbincangkan masyarakat luas serta menuai pro dan kontra karena dinilai membatasi kemerdekaan siswa dengan nilai tinggi untuk mendapatkan sekolah favorit.
Disisi lain, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merancang kebijakan ini untuk menciptakan pemerataan pendidikan dan meniadakan konsep sekolah favorit karena pada dasarnya sekolah favorit dan bermutu adalah hak semua warga negara dengan tidak menciptakan kastanisasi sebagaimana dihapuskannya Sekolah Berstandar Internasional (SBI) dulu. Sebagai wujud amanat Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dasar Pijak Sistem Zonasi
Ketentuan sistem zonasi berdasarkan Permendikbud RI No. 14 tahun 2018 Pasal 16 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain yang Sederajat.
Upaya pemerintah dalam mengurangi kesenjangan yang terjadi di masyarakat merupakan amanat dari nawa cita Presiden Joko Widodo dan Wakilnya.
Sistem zonasi merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan, serta pemerataan kualitas pendidikan nasional.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) menyampaikan bahwa zonasi menjadi salah satu strategi pemerintah yang utuh dan terintegrasi.
Kebijakan yang mulai diterapkan sejak tahun 2017 ini telah melalui pengkajian yang cukup panjang dan memperhatikan rekomendasi dari berbagai lembaga kredibel.
Zonasi dipandang strategis untuk mempercepat pemerataan di sektor pendidikan.Mendikbud juga menegaskan bahwa sistem zonasi juga merupakan upaya mencegah penumpukan sumber daya manusia yang berkualitas dalam suatu wilayah tertentu dan mendorong pemerintah daerah serta peran masyarakat dalam pemerataan kualitas pendidikan sesuai amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
“Kita bisa lihat tingkat pemerataan guru, baik jumlah maupun tingkat kualifikasi. Tidak bisa dibiarkan ada satu sekolah yang isinya hanya satu guru PNS, dan ada sekolah yang isinya guru-guru PNS bersertifikat,” tegasnya. (dikutip dari Kominfo.go.id)
Jarak zonasi yang ditetapkan masing-masing sekolah berbeda tergantung pada kesepakatan pihak terkait di masing-masing daerah.
Kesepakatan itu diambil atas dasar banyak sedikitnya ketersediaan anak usia sekolah dan kapasitas atau daya tampung sekolah di daerah tersebut.
Dengan demikian pemerintah pusat tidak terlibat langsung dalam penentuan radius zonasi, tetapi menyerahkannya pada masing-masing sekolah untuk menentukan jarak yang paling ideal untuk kondisi sekolahnya.
Sehingga akan terjadi angka jarak zonasi masing-masing sekolah akan berbeda antara satu dan lainnya. Implikasi dari sistem zonasi ini adalah calon siswa yang berdomisili jauh dari lokasi sekolah kehilangan kesempatan untuk mendaftar menjadi salah satu siswa di sekolah tersebut.
Hal ini dikarenakan sekolah di bawah naungan pemerintah atau berstatus negeri dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) wajib menerima 90 persen siswa baru yang berasal dari dekat lokasi sekolah.
Sisanya 10 persen dibuka untuk pendaftar yang berasal dari luar daerah zonasi. Tetapi masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi dengan mengacu pada pasal 16 ayat (6) Permendikbud 14/2018 ini.
Kriteria persyaratan itu adalah 5 persen untuk mereka yang berprestasi, 5 persen yang lain diperuntukkan calon peserta didik baru yang memenuhi alasan khusus. Alasan khusus ini misalnya perpindahan domisili orang tua/wali siswa dan terjadi bencana alam/sosial. (dikutip dari Kompas.com).
Regulasi ini kemudian direvisi oleh Menteri Nadiem Makarim, jalur prestasi diberi porsi 30% dan 70% sisa kuotanya tetap mengikuti tiga kriteria; yaitu minimum zonasi adalah 50%, jalur afirmasi pemegang KIP minimal 15% dan jalur perpindahan 5%. Kemudian muncul Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 yang dalam aturan baru ini, jumlah kuota jalur zonasi dikurangi dari paling sedikit 90% menjadi paling sedikit 80%. Untuk jalur prestasi kuota ditambah dari paling banyak 5 % menjadi paling banyak 15%. Seiring pergantian Menteri, aturan tersebut direvisi kembali melalui Permendikbud nomor 44 tahun 2019.
Pada saat terjadi pandemi, muncul surat edaran nomor 4 tahun 2020 tentang pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam masa Darurat Penyebaran Covid-19. Melalui Surat edaran ini, PPDB dilakukan dengan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19 Sistem Zonasi; Pro dan Kontra
Pada pandangan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) sistem zonasi pada proses PPDB di sekolah negeri selama dua tahun terakhir menyisakan beberapa persoalan utama yang mempengaruhi implementasi PPDB, sistem zonasi yang harus segera dibenahi.
Pertama, penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan kelurahan.
Sementara banyak daerah yang pembagian zonasi awalnya didasarkan pada wilayah administrasi kecamatan.
Kedua, ada calon siswa yang tidak terakomodasi, karena tidak bisa daftar ke sekolah manapun.
Sementara ada sekolah yang kekurangan siswa, karena letaknya jauh dari pemukiman penduduk.
Ketiga, minimnya sosialisasi sehingga membingungkan calon peserta didik baru dan orang tua
Keempat, masalah kesiapan infrastruktur untuk pendaftaran secara online.
Kelima, transparansi kuota per zona yang sering kali menjadi pertanyaan masyarakat, termasuk kuota rombongan belajar dan daya tampung.
Keenam, penentuan jarak atau ruang lingkup zonasi yang kurang melibatkan kelurahan.
Ketujuh, soal petunjuk teknis yang kurang jelas dan kurang dipahami masyarakat termasuk petugas penerima pendaftaran yang sering kali menimbulkan kebingungan.
Kedelapan, karena jumlah sekolah negeri yang tidak merata di setiap kecamatan, maka beberapa Pemerintah Daerah membuat kebijakan menambah jumlah kelas dengan sistem 2 shift (pagi dan siang) yang akan mengancam eksistensi sekolah swasta.
Metoda zonasi adalah metoda salah pemahaman
Metoda zonasi adalah metoda salah pemahaman yang menjungkirbalikkan proses persaingan terbuka dan merampas kebebasan anak untuk memilih sekolah sesuai cita-citanya. Ini dinilai sangat tidak mendidik dan tidak bermutu logika yang dibangun adalah hanya karena lokasi rumahnya dekat dengan sekolah negeri favorit dengan nilai ujian yang sangat jelek bisa diterima.
Sebaliknya siswa dengan nilai ujiannya sangat tinggi karena rumahnya jauh dari sekolah tidak bisa diterima.
Metoda sistem zonasi ini bagi yang kontra menilainya sebagai sebuah kebijakan yang tidak pas Sedangkan bagi yang pro, menilainya zonasi ini sebagai sebuah kebijakan yang berkeadilan.